Oleh sebab itu perlu upaya yang sinergis dari berbagai pihak untuk memutus mata rantai kenakalan remaja ini.
1. Keluarga.
Dimulai dari keluarga (orangtua). Diakhiri juga di keluarga. Begitulah perjalanan keseharian seorang anak remaja. Oleh sebab itu, memastikan kondisi anak pada awal dan akhir dalam keadaan baik adalah keharusan yang tidak boleh diduakan oleh keluarga.Â
Keluarga  pemilik peran utama dalam mencegah kenakalan anak. Perlu perhatian lebih dari keluarga terhadap kondisi mental anak.
Jangan seperti, kisah anak ini. Ada seorang siswi, di tempat Abang dulu mengajar. Siswi yang sangat ramah. Berdasarkan informasi, konon katanya ia berbeda dari saudari-saudarinya yang lain. Maksudnya ia tidak ataupun setara kecantikannya dengan saudari-saudarinya itu. Sehingga, Â mereka tidak mau satu sekolah dengan si gadis yang juga kurang dari sisi akademik ini. Si anak ini seperti mengalami tindakan "diskriminatif" dari saudari-saudari kandungya tersebut. Â
Dan konon pun katanya, si anak yang sudah menginjak sekolah menengah atas ini sering dikira orang bukan anggota dari keluarga.  Si Abang  tidak tahu apakah ada faktor "situasi itu" terhadap kondisi intelektualnya.
Tapi yang pasti, ini adalah sebuah contoh kelalaian keluarga dalam perannya  mencegah kenakalan remaja (anak).
Dari keluarga saja mereka sudah dibiarkan melakukan tindakan yang sangat tidak sesuai bagi seorang anak.
2. Sekolah
Berdasarkan pengalaman Abang mengajar. Tidak jarang kita temukan sebetulnya tindakan siswa atau beberapa siswa yang melakukan tindakan "diskriminatif" terhadap seorang siswa yang lain. Baik dalam satu kelas ataupun siswa yang lain.
Misalnya, di sebuah sekolah ini. Berawal dari putusnya hubungan asmara antara seorang siswi A di suatu kelas. Yang kemudian, mantannya tersebut kemudian berpacaran dengan seorang perempuan dari kelas tersebut, siswi B.