Tragedi di Subang seharusnya menjadi peringatan keras bahwa sekolah tidak boleh hanya menjadi tempat belajar akademik, tetapi juga rumah kedua yang membangun moral dan jiwa siswa. Jika tidak, kasus serupa akan terus terjadi, merusak masa depan generasi kita.
Mengatasi Akar masalah
Semboyan "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" menggarisbawahi pentingnya peran guru dan sekolah dalam menjadi teladan, membangun semangat kolektif, dan mendukung siswa. Untuk mengatasi perundungan, sekolah harus berfungsi sebagai ruang aman yang menanamkan nilai empati, saling menghormati, dan toleransi sejak dini. Perundungan sering kali berakar pada ketidakseimbangan kekuasaan dan kurangnya pengawasan, sehingga diperlukan pembenahan sistem untuk menciptakan hubungan setara antar siswa.
Membangun Jiwa yang Merdeka
Ki Hajar Dewantara selalu menekankan pentingnya mendidik anak menjadi individu yang berjiwa merdeka, yaitu mampu berpikir mandiri, bertanggung jawab, dan berempati terhadap orang lain. Jiwa yang merdeka adalah lawan dari sifat agresif yang sering menjadi akar perilaku perundungan. Sekolah dapat menerapkan pendidikan berbasis karakter, mengintegrasikan nilai-nilai kebaikan dalam kurikulum, dan melibatkan siswa dalam kegiatan yang menumbuhkan solidaritas serta rasa saling menghargai.
Kampanye Masif Menolak kekerasan di Sekolah
Semboyan Ki Hajar Dewantara, "Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah," mengandung pesan penting bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Dalam konteks ini, kampanye masif untuk menolak segala bentuk kekerasan di sekolah harus melibatkan semua pihak guru, siswa, orang tua, hingga masyarakat. Program anti-perundungan bisa diwujudkan melalui forum diskusi, teater pendidikan, pentas seni sekolah, media sekolah atau media digital untuk membangun kesadaran kolektif.
Peran Orang Tua dan Komunitas
Orang tua memiliki peran sentral dalam membangun karakter anak di rumah, sesuai dengan nasihat Ki Hajar Dewantara bahwa rumah adalah sekolah pertama. Pendidikan nilai-nilai moral dan kasih sayang di keluarga menjadi tameng utama anak dari pengaruh buruk di luar. Di sisi lain, komunitas juga harus dilibatkan sebagai mitra sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan suportif bagi anak-anak. Kerja sama ini bisa berupa pelatihan pencegahan perundungan, pelaporan kasus secara cepat, dan pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan budaya tanpa kekerasan.
Dengan menghidupkan kembali ajaran Ki Hajar Dewantara, kita bisa menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter yang kuat dan jiwa yang merdeka, sebagai solusi jangka panjang untuk menghapus perundungan di sekolah.
Langkah Konkret Mencegah Perundungan Berdasarkan Pemikiran Ki Hajar Dewantara