Mohon tunggu...
Wirdatun Nafiah
Wirdatun Nafiah Mohon Tunggu... Guru - Manuscript Hunters

Menulis memperpanjang ingatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dipingit

30 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 30 Juni 2024   18:05 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dini hari, waktu Pakel.

Suasana basecamp KKN masih ramai. Bapak-bapak dan mahasiswa KKN dari Universitas Kamajaya Surabaya sedang nonton bareng (nobar) pertandingan liga Inggris, Liverpool vs Manchaster United. Total 20 orang yang ikut nobar di teras basecamp itu. Ada 15 orang dari warga sekitar dan 5 orang dari mahasiswa KKN. 

"Benar kan kataku, Liverpool yang menang!" ucapku dengan jumawa. 

"Heh, masih ada waktu 20 menit lagi, siap-siap kena come back!" seru Candra, ketua kelompok KKN, mahasiswa Kedokteran Hewan. 

"Tapi sulit sih kalau mau come back!" Fauzan kompor. Dia juga penggemar Liverpool sepertiku. Dia dari fakultas yang sama denganku tapi beda jurusan, yaitu jurusan Sastra Jepang. 

"Loh, kalian malah bertengkar, sudah jelas yang menang itu Liverpool!" ujar Kepala Desa, Pak Galih. Beliau juga fans Liverpool.

"Dua puluh menit itu cukup untuk memasukkan dua sampai tiga gol, jadi kita tunggu sampai peluit panjang berbunyi!" ucap Nabil. Dia sama seperti Candra, fans Manchaster United. Dia dari jurusan Ekonomi Syariah. 

"Kasi paham, Bil. Biar mereka tidak jumawa dulu!" Maman memberikan pembelaannya kepada Nabil sebagai sesama fans Manchaster United. Dia dari jurusan Fisika.

Pertandingan kemudian berakhir dengan kemenangan Liverpool. Warga sekitar yang ikut nobar pun kembali ke rumah masing-masing. Sebelum pamit, Pak Galih dan Pak Sofyan memanggil kami berlima.

"Sudah siap dengan acara FGD nanti?" tanya Pak Galih. 

Kami memiliki agenda Focus Grup Discussion (FGD) bersama masyarakat Desa Pakel untuk merumuskan program kerja apa yang diperlukan di desa ini. 

"Siap, Pak!  Nanti pukul 09.00 WIB di Balai Desa. Kami mohon bantuan Bapak untuk memberi tahu para warga tentang acara ini," jawab Candra.

"Tentu, sampai bertemu nanti Mas, Mbak!" ucap Pak Galih.

"Mas Candra dan teman-teman bisa pakai mobil pick up saya ke balai desa, karena sepeda motor yang kalian pakai juga terbatas." Pak Sofyan menawarkan bantuan kepada kami.

Sontak kami menjadi riang, "Dengan senang hati, Pak. Terima kasih atas bantuannya," jawab Candra.

Sehabis subuh kami berlima melanjutkan tidur sampai jam setengah sembilan. Saat aku sedang tertidur, teman-teman KKN yang lain sudah siap untuk berangkat ke balai desa.

"Mia, sudah jam setengah sembilan. Semua sudah siap berangkat ke balai desa kecuali kamu!" teriak Serly tepat di telingaku. Dia adalah mahasiswa Kebidanan.

Aku bangun dengan gelagapan kemudian beranjak ke kamar mandi dengan kondisi belum sadar sepenuhnya. Saat aku sedang mandi, teman-temanku berangkat satu per satu ke balai desa.

"Mia, mobil Pak Sofyan sudah datang, kami berangkat dulu ya," ujar Sinta. Dia mahasiswa jurusan Sosiologi.

"Loh, terus aku berangkat bareng siapa?" protesku dari balik kamar mandi.

"Kamu berangkat bareng Maman dan Fauzan ya, salah sendiri baru bangun, jadi kita tinggal deh. Dah, Mia!" ucap Serly. Mereka kemudian pergi bersama-sama ke balai desa. 

Pukul sembilan masih kurang lima menit lagi, sedangkan waktu tempuh ke balai desa membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Aku pasti terlambat. 

"Maman! Fauzan! Kalian di mana? Sudah siap berangkat?" teriakku sambil mencari keberadaan mereka di semua penjuru basecamp. Sepi! Aku tidak bisa menemukan mereka berdua. Lalu kudengar suara dua sepeda motor yang baru dinyalakan mesinnya. Dan benar, mereka berdua sudah siap di atas sepeda motor masing-masing.

"Tunggu!" teriakku. Mereka berdua batal tancap gas. Untung aku belum terlambat.

"Mia, kukira kamu sudah berangkat sama teman-teman tadi?" tanya Maman.

"Aku baru bangun, jadi ketinggalan rombongan, kalau begitu satu sepeda motor ini aku yang bawa!" ucapku tanpa meminta pertimbangan mereka.

"Gak mau, biar kugonceng aja, medannya sulit!" Fauzan menawarkan jasanya.

"Gak mau, aku bisa nyetir sendiri, kalian boncengan berdua aja!" Gengsiku setinggi langit ketujuh. Aku mengambil alih salah satu sepeda motor itu. Maman dengan suka rela turun dari sepeda motor yang ia naiki lalu memberikan kunci motor kepadaku. Kami pun berangkat.

Suasana di balai desa cukup kondusif karena FGD sudah dimulai. Beberapa panitia terdiri dari mahasiswa KKN dan perangkat desa masih berjaga di luar untuk mendata daftar hadir peserta FGD. Kedatangan kami bertiga disambut oleh mereka. Setelah tanda tangan pada daftar hadir, kami masuk ke dalam ruang FGD. 

"Pemuda-pemuda di sini masih kesulitan mendapatkan pekerjaan, termasuk anak saya, sehingga program kerja di bidang ekonomi sangat penting untuk dilaksanakan," ujar salah seorang warga bernama Bu Siti. 

"Betul itu, kita perlu membuat lowongan pekerjaan bagi pemuda desa ini, atau membuka usaha-usaha baru yang bisa membangun perekonomian warga," respon Pak Huda. 

Diskusi berlangsung cukup alot karena mereka saling curhat tentang masalah pribadi masing-masing. Pak Galih selaku moderator kemudian mengambil alih. 

"Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, kami memahami bahwa banyak keluhan yang bisa disampaikan di FGD ini, namun agar program kerja yang kita adakah bersama teman-teman mahasiswa KKN bisa berjalan dengan baik, maka kita fokuskan pada permasalahan desa yang sangat urgen dan membawa dampak yang cukup besar bagi kita semua. Jadi, tidak hanya untuk kepentingan perorangan saja," jelas Pak Galih. Beliau kemudian membuka sesi diskusi kembali. 

Setelah berdiskusi dengan beberapa warga, Candra mengemukakan pendapatnya, "Setelah sesi diskusi ini, kami mendapat informasi bahwa ketersediaan sumber air di daerah sini masih kurang. Debit air, terutama ketika musim panas, tidak bisa memenuhi kebutuhan air warga padahal air dibutuhkan untuk memasak maupun untuk makan dan minum hewan ternak. Hal ini dapat mengganggu berlangsungnya ekosistem di daerah ini." Candra mempersilakan Nabil untuk menambahkan penjelasannya.

"Melanjutkan pernyataan Candra, di daerah ini aliran air disalurkan melalui pipa, sehingga agar tetap lancar, perlu adanya optimalisasi pada sumber-sumber air yang ada.  Izin bertanya, sumber air yang ada di daerah ini ada berapa?" ucap Nabil. 

Beberapa warga mengeluarkan catatannya kemudian berdiskusi sejenak. Salah satu dari mereka mengemukakan argumennya.

"Di desa ini sebenarnya ada 4 sumber air, tapi satu dari sumber air tersebut sudah tertimbun tanah sehingga tidak bisa digunakan lagi. Sisa ada 3 sumber air dengan rincian 2 sumber air besar, dan 1 sumber air yang kecil. Namun, kondisi ketiganya cukup memprihatinkan. Banyak vegetasi liar yang menyerap air ketika musim hujan sehingga aliran air di sumber itu terganggu," jelas Pak Sofyan.

Pak Galih menanggapi argumen Pak Sofyan. "Betul sekali, kondisi ketiga sumber air yang tersisa itu memang memprihatinkan padahal keberadaannya sangat penting untuk kelangsungan hidup kita di sini." 

"Melihat kondisi sumber air yang cukup memprihatinkan dan perlu adanya tindakan lebih lanjut, bagaimana jika program kerja yang kita bentuk difokuskan pada pemberdayaan lingkungan, seperti sumber air tersebut," ucap Candra.

"Setuju, sumber-sumber air tersebut memerlukan tindakan perbaikan dan perawatan agar dapat berfungsi dengan baik," tambah Serly. 

"Kami setuju dengan proyek lingkungan hidup ini, pasti dampaknya juga dirasakan oleh banyak orang," Bu Maryam mengungkapkan pendapatnya. 

"Bagaimana peserta yang lain? Apakah setuju dengan program kerja ini?" tanya Pak Galih. 

Seorang laki-laki yang duduk di  samping Pak Galih turut memberikan pendapatnya. "Saya setuju!" ucap beliau.

"Mbah Dukun sudah setuju, jadi apalagi yang kita tunggu, kita harus mendukung program kerja ini dan segera melaksanakannya," ucap Pak Sofyan kepada para peserta FGD. 

Di desa ini, Mbah Dukun adalah seorang tokoh masyarakat yang perannya sangat penting, terutama dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Selain pada kegiatan keagamaan, Mbah Dukun juga turut andil pada kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan  oleh desa, termasuk acara FGD ini. 

Keputusan sudah dibuat dan FGD pertama pun berakhir dengan musyawarah mufakat. Pak Galih meminta perwakilan dari kami untuk ikut melakukan survei lokasi sumber air esok hari bersama perwakilan dari perangkat desa.

Malam hari sebelum tidur, kami melakukan rapat dadakan untuk membahas kelanjutan proker ini. 

"Kita punya dua proker besar yang harus segera dilakukan. Sekretaris, tolong dicatat!" ucap Candra.

"Baik, Ketua!" jawab Sinta sambil membuka buku catatannya.

"Proker pertama adalah sensus penduduk, untuk tahu data penduduk terbaru kita perlu adakan sensus ini. Proker kedua adalah rehabilitasi sumber air. Proker kedua ini kita kerja sama dengan penduduk. Jadi, langsung kita bagi dua kelompok ya. Siapa yang mau gabung ke proker pertama silakan koordinasi sama Serly. Siapa yang mau gabung ke proker kedua, silakan koordinasi sama Maman. 

Kami memilih kelompok berdasarkan proker yang akan dilaksanakan. Dari kedua proker itu, aku memilih proker kedua. 

"Can, kita perlu bantuan Pak Sofyan untuk survei lokasi besok. Beliau kan dari Perhutani. Jadi beliau lebih tahu tentang kondisi sumber air dan bisa bantu kita untuk ambil langkah selanjutnya," ujarku kepada Candra setelah rapat selesai. 

"Mia ada benarnya juga, Can," ucap Maman.

"Ok, aku coba hubungi Pak Sofyan dulu. Semoga beliau bisa bantu kita besok," jawab Candra. 

Pelaksanaan proker hari ini dimulai pagi-pagi sekali. Sepulang orang-orang dari pasar, kami berangkat. Aku dan beberapa teman yang ikut survei hari ini menggunakan transportasi mobil pick up Pak Sofyan. Perjalanan menuju sumber air cukup sulit berupa macadam. Kami juga melewati salah satu pohon besar yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.

"Kita harus menjaga kelestarian lingkungan, tradisi yang ada di masyarakat merupakan salah satu cara untuk menjaga kelestarian itu," ucap Pak Sofyan saat kendaraan kami melewati pohon besar itu.

Setibanya di lokasi, kami langsung melakukan identifikasi vegetasi-vegetasi yang ada di sekitar sumber air sambil membersihkan sumber air dari tumbuhan liar dan sampah. Bersih-bersih sumber air dibantu juga oleh warga sekitar yang tempat tinggalnya di dekat sumber air itu. 

"Kita harus mencari vegetasi-vegetasi yang tidak boros serapan air alias bisa memperkuat serapan air, bukan karakter vegetasi yang menghabiskan air," ujar Pak Sofyan. 

"Baik Pak, temuan-temuan kita ini akan kita diskusikan di FGD berikutnya," ucap Candra. 

Sumber air pertama ini adalah sumber air yang paling besar dari sumber air lainnya. Perlu waktu berjam-jam untuk membersihkannya. Setelah cukup bersih, kami pun meninggalkan sumber air itu. 

Kembalinya kami ke basecamp bersamaan dengan kembalinya teman-teman proker lainnya. Karena lelah dengan proker hari ini, setelah zuhur, kami tertidur hingga sore hari. 

Dua hari berlalu setelah acara FGD pertama. Kami melaksanakan FGD kedua. FGD kedua mendiskusikan kelanjutan proker rehabilitasi sumber air. Candra dan Pak Sofyan menyampaikan temuan-temuan dari survei kemarin. 

"Hasil temuan kami di lapangan menunjukkan bahwa sumber air di kelilingi oleh vegetasi-vegetasi liar dan karakter vegetasi tersebut adalah menghabiskan air serapan, seperti  bambu. Bambu sangat banyak menyerap air sehingga mengurangi debit aliran air ke pipa-pipa warga," ucap Pak Sofyan. Beliau kemudian memberikan kode kepada Candra untuk melanjutkan penjelasannya.

"Berdasarkan informasi dari Pak Sofyan, untuk memperlancar aliran air dari sumber, kita memerlukan vegetasi dengan karakter yang memperkuat serapan air. Kami dan tim sudah melakukan identifikasi terhadap sejumlah vegetasi yang cocok untuk dianam di sekitar sumber air tersebut," jelas Candra. 

"Jadi, langkah selanjutnya yang bisa kita ambil untuk program kerja rehabilitasi sumber air adalah melakukan penanaman vegetasi-vegetasi terpilih itu di sekitar sumber air. Betulkah begitu Pak Sofyan, Mas Candra, dan tim?" tanya Pak Galih.

"Betul, Pak Galih. Kegiatan kita selanjutnya adalah penanaman vegetasi terpilih di sekitar sumber. Kami juga memohon bantuan kepada para warga sekalian untuk melaksanakan kegiatan ini bersama-sama," jawab Candra.

"Kami dari Perhutani juga siap berpartisipasi," ucap Pak Sofyan dengan ramah.

"Baik kalau begitu, kita adakan kegiatan penamanan pohon-pohon itu lusa. Kami akan buat pengumuman resmi agar para warga juga bisa berpartisipasi dalam kegiatan ini," ucap Pak Galih. 

Acara FGD berjalan lancar dan kondusif. Kami kembali ke basecamp untuk beristirahat. 

Malam hari sebelum kegiatan penanaman pohon, Mbah Dukun dan Pak Galih berkunjung ke basecamp. Kami melakukan diskusi lanjutan untuk kesiapan kegiatan besok. Kami kemudian menyampaikan keresahan kami terkait kegiatan penanaman pohon itu. 

"Pak Galih dan Mbah Dukun, mohon maaf sebelumnya kalau kami perlu menyampaikan keresahan kami ini," ucap Maman. 

"Silakan Mas Maman, kami akan mendengarkan dan mencari solusinya bersama," jawab Pak Galih.

Kami sangat senang dan beruntung karena Pak Galih dan Mbah Dukun mau menerima kami dengan baik dan membantu setiap kegiatan kami. 

"Keresahan kami adalah kami takut jika setelah pohon-pohon itu ditanam, ada orang yang mungkin iseng atau yang tidak bertanggung jawab menebang pohon-pohon yang kita tanam nanti," jelas Candra. 

Belum selesai Candra bicara, Mbah Dukun sudah memberikan jawaban dari keresahan kami."Tenang saja, kita pingit saja pohon-pohon itu supaya tidak ada yang berani menebang atau merusak pohon-pohon itu. Untuk urusan ini, biar saya yang atur," ucap Mbah Dukun dengan tenang dan santai. Kami yang mendengarkan jawaban dari Mbah Dukun juga ikut tenang. 

Esok harinya, kegiatan penanaman pohon di sekitar sumber air dimulai. Antusias warga sekitar tidak perlu diragukan, mereka datang dengan sukarela membawa peralatan menanam pohon. Mbah Dukun membuka kegiatan itu dengan doa. Kemudian dilanjutkan dengan penanaman pohon bersama. 

"Pohon-pohon ini akan jadi pohon yang dipingit, jadi siapapun tidak boleh mendekatinya dengan niat yang buruk, apalagi sampai merusak atau menebangnya," ucap Mbah Dukun. 

"Iya Mbah," jawab para  warga dan teman-teman KKN.

Penanaman pohon di sekitar sumber air pertama telah selesai. Kegiatan berakhir tepat saat zuhur tiba. Kami beristirahat sejenak sebelum pergi meninggalkan sumber air. 

Pak Galih dan Mbah Dukun menghampiriku, Candra, Maman, Fauzan, dan Nabil saat kami sedang memakan bekal yang kami bawa dari basecamp. 

"Monggo, Pak!" ucapku menawarkan makanan yang kami bawa.

"Terima kasih, monggo dilanjut," ucap Pak Galih. 

"Oh ya, besok malam, ada peringatan Karo di balai desa, kalian mau ikut?" ajak Pak Galih.

"Kita boleh ikut, Pak?" tanya Nabil.

"Tentu, kalian adalah tamu kami, jadi kalian juga harus datang di acara peringatan Karo nanti," ucap Pak Galih.

"Pasti kami akan datang!" jawab Fauzan dengan semangat.

"Beri tahu teman-teman  yang lain untuk datang ya," kata Pak Galih. 

Kami berlima pun melakukan gerakan 'yes' dan 'toss' setelah mendapat undangan langsung dari Pak Galih untuk menghadiri peringatan upacara Karo. Upacara Karo merupakan upacara rutin yang diselenggarakan oleh masyarakat Tengger. Upacara KAro adalah salah satu hari raya bagi mereka. Pelasanaan upacara Karo dimulai dua bulan setelah upacara Kasada. Kami sangat senang telah diterima dengan baik di desa ini. Mereka dengan tulus membantu kami melaksanakan proker-proker kami di sini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun