Mohon tunggu...
Wirol Haurissa
Wirol Haurissa Mohon Tunggu... -

Students of Theology Faculty

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hujan Berkat untuk Badati Damai

26 November 2011   16:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan besar dan tempat untuk bersilah menjadi basah. Fransceco Sahulata dan Ronny Tamaela membersihkan lantai. Saya mengikuti mereka dengan irama lagu-lagu Ambon. Saya meminta Ronny bergantian dengan saya menyelesaikan pekerjaan itu. Di antara aktifitas membersikan lantai, teman-teman lain sedang berbicara berdua, bertiga dan berempat, bahkan berlipat-lipat dalam perjumpaan yang dilakukan sampai pekerjaan selesai. Saya berjalan ke arah Muhammad Latupono dari Air Besar dan bersama Jack dan Arap Tomasoa dari Mangga Dua.

Jam 08.28, momen yang ditunggu-tunggu dimulai. Micky Joseph mulai mengajak basudara jantong hati duduk bersilah beralaskan koran. Dari berbagi pos dan komunitas mengambil tempat dengan manggunakan pita.

“Badati untuk damai” dimulai dengan laporan panitia yang disampaikan Rais Rumalutur. Acara pun mengalir, dengan narasi damai “Nilai SMS Almascatie” oleh Aprino Berhitu. Dia menggambarkan persahabat dan hubungan antara basudara Muslim dan Kristen. Keduanya saling menyapa.

“Saya mencintai keluarga kamu. Jagalah baik-baik mereka”

Puisi oleh George Marcel dan Ghi Palembang di tuturkan. Sungguh menyejukan hati dengan gaya mereka berdua yang berbeda”Di Sebuah penantian” merindukan kekasih yang mendamaikan.

Sesaat selesai membacakan narasi, hujan turun kembali, namun teman-teman dan basudara Muslim Kristen tetap bertahan.

Refleksi dimulai dengan Weslly Johannes mengajukan tiga pertanyaan dan respon serta carita-cerita tentang kejadian 11 september menjadi pelajaran bagi kami semua. Saya masih mengingat kata Rido Pattiasina.

“Biarlah tangan anak saya menjadi tumbal untuk kedamaian kota Ambon,” paparnya.

Teman-teman dari pos-pos jaga, mengisi refleksi badati menjadi kenikmatan kopi. Saya sempat mendengarkan seorang muda bernama Ali Topan dan seorang perempuan Muslim berkata tentang damai

“Damai itu katong jadi mari berdamai dulu. Soal urusan rumah, panci, tacu dan peralatan dapur urusan belakang. Damai dari hati. Kita ini, biar muka itam, yang penting hati putih”

Hujan berhenti dan sambil berdiri, saya diberikan satu batang lilin oleh Fanny Diaz. Saya pun membakarnya. Lilin dinyalakan. Semua peserta memegang lilin dalam suasana doa dari Bahasa Tana oleh Rudi Fofid dan Bahasa Indonesia Elsye Syauta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun