Mohon tunggu...
Winra Wahyudi Sianturi
Winra Wahyudi Sianturi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Dakwah Dan Peninggalan Peradaban Islam Nusantara Di Barus

28 Mei 2023   09:23 Diperbarui: 29 Mei 2023   11:48 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Barus adalah salah satu bekas kota tua. Barus adalah sebuah kota kecamatan, yang termasuk dalam jurisdiksi Kabupaten Tapanuli Tengah di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kabupaten Tapanuli tengah yang beribukota di Kota Pandan yang terletak persis di sisi pantai yang indah di sebelah barat menghadap Samudra Hindia (Indian Ocean). Kota Barus sebagai kota Emporiun dan pusat peradaban pada abab 1-17 Masehi, yang disebut juga dengan nama lain, yaitu Fansur (Saleh, 2020).

Sejak zaman prasejarah, Perdagangan sudah digunakan sebagai jalan Dakwah di Indonesia. Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan Dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan masyarakat dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. 

Sejarah dakwah membawa Islam ke Indonesia melalui pelayaran di lautan. Sejarah Islam di Indonesia perlu dipahami dan dimaknai oleh setiap masyarakat nusantara agar dapat belajar dari perjuangan dakwah pada masa lampau (Aziz, 2004 dan Permana, http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/3._SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KE-INDONESIA_.pdf).

Menurut J. C Van Leur berdasarkan berbagai cerita perjalanan, dapat diperkirkan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di Barat Laut Sumatera yaitu Barus. Melalui peninggalan sejarah di Kota Barus tentu tidak lepas dari kehidupan manusia sebagai objek dakwah, dan individual membutuhkan suatu kehidupan yang berpedoman pada Alquran dan Al-Hadits.

Para syekh atau ulama yang ada di Barus meninggalkan corak yang sangat unik dan dapat dipahami. Mereka pernah membumikan ajaran aqidah dan berdakwah mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah SWT (memeluk agama Islam), (Aziz,1993). Peneliti berpandangan bahwa perkembangan Islam melalui tulisan ini akan mengungkapkan jejak peninggalan Islam di Barus dan perkembang dakwahnya.

Menariknya, Joko Widodo meresmikan Kota Barus Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara sebagai Titik Nol Islam Nusantara di Indonesia. Literatur sejarah banyak menyebutkan bahwa Islam di Indonesia pertama kali hadir di Barus. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan pemakaman Mahligai di Barus pada abad ke-7. Kota Barus yang banyak meningalkan corak sebuah identitas kultural bila berhasil diteliti jejak sejarahnya dapat dijadikan dasar bagi pengemban suatu wilayah atau negara (Nugroho, http://m.detik.com/news/berita dan Nurwicaksono, 2013).

Keputusan yang menetapkan Kota Barus Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi sebagai Titik Nol Islam Nusantara ternyata menimbulkan beberapa polemik dari sejarawan dan masyarakat tertentu. Selama ini yang diketahui masyarakat bahwa kota Aceh yang merupakan Islam pertama di Nusantara.

Para akademisi pun ikut meragukan penetepan Islam Nusantara di Kota Barus atau Kota Aceh. Karena sejak lama, pembelajaran sejarah menempatkan Kerajaan Samudrai Pasai di Kota Aceh Darussalam sebagai pusat penyebaran pertama Islam. Perdebatan antara masuknya Islam ke Nusantara ini menjadikan penulis membuat jurnal ini untuk menggali sejarah Islam dan perkembangan dakwah di Kota Barus. Dalam tulisan ini penulis akan menguraikan dari jejak peradaban Islam sampai dengan dinamika dakwah yang terdapat di Kota Barus untuk mengetahui asal Islam pertama Nusantara.

PEMBAHASAN

1. Jejak Dakwah Islam Nusantara di Barus

Barus merupakan sebuah kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Barus berada di Pantai Barat Sumatra dengan ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan laut. Wilayah Barus Raya terdiri atas: Barus Kota, Barus Timur, Barus Utara, Barus Barat, dan Barus Selatan. Memiliki penduduk yang heterogen, mulai dari suku batak, minang, jawa, dan lainnya. 

Masyarakat membangun ekonominya melalui berbagai mata pencarian, yakni sebagai petani, nelayan, pegawai pemerintahan, wiraswasta dan lainnya. Agama yang di anut oleh masyarakat Barus yang diakui dunia ada 3 yaitu Islam, Kristen, dan Kristen Khatolik. Walaupun keberagaman agama yang terdapat di Barus masyarakatnya tetap saling menghargai, saling memahami, saling bergantung satu sama lain, dan terlihat harmonis.

2. Perkembangan Dakwah di Barus

Prinsip dakwah yakni keharusan mengajak kepada jalan Allah SWT, meskipun dakwah telah memilih konotasi sebagai pemahaman, gerakan dan pengorganisasian dalam menyampaikan pesan-pesan Islam dalam prakteknya tak semudah yang dipikirkan. Oleh karena itu perlu penegasan lebih lanjut mengenai pertimbangan-pertimbangan psikologis maupun sosiologis da'i dan mad'u. 

Secara psikis, nurani tindakan berdakwah merupakan panggilan bagi setiap orang yang beriman dan berilmu (da'i) sesuai kecakapannya masing-masing. Sementara bagi mad'u harus mengikuti seruan-seruan tersebut. Hal ini mesti tertanam dalam batin orang beriman. Kekukatan dan keyakinan akan dakwah islam sebagai imlementasi iman dak aktivitasi saleh akan teraktialisasi melalui aktivitas-aktivitas kesehariannya (Aripudin, 2012).

Islam memiliki kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan bagi semua warga negara tanpa diskriminasi. Secara umum konsep Islam dilandaskan pada etika dan moralitas. Peran dakwah kontemporer sangat mempertimbangkan suatu kewajiban kebijakan Islam di waktu Barus berkomunikasi melalui laut dan kapal-kapal berlabuh untuk mengangkut hasil-hasil dari seluruh daerah Barus (Rahmat, dkk, 2018).

Dakwah itu dibagi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yang dimaksud adalah agar manusia mematuhi ajaran Allah SWT dan Rasulnya dalam kehidupan keseharian. Sehingga tercipta manusia yang berakhlak mulia, dan tercapainya individu yang baik (khoiru al-fardiyah), keluarga yang sakinah/harmonis (khoiru al-usrah), komunitas yang tangguh (khoirul al-jama'ah), masyarakat madani (khoiru al-ummah).

Pada akhirnya akan membentuk bangsa yang sejahtera dan maju (khoiru albaldah) atau dalam istilah yang disebut dalam Alquran yaitu: Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Ini lah yang membuat pada masa lalu Syekh Mahmud mengajarkan agama Islam ke Kota Barus memalui perdagangan dan menyebarkan islam ke Barus dan mengajarkan alquran pada masyarakat setempat (Hakim, 2019).

Da'I merupakan subyek dakwah yang dipilih langsung oleh Allah juga subyek (perintah berdakwah) itu ditunjukkan kepada seluruh umat beriman. Untuk itu, dapat ditegaskan bahwa subyek dakwah adalah mencakup setiap muslim dari seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, laki-laki perempuan dengan tingkat kemampuan masing-masing kapan dan dimanapun mereka berada. dipahami bahwa subyek dakwah adalah setiap muslim perempuan dan laki-laki baligh dan berakal 'tanpa syarat' ulama atau cendikiawan muslim. 

Karena kewajiban berdakwah seperti telah dijelaskan dalam hukum dakwah, sudah merupakan beban atau tuntunan atau setiap muslim seluruhnya.Namun, perlu disadari bahwa inti dari pelaksana dakwah (subyek) adalah bagaimana upaya da'i bagaimana masyrakat mengerjakan amal yang baik dan meninggalkan yang buruk (Salamadanis, 2002).

Namun, dai di Kota Barus sangatlah kurang hal ini karena kurangnya pendakwah membuat kejayaan Islam di Kota Barus mengalami kemunduran, pengajian juga jarang dilakukan dan pergaulan remaja juga campur baur. Para masyarakat Barus perlu perubahan secara agama Islam agar perkembangan dakwah tetap ada. Pentingnya dakwah islamiyyah agar masyarakat dapat menerima dakwah dengan lapang dada, tulus dan ikhlas maka penyampaian dakwah harus melihat situasi dan kondisi masyarakat.

Mengenai masuknya Islam ke Indonesia ada suatu kajian yakni seminar ilmiah yang diselenggarakan pada tahun 1963 di Kota Medan, yang menghasilkan beberapa hal sebagai berikut:

  • Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1H/7 M langsung dari Arab.
  • Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah Pesisir Sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.
  • Para dai pertama mayoritas adalah para pedagang. Pada saat itu disebarkan secara damai. (Al-Usairy, 2003).

Berdasarkan pendapatkan tersebut peneliti mencari tau sebab Kerajaan Silam berada di Aceh namun ajaran Islam itu sendiri belum ada kepastian didalamnya. Pendapat lain masuk dan tersebarnya agama Islam didaerah Pesisir Sumatera Utara, sangat mungkin sudah didahului oleh singgahnya para pedagang muslim memasuki wilayah ini sejak abad ke-7 dan ke-8. Selanjutnya, daerah lain yang juga disinggahi oleh pedagang muslim adalah Perlak sebagai mana dicatat oleh Marcopolo seorang musafir dari Vanesia (Muhsin, 2018).

Dalam berbagai sumber menyebutkan bahwa Islam sebelum didakwahkan ke Aceh mula-mula datang menepak di Barus yang juga wilayah yang juga pernah menjadi kekuasaan Aceh. Hanya saja perlu dinyatakan bahwa Barus tidak pernah menjadi kerajaan Islam apalagi sebuah kekuatan politik Islam. Hanya ada dua kerajaan Islam pada awalnya, yakni Peureulak dan Pasai, selanjutnya Aceh Darussalam. Proses pencarian samudra untuk mewujudkan perintah seperti yang dimaksud Nabi SAW dalam mengembangkan dakwah menjadi tujuan utama dan mereka singgah di beberapa tempat.

Informasi adanya kunjungan Barus secara langsung oleh pedagang Cina masa lampau dan India mencari dammar atau kapur barus yang paling tinggi mutunya. Sekitar abad 10 ada bukti menimbulkan kesan bahwa pedangang dari Timur Tangah mendatangi langsung Barus dan mencari dammar (kapur Barus) tersebut (Muhsin, 2018 dan Drakard, 2003).

Pada pertengahan abad ke-8 M, Syarif Mekkah di zaman Khalifah Harun al-Rasyid bertitah dan menyiapkan sebuah kapal dari Jeddah yang dinahkodahi oleh Syekh Ismail bersama dengan Fakhri Muhammad (pernah menjabat sebagai Raja di Malbar) untuk menyiarakan Islam di Samudra. Kapal yang disiapkan tersebut dimaksudkan mula-mula singgah di Fansuri Barus.

Syekh Ismail dan rombongan turun kedaratan beberapa saat. Kemudian, mereka menemukan beberapa orang untuk didakwahi disana serta meminta sekaligus mengajarkan mereka untuk membaca Alquran. Setelah dakwahnya selesai di wilayah Barus, Syekh Ismail meneruskan perjalanan mencari Samudra, tetapi mereka singgah terlebih dahulu di Bandar Peureulak Aceh.

3. Penerapan Barus sebagai Lokasi Penyebaran Islam Pertama di Indonesia

Penetapan berangkat dari peresmian Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo. Atas dasar kajian yang intensif dan permintaan masyarakat, Presiden menetapkan dan meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara. Menurut Hendri Susanto Tobing, Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, pemerintah daerah menyiapkan kehadiran Presiden Jokowi untuk meresmikan titik nol menjadi peradaban penyebaran agama (bukan hanya Islam) di seluruh Indonesia yang dimulai dari kota Barus.

Dijelaskan pada sejarah bahwa penyebaran agama-agama di Indonesia, terutama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha dimulai dari Barus. Khusus untuk muslim, sebagai bukti penyebaran Islam adalah Situs Mahligai dan Situs Papan Tinggi yang menyebarkan Islam kira-kira pada abad ke-5 M. Diikuti perkembangan selanjutnya yang masuk melalui Timur Tengah melalui kabupaten Tapanuli Tengah ke suluruh Nusantara. Keterangan dan sekaligus argumentasi penetapan titik nol Islam di Barus.

Menurut satu keterangan, proses masuknya Islam di Barus khususnya, Sumatera, dan Nusantara pada umumnya terkait erat dan diawali dari perjalanan oleh para pedagang Arab yang singgah di Barus.  Peristiwa tersebut sudah dimulai sejak zaman Nabi Muahammad SAW, yaitu orang pedagang Arab yang pergi berdagang ke Cina Tiongkok dan mereka kebanyakan singgah di Bandar Barus terlebih dahulu. Contohnya kisah seorang pedagang Arab yang bernama Wahab bin Abu Kasbah dan rombongannya. Ingin melakukan perdagangan ke Cina dan mereka singgah di pulau Morsala, yang letaknya di pantai Sibolga kota madya yang ada di kabupaten Tapanuli Tengah.

Keterangan lain juga menyatakan, yaitu dari Kitab Sejarah Melayu, yang menyebutkan bahwa Syekh Ismail yang berasal dari Mekkah, Khilafahnya di Madinah ingin menuju Samudera Pasai, tetapi tidak tahu persis kawasan tujuannya. Ia memilih untuk singgah terlebih dahulu di Bandar Barus dan memperkenalkan Islam kepada masyarakat Barus tersebut. 

Kemudian setelah itu, ia melanjutkan ke Pasai untuk menyebarkan Islam disana. Dari keterangan terakhir memberi tahu bahwa Barus merupakan wilayah yang mula-mula menerima Islam, tetapi umat Islam di sana tidak menghasilkan atau tidak membentuk sebuah kekuasaan atau kerajaan Islam sebagai kekuatan politiknya, tetapi masyarakat Islam di Peureulak lah yang sukses mencapai kekuatan politik Islam pertama di Nusantara (Drakard, 2003).

4. Jejak Peniggalan Peradaban Islam di Barus

  • Prasasti Makam Mahligia

Kompleks Makam Mahlligai terletak disekitar Km 5, dari kecamatan Barus Utara, lebih tepatnya di Desa Aek Dakka. Komplek merupakan pemakaman terbesar bila dibandingkan dengan yang lainnya. Luasnya sekitar 3 hektar dan sekitarnya terdapat perkebunan karet. Komplek makam ini terletak di perbukitan. Nama makam Mahligai berasal dari kata "Mahligai" yang artinya sama dengan istana kecil pada zaman dahulu. Kemudian disebutlah kompleks ini sebagai "Makam Mahligai" (Pasaribu, Dokumen Tapanuli Tengah).

Batu nisan yang ada di Makam Mahligai memiliki bentuk cukup beragam dan variatif, ini hamper sama dengan yang ditemukan pada makam-makam lain di wilayah Barus. Variasi bentuk nisan yang ada di Makam Mahligai dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe, yaitu:

a. Bentuk pilar/tiang bersisi delapan atau oktagonal dengan motif hias utama bunga Teratai, motif bunga, dan kaligrafi Arab. Jenis batu semacam ini mempunyai mahkota yang bentuknya seperti bunga Teratai.

b. Batu nisan tiang silinder di mana puncak atau mahkotanya berbentuk Teratai. Jenisnya polos, tetapi sebagian di antaranya berhiaskan motif kerawangan bertema sulur-sulur yang dikombinasikan dengan motif geometri.

c. Bentuk nisan pipih bagian atas dipotong dengan lengkung-lengkung kecil, dengan kesan bergerigi.

d. Bentuk nisan berupa potongan papan batu yang pipih dengan bagian atasnya melengkung, seperti bentuk lunas kapal atau lengkung gaya Persia. Motif hiasnya bertema tumbuh-tumbuhan dan bunga dipahat dengan rancangan tertentu (Hakim, 2019).

Masyarakat sekitar meyakini bahwa makam tersebutlah, para pedagang dari Arab yang menyebarkan Islam di Barus dan menjalin perdagangan antara pribumi hingga kebagian Samudrai Pasai. Makam sebagai historis bahwa Islam pernah ada di Kota Barus pada Abad ke-6 Masehi. Kalimat iman dan syahadat merupakan prasasti yang paling dominan yang ditemukan di Barus karena dimakam Mahligai terdapat kalimat syahadat di Makam Mahligai.

  • Prasasti Makam Tuan Makhdum

Area pemakaman Tuan Makhdum berada di Kecamatan Barus, di Desa Patupangan, di kaki perbukitan yang landau. Bentuk nisannya sama dengan batu nisan di Makam Mahligai. Dibandingkan dengan nisan-nisan di Aceh, maka nisan termasuk dalam tipologi B2 atau tipe G menurut Othman. Pada tipe ini bentuk dasarnya adalah balok empat persegi, bahu cenderung datar atau sedikit ditinggikan, kepala berundak satu atau lebih, hiasan pada bagian kaki dan pinggangnya biasanya geometris dengan bunga disetiap sudutnya. Kaligrafi atau prasasti dipenuhi pada sisi kanan-kiri-atas-bawah, dan tengah nisan (Soedewo, dkk, 1971).

Adapun prasasti yang terdapat pada masing-masing batu nisan adalah sebagai berikut: Pertama, pada nisannya, yang baru bisa dibaca sementara yaitu kalimat la ilaha illallah, Muhammadurrasulullah (Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah) di bagian seluruh sisinya. Kalimat yang sama juga terdapat pada nisan. Kedua, pada nisan prasasti bertuliskan (mlik al-mulki" al-jalli wa alikrm; yang memiliki kekuasaan, memiliki kebesaran dan kemuliaan) sedang pada nisan lain, prasasti bertuliskan (inn fatan laka fatan mubin; sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata) (Hakim 2019).

  • Prasasti Makan Papan Tinggi

Makam ini terletak di atas bukit dengan ketinggian kurang lebih 720 M dia atas permukaan laut. Di atas perbukitan ini terdapat tanah yang datar sekitar 20 x 15 M. Di lokasi tanah inilah terdapat delapan makam, dan hanya satu yang ada inskripsinya berbahasa Arab. Makam ini barangkali terpanjang yang ada di Barus, bahkan mungkin di Indonesia dengan diameter sekitar 8,15 M, dan tinggi nisannya 135 cm. Diperkirakan tokoh yang dimakamkan ini adalah seorang sufi bernama Syekh Mahmud yang tertera dalam inskripsinya (pinem, 2018).

Tidak semua makam diberi tanda batu nisan dan tidak berukirkan batu alam. Bentuk batu nisan menggunakan jenis batuan granit putih berbintik hitam yang menunjukkan batu nisan yang berasal dari Barus. Batu nisan penanda kepala makam berbentuk pipih dengan bagian kepala berupa lingkaran. Sementara batu nisan penanda kaki makam berbentuk pipih dan bagian kepala dipahat bergelombang. Tipologi nisan yang ada di makam ini adalah berbeda dengan nisan yang ada di Aceh. Batu nisan ini lebih bercorak kepada tipe surya majapahit yang ada di Jawa. Bila dilihat dari jenis kaligrafinya, maka inskripsi yang ada pada kompleks makam ini bercorak sulus (Amelia, 2017).

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan mengenai dakwah Islam di Kota Barus yang disebut sebagai pintu masuknya Islam pertama di Indonesia. Barus yang merupakan sebuah wilayah yang mula-mula menerima oleh datangnya Islam. Setelah itu, menuju ke wilayah lain, seperti ke peureulak dan Pasai. Walaupun Kota Barus sebuah wilayah yang mula-mula menerima datangnya Islam. Akan tetapi, umat Islam di Kota Barus tidak membentuk atau menghasilkan kekuasaan (kerajaan Islam) sebagai kekuatan politiknya. Akan tetapi, masyarakat di Peureulak lah yang sukses dalam mencapai kekuatan politik Islam pertama di Nusantara. 

Adapun pembuktian bahwa pemakaman dan ajaran Islam oleh Syekh Mahmud di terapkan pertama di Barus. Namun, kejayaan Islam dapat dibuktikan oleh kerajaan Samudra Pasai. Kota Barus yang saat ini mengalami kemunduran, pengajian yang juga jarang dilakukan dan pergaulan remaja yang juga campur baur. Para masyarakat Barus perlu perubahan secara agama Islam agar perkembangan dakwah tetap ada.

Penulis:

  • Mawar Situmorang
  • Winra Wahyudi Sianturi
  • Muhammad Surip

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun