Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gayo, Surga Kopi Dunia di Mana Teori Relativitas Einstein Menemukan Pembuktiannya

15 Februari 2016   13:10 Diperbarui: 15 Februari 2016   13:40 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ergebnisse der Potsdamer Expedition zur Beobachtung der Sonnenfinsternis von 1929, Mai 9, in Takengon (Nordsumatra). 5. Mitteilung. Über die Ablenkung des LIchtes im Schwerefeld der Sonne. Mit 13 Abbildungen. (Eingegangen am 25. Juli 1931) dikutip dari situs researchgate.

Menjelang peristiwa Gerhana Matahari Total yang akan hadir di Indonesia pada tanggal 9 Maret 2016 nanti. Menarik untuk mengetahui sebuah sejarah besar yang terkait dengan Indonesia dan terutama Gayo yang selama ini sudah dikenal orang sebagai Surganya Kopi dalam kaitannya dengan Gerhana Matahari Total.

Sejarah ini terkait dengan satu sosok terbesar yang pernah dilahirkan di dunia Sains, Albert Einstein. Penemu Teori Relativitas yang dengan penemuannya ilmuwan berhasil membuat Bom Atom yang meluluh lantakkan Nagasaki dan Hiroshima.

Lalu, apa hubungan kisah ini dengan Gayo? Begini ceritanya.

Pada bulan November 1915 di Aula Perpustakaan Negara Prusia, di depan anggota Akademi Sains Prusia yang terletak tepat di jantung kota Berlin. Lewat rangkaian empat ceramahnya, Albert Einstein mengumumkan lahirnya teori relativitas umum. Hal yang kemudian menjadi bahasan paling panas sekaligus menjadi terobosan terbesar di dunia sains abad ke 20.
Apa yang disampaikan Einstein ini adalah sebuah teori yang bisa menjelaskan perilaku benda-benda langit mulai dari Matahari hingga galaksi dan benda-benda langit yang aneh mulai dari bintang kate putih bahkan lubang hitam (Black Hole) yang misterius.

Einstein memulai gagasannya dari teori relativitas khusus yang dia kemukakan pada tahun 1905 dan mencapai puncaknya pada peristiwa di di aula perpustakaan negara Prusia di atas. Melalui serangkaian persamaan matematis yang rumit. Einstein menunjukkan kepada khalayak bahwa jagat raya kita ini sebenarnya berdimensi empat: tiga dimensi terkait ruang dan satu dimensi terkait waktu. Bukan hanya tiga sebagaimana yang selama ini kita pahami dan sesuai dengan hukum fisika klasik Newton.

Tapi sebagai gagasan baru, teori relativitas Einstein terdengar kontroversial karena seolah bertentangan dengan hukum klasik fisika Newton yang berbasis realitas dimensi tiga yang sudah mapan berabad-abad.

Menurut Einstein, keempatnya membentuk entitas yang disebut ruang-waktu. Keberadaan entitas ini membuat seberkas cahaya yang berdasarkan hukum fisika klasik merambat lurus, menurut Einstein tak lagi merambat lurus kala melintas di dekat benda langit massif menghuni salah satu sudut ruang-waktu yang bentuknya melengkung . Bahkan cahaya pun akan melengkung ketika melewati entitas ini. Kelengkungan ini dapat dilihat dengan jelas pada saat terjadinya peristiwa Gerhana Matahari Total.

Pembelokan cahaya yang dikemukakan Einstein ini pertama kali berhasil diamati dalam Gerhana Matahari Total 29 Mei 1919 oleh tim pengamat dari observatorium Greenwich (Inggris) yang dipimpin Arthur Eddington. Tapi karena Gerhana Matahari Total adalah sebuah peristiwa langka dan ketika peristiwa langka itu terjadi pun cuaca tak selalu bagus. Padahal sebagai salah satu prasyarat sebuah kesimpulan ilmiah dapat diterima adalah pengamatan itu dapat diulang dengan hasil yang sama. Akibat kesulitan itu sampai 10 tahun setelah peristiwa di Greenwich itu hanya ada dua pembuktian-ulang yang hasilnya kurang meyakinkan.

Erwin Finlay-Freundlich, fisikawan muda yang lair pada tanggal 29 Mei 1885 di Biebrich, Jerman yang merupakan tangan kanan Einstein adalah salah seorang yang paling getol untuk membuktikan teori relativitas Einstein.

Finlay-Freundlich telah mencoba membuktikan itu pada tanggal 10 Oktober 1912 pada peristiwa Gerhana Matahari Total di Brazil. Bahkan ketika perang dunia pertama sedang berkecamuk Erwin Finlay-Freundlich nekat pergi ke Crimea yang sedang berperang dengan jerman karena di sana akan terjadi Gerhana Matahari Total. Tapi kedua pengamatan itu hasilnya tidak memuaskan.

Di Isak, ketika saya masih berumur 5 tahun. Almarhum Tgk. Ashaluddin kakek saya pernah bercerita. Dulu ketika beliau sudah berusia remaja. Di kampung kami di Kute Rayang yang berbatasan dengan hutan, terjadi peristiwa alam yang menggemparkan. Siang berlangsung begitu singkat, ketika matahari sedang bersinar terang alam tiba-tiba berubah gelap. Harimau yang malam hari biasa masuk ke kampung mulai datang mencari mangsa. Sanak kerabat kami ketakutan karena mengira dunia segera kiamat. Tapi ketika semua berubah menjadi gelap ternyata malam tidak berlangsung lama, cuaca kembali terang. Harimau yang sudah keburu masuk ke kampung, bingung, blingsatan dan dengan panik berlarian kembali ke hutan. Sebagaimana orang zaman dahulu, mereka tentu tidak pernah mencatat tanggal terjadinya peristiwa itu.

Banyak kerabat kami yang sampai meninggalnya tidak pernah memahami kalau peristiwa yang mereka alami saat itu sebenarnya adalah peristiwa Gerhana Matahari Total yang terjadi pada tanggal 9 Mei 1929.

Hal yang bahkan tidak diketahui oleh almarhum kakek saya adalah pada tahun itu dibanding di semua wilayah di planet bumi yang terpapar Gerhana Matahari Total, di Gayo lah fenomena itu terjadi paling sempurna.

Bertahun-tahun sebelumnya, ketika sanak kerabat saya di Kute Rayang sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Ke sawah dan melepaskan kerbau di pagi hari. Di Eropa, Erwin Finlay-Freundlich sedang menyiapkan rencana untuk berpergian ke Tanoh Gayo.
Pagi 9 Mei 1929 ketika almarhum kakek dan kerabat saya pulang mandi dari Sungai di Isak sana. Di Takengen, di kota terbesar Gayo yang terletak tepat di tepi danau Lut Tawar (kemungkinan besar di Buntul Kubu) Finlay-Freundlich sedang sibuk menyiapkan teleskop dan segala peralatan pendukungnya.

Saat suasana mulai temaram seperti ketika matahari akan mulai tenggelam. Ketika Harimau dari hutan sedang mengendap-endap hendak masuk ke Kute Rayang. Di Takengen, tangan kanan Einstein ini sedang menunggu dengan jantung berdebar memfokuskan peralatannya ke arah matahari yang sebentar lagi akan mengalami Gerhana Total.

Ketika alam tiba-tiba menjadi gelap, ketika sanak kerabat saya di Kute Rayang sedang bertasbih, bertahmid dan bertakbir dan beristighfar karena mengira dunia sudah kiamat. Di Takengen, Erwin Finlay-Freundlich dalam waktu paparan hanya antara 14 hingga 90 detik dengan luas cakupan foto antara 3 x 3 derajat hingga 7,5 x 7,5 derajat berhasil mengambil Tujuh buah lempeng foto Gerhana Matahari Total paling presisi yang pernah ada sepanjang sejarah.

Dan hasilnya Teori Relativitas Einstein benar. Matahari ternyata memang melengkungkan ruang-waktu disekitarnya sedemikian rupa sehingga bahkan seberkas cahaya pun tidak bisa memilih selain bergerak dalam lengkungan kosmos tersebut.

Ketika alam kembali benderang, ketika sanak saudara saya di Kute Rayang bernafas lega, ketika para Harimau yang bingung dan blingsatan lari kocar-kacir ke dalam hutan. Erwin Finlay-Freundlich berangkat ke kantor telegram, mengirimkan berita ke Eropa,melaporkan hasil pengamatannya. Lalu esok paginya seluruh dunia pun gempar.

Selanjutnya, hasil pengamatan di Takengen ini pun menjadi catatan penting menjadi bahan diskusi para ilmuwan paling hebat di kolong langit dan dibahas berulang-ulang.

Salah satu hasil bahasan itu adalah kalimat berbahasa Jerman yang saya post di awal tulisan ini. Yang artinya kurang lebih seperti ini.

Hasil ekspedisi Potsdam untuk mengamati gerhana matahari pada tanggal 9 Mei 1929, di Takengen (Bagian Utara Sumatera). 5. Komunikasi. Tentang pembelokan cahaya di medan gravitasi matahari. Dengan 13 ilustrasi. (Diterima 25 Juli 1931)

Peristiwa yang terjadi di pada 87 tahun silam ini adalah sebuah sejarah dahsyat yang menimbulkan kegemparan besar di dunia sains. Tapi entah mengapa sampai saat ini kami di Gayo belum banyak mengetahui kegemparan yang pernah tercipta di tanah tumpah darah kami.

Apakah pemerintah Aceh tidak mengetahuinya juga?. Atau sebenarnya mereka mengetahuinya tapi seperti biasa mereka tidak ingin nama Gayo lebih besar dikenal orang dibanding nama mereka, seperti tari Saman yang berbahasa Gayo dan ditarikan oleh laki-laki yang selama ini mereka palsukan dengan memperkenalkan tari yang ditarikan perempuan sampai kebenaran akhirnya terbuka ketika UNESCO datang melakukan sendiri penyelidikan. Atau seperti Kopi Gayo yang seperti sengaja disembunyikan dan Kopi Ulee Kareng yang dibesar-besarkan, atau seperti atlet Karate Gayo yang tidak mereka terima di kontingen Aceh yang akhirnya meraih Emas PON bersama Riau?

Entahlah, kami hanya bisa menduga. Yang jelas sekarang di zaman internet ini. Cukup membuka Google dan mengetikkan kata kunci ‘Einstein Takengon’ belasan artikel ilmiah dari berbagai Universitas dan lembaga pengetahuan terkemuka di dunia akan menampilkan cerita tentang sejarah yang tercipta di Tanoh Tembuni kita nyaris seabad silam itu dalam berbagai bahasa.

Sebenarnya sayang sekali kalau sejarah dahsyat yang terjadi di Gayo ini tidak kita manfaatkan untuk promosi pariwisata. Karena di belahan dunia lain, sejarah ecek-ecek pun bisa diolah orang menjadi sebuah promosi yang luar biasa.

Contohnya, sebulan lalu anak dan istri saya berkunjung ke Pulau Nami di Korea. Mereka tertarik berkunjung ke sana karena nama pulau itu persis dengan nama anak bungsu saya yang juga ikut. Apa yang membuat pulau itu jadi tujuan wisata. Itu adalah sejarah tentang kisah tentang Nami yang dihukum mati di pulau itu. Tapi belakangan terbukti, keputusan itu salah. Karena itulah pulau itu dinamakan dengan namanya. Dengan menjual cerita itu, masyarakat datang berbondong-bondong. Hanya sejarah seperti itu bisa dijual.

Nah sementara kita di Gayo, bayangkan untuk mengenang sejarah pembuktian Teori Relativitas Einstein, di Buntul Kubu dibangun sebuah Observatorium seperti di Lembang. Lalu di gerbangnya dengan latar belakang pemandangan Bur Gayo dan Danau Lut Tawar ditulis besar-besar “Selamat Datang di Gayo, Surga Kopi, di mana Teori Relativitas Einstein Menemukan Pembuktiannya”. betapa dahsyatnya.

Tapi tentu saja ini cuma mimpi di siang bolong. Meski uang APBA belasan trilyun tiap tahunnya yang dengan seujung kukunya pun cukup untuk membangun satu Observatorium sekelas Bosscha di Buntul Kubu. Kita harus sadar, di Provinsi ini Gayo mendapat perlakuan setara hanya sebatas retorika.

Seperti hasil penemuan Kerangka di Mendale yang menggemparkan dunia ilmiah yang tidak mendapat perhatian apapun dari provinsi. Kali inipun kita harus rela, terbukanya sejarah besar yang terjadi di Tanoh Tembuni ini hanya akan berhenti sampai sisu-sisu sesama orang Gayo saja.

Mau tidak mau, terima atau tidak terima kita harus sadar, kalau Takengen bukanlah Sigli atau Lho’nga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun