Mohon tunggu...
Wira Krida
Wira Krida Mohon Tunggu... Apoteker - Praktisi Komunikasi dan Farmasi

Saya praktisi farmasi industri yang memiliki minat mendalam dalam berbagai aspek komunikasi. Sebagai seorang profesional di bidang farmasi industri, saya telah mengembangkan keahlian di sektor ini melalui pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus. Tidak hanya fokus pada pengembangan teknis dan operasional di industri farmasi, tetapi juga memahami pentingnya komunikasi dalam mendukung dan memperkuat keberhasilan organisasi. Dalam rangka memperluas pengetahuan di luar farmasi, saya memutuskan untuk menempuh pendidikan di bidang komunikasi. Saya meraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina pada tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen saya untuk memperdalam pemahaman tentang komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi digital, dua bidang yang semakin penting di era globalisasi dan transformasi digital. Saat ini, Saya sedang melanjutkan studi di bidang ilmu komunikasi di Universitas Sahid. Melalui studi ini, saya berharap dapat menggabungkan pengetahuan di sektor farmasi dengan pemahaman yang lebih luas tentang komunikasi, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam pengembangan industri farmasi, baik dari segi operasional maupun strategi komunikasi. Bidang minat utama saya meliputi farmasi industri, komunikasi organisasi, serta komunikasi digital, yang menjadi fokus utama untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menggugat Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Kenaikan Gaji Tak Cukup Mendorong Daya Beli

1 Desember 2024   20:39 Diperbarui: 3 Desember 2024   18:49 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kenaikan PPN 12 persen. (Sumber: THINKSTOCKS/SAPUNKELE via kompas.com)

Mengapa Kita Harus Menggugat Keras PPN 12%?

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% bukan sekadar penyesuaian tarif pajak, tetapi cerminan dari kebijakan ekonomi yang berpotensi memperlebar jurang ketimpangan sosial di Indonesia. 

Dalam sistem pajak regresif seperti PPN, beban kenaikan lebih banyak ditanggung oleh masyarakat kelas bawah, yang sebagian besar pendapatannya habis untuk kebutuhan konsumsi. 

Jika kebijakan ini diterapkan tanpa mitigasi yang memadai, dampaknya akan sangat merugikan kelompok rentan dan bertentangan dengan semangat keadilan sosial yang menjadi dasar konstitusi negara.

Beban Lebih Besar bagi Rakyat Kecil: PPN bersifat regresif, sehingga kelas bawah menanggung persentase beban yang lebih besar dari pendapatan mereka dibandingkan kelas atas. 

Kenaikan menjadi 12% akan meningkatkan harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan, dan transportasi. Hal ini akan semakin menekan daya beli rakyat kelas menengah dan miskin, yang sudah berada di ambang kesulitan.

Tidak Sejalan dengan Semangat Ekonomi Keadilan: Prinsip ekonomi yang diamanatkan oleh UUD 1945 menuntut agar kebijakan ekonomi menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. 

Kenaikan PPN bertolak belakang dengan tujuan ini karena tidak memandang perbedaan kemampuan membayar antara kelompok masyarakat.

Ketergantungan pada Kapitalisme Pasar: Kebijakan ini mencerminkan orientasi pemerintah yang terlalu bergantung pada logika kapitalisme pasar. 

Alih-alih mencari solusi progresif, pemerintah memilih cara instan untuk meningkatkan pendapatan negara, tanpa mempertimbangkan dampak sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun