Mohon tunggu...
Winny Silaen
Winny Silaen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni SMAN 1 Habinsaran

Mahasiswa UKI Prodi Hubungan Internasional Angkatan 21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Upaya UNEP dalam Kasus Minamata

15 Januari 2022   23:52 Diperbarui: 16 Januari 2022   00:08 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UNEP merupakan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengkoordinasikan kegiatan lingkungan dengan membantu negara berkembang dalam menerapkan kebijakan dan praktik yang ramah lingkungan. UNEP sendiri didirikan oleh Maurice Strong sebagai direktur pertamanya, sebagai hasil dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Manusia (Konferensi Stockholm) pada Juni 1972 dan memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk masalah lingkungan di antara badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tetapi pembicaraan internasional tentang masalah-masalah khusus, seperti mengatasi perubahan iklim atau memerangi penggurunan, diawasi oleh organisasi PBB lainnya, seperti Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim yang berbasis di Bonn dan Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi. 

Aktivitas Lingkungan PBB mencakup berbagai masalah terkait atmosfer, ekosistem laut dan darat, tata kelola lingkungan dan ekonomi hijau.

Dalam pelaksanaannya, UNEP juga turut membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan kebijakan dan praktek ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan direalisasikannya ekonomi hijau yang kemudian menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial. Program kerja UNEP tersebut telah terbukti secara signifikan mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologis di dunia.  Selain itu  program ekonomi hijau  juga terbukti merupakan salah satu program yang meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja dengan didorong oleh investasi publik dan swasta yang berusaha mengurangi emisi karbon dan polusi.

Adanya kesadaran terhadap pentingnya lingkungan telah dimulai sejak kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia semakin meningkat khususnya karena pestisida limbah industri dan yang tidak kalah penting adalah transportasi dimana saat ini hampir seluruh manusia menggunakan kendaraan pribadi yang mengakibatkan polusi udara semakin meningkat pula. Lalu terdapat pula kejadian nasional seperti misalnya yang terjadi pada tahun 1950 di Los Angeles, Amerika Serikat dimana kesehatan masyarakat disana terganggu akibat smog (smoke, asap, fog dan kabut) yang telah mencemari udara seluruh kota.

Selain itu, juga terdapat peristiwa Minamata pada tahun 1953, yang mana muncul wabah neurologis yang menular diantara penduduk nelayan dan keluarganya. 

Peristiwa ini terjadi di sekitar teluk Minamata, barat daya pulau Kyushu, Jepang. Wabah tersebut mengakibatkan penderitanya mengalami lemah otot, hilangnya penglihatan, terganggunya fungsi otak dan kelumpuhan, dan dapat berujung pada kematian. 

Dari penelusuran para ahli pada tahun 1959 ditemukan bukti bahwa adanya peristiwa Minamata dikarenakan konsumsi ikan yang telah tercemar oleh metil merkuri yang berasal dari limbah yang mengandung Hg dari beberapa pabrik kimia yang memproduksi plastic dinamakan perusahaan Chisso. 

Tidak cukup sampai di situ, pada tahun 1973 terdapat suatu peristiwa yang dinamakan dengan bioakumulasi, dimana objek yang terkena penyakit Minamata tidak hanya manusia, tetapi meluas hingga ke binatang seperti burung dan kucing. Gejala yang ditimbulkan penyakit yaitu mengalami gangguan berjalan, berbicara, dan menggerakkan tangannya, kemudian bertahap diikuti dengan kelainan pendengaran, pengelihatan dan ingatan. Mulai dari anak-anak, orang dewasa, bahkan anak yang ada didalam kandungan dapat terjangkit.

Penyakit berbahaya ini menimbulkan kematian pada penduduk minamata. Setiap harinya ada saja yang terjangkit penyakit tersebut. Dalam 40 orang mengalami penyakit berbahaya ini dan ditemukan sekitar 14 orang telah meninggal. Tingkat kematiannya mencapai 36 %. 

Kebanyakan yang terjangkit adalah para nelayan dan anggota keluarganya. Dengan munculnya penyakit ini, menimbulkan masalah sosial yang cukup besar, mereka takut untuk bersosialisasi sesama tetangga, rasa malu akibat terjangkit penyakit aneh, pekerjaan pun terganggu, hingga mata pencaharian pun terganggu karena mereka takut untuk keluar rumah karna penyakit menular ini.  Bukan hanya berakibat kepada masyarakat, kerusakan lingkungan dapat dipastikan terjadi di teluk Minamata diakibatkan pencemaran air oleh limbah pabrik.

Banyaknya industri di Jepang menyebabkan masalah pada lingkungan. Contohnya adalah masalah lingkungan yang disebabkan dari industri Perusahaan Chisso yaitu masalah keracunan karena pembuangan limbah industri ke Perairan di Teluk Minamata.

Konvensi Minamata merupakan konvensi yang mengalami proses yang cukup panjang dalam pembuatannya. Bermula ketika Swedia memberikan saran kepada United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) di konferensi pada tahun 1968 agar dapat berfokus kepada interaksi antara manusia dengan lingkungan. Kemudian ECOSOC mengeluarkan resolusi 1346 yang mendukung gagasan tersebut dan dimulailah persiapan pembentukan sebuah Konferensi.

Selanjutnya, segera setelah dilakukan konferensi tersebut, dibentuklah United Nation Environment Programme (UNEP). Selain itu, dibentuk juga Global Mercury Assessments (GMA) sebagai bagian dari UNEP yang berfokus kepada isu pencemaran merkuri atas permintaan dari Dewan Pengurus UNEP pada tahun 2001. GMA menyimpulkan bahwa ada bukti yang cukup banyak tentang dampak buruk berskala global yang signifikan dari merkuri dan senyawanya, maka perlu diadakan tindakan internasional lebih lanjut untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dari pelepasan merkuri dan senyawanya ke lingkungan.

Lalu pada tahun 2009 atas dasar bentuk tindak lanjut dari Global Atmospheric Mercury Assessment: Sources, Emissions and Transport, GMA memberikan laporan kepada Dewan Pemerintahan UNEP. Laporan-laporan ini membentuk dasar bagi keputusan kebijawan Dewan Pemerintahan UNEP yang kemudian menghasilkan proses (INC) yang bertujuan untuk membangun instrumen global yang mengikat secara hukum tentang merkuri pada tahun 2013.

INC5 diadakan di Jenewa, Swiss dari 13 sampai 18 Januari 2013 adalah awal mula terciptanya Konvensi Minamata mengenai merkuri. Konvensi Minamata mengharuskan negara-negara pihak untuk :

  1. Mengurangi, dan jika memungkinkan, menghilangkan penggunaan dan pelepasan merkuri dari penambang emas skala kecil (PESK).
  2. Mengontrol emisi udara merkuri dari pembangkit listrik tenaga batu bara, ketel uap industri berbahan bakar batubara, operasi produksi logam non-ferro tertentu, pembakaran limbah, dan produksi semen.
  3. Penghapusan secara bertahap atau mengambil tindakan untuk mengurangi penggunaan merkuri dalam produk-produk tertentu seperti baterai, saklar, lampu, kosmetik, pestisida dan alat pengukur, serta berinisiasi untuk mengurangi penggunaan merkuri dalam amalgam gigi.
  4. Penghapusan secara bertahap atau mengurangi penggunaan merkuri dalam proses pembuatan sperti produksi klor-alkali, produksi monomer vinil klorida, dan produksi asetaldehida.
  5. Di samping itu, Konvensi juga membahas pasokan perdagangan merkuri; penyimpanan dan pembuangan yang lebih aman, dan strategi untuk mengatasi daerath yang terkontaminasi merkuri.
  6. Konvensi mencakup ketentuan untuk bantuan teknis, pertukaran informasi, kesadaran publik, dan penelitian dan pemantauan. Ini juga mengharuskan para negara yang terlibat di dalamnya untuk melaporkan langkah-langkah yang diambil untuk mengimplementasikan ketentuan tertentu. Konvensi ini akan dievaluasi secara berkala untuk menilai efektivitasnya dalam memenuhi tujuannya untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari polusi merkuri

Secara resmi, pihak yang telah turut serta menandatangani konvensi ini berjumlah 128 negara dan yang sampai pada tahap ratifikasi sebanyak 119 negara. Sebuah negara, atau yang bisa disebut sebagai pihak, jika telah melakukan ratifikasi akan mengimplementasikannya dalam bentuk UU di dalam negara mereka. Ada pun salah satu negara yang terlibat dalam Konvensi tersebut dan telah meratifikasinya hingga membentuk sebuah UU untuk diberlakukan di negara tersebut adalah Indonesia.

Penyakit Minamata merupakan kegagalan manusia yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyakit Minamata tidak bisa sembuh karna menyerang saraf manusia. 

Kesakitan dan kesusahan dalam kehidupan sehari-hari tetap berlanjut selama penderita masih hidup. Uang tidak sanggup mengurangi segala kesulitan ini. Melalui kasus tersebut, pada tahun 2001, United Nation Environment Programme (UNEP) melakukan kajian global tentang merkuri dan senyawa merkuri terkait dengan aspek dampak kesehatan, sumber, transportasi dan peredaran serta perdagangan merkuri, juga teknologi pencegahan dan pengendalian merkuri. 

Berdasarkan kajian tersebut, UNEP menyimpulkan perlu adanya sebuah tindakan guna melindungi manusia serta lingkungan dari risiko terhadap paparan senyawa merkuri. Dalam rangka penanggulangan merkuri, pada tahun 2009 dilakukan pertemuan Government Council (GC) yang bertujuan untuk melakukan aksi internasional dalam pengelolaan merkuri yang lebih efisien, efektif, dan koheren. Hal ini merupakan upaya penanggulangan merkuri yang dilakukan oleh UNEP. 

Pertemuan ini kemudian menghasilkan resolusi 25/5 tentang pembentukan Intergovernmental Negotiating Committe (INC) on Legally Binding Instrument of Mercury yang bertujuan untuk membentuk aturan internasional yang bersifat mengikat tentang pengaturan merkuri secara global. Setelah pertemuan INC yang kelima, terbentuklah Konvensi Minamata.

Indonesia turut serta dalam penandatanganan Konvensi Minamata pada tanggal 10 Oktober 2013. Namun, Indonesia menunda meratifikasi kurang lebih tiga tahun dengan alasan banyaknya undang-undang yang harus disahkan oleh DPR sehingga memperlambat pembahasan mengenai ratifikasi Konvensi Minamata. Kemudian pada September 2017, DPR RI menyelenggarakan Rapat Paripurna dengan agenda acara pembicaraan tingkat II/persetujuan atas Rancangan Undang-Undang tentang pengesahan Konvensi Minamata. 

Dalam Rapat Paripurna ini, DPR RI menyetujui untuk mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang. Dalam tindak lanjut terhadap pengesahan Konvensi Minamata, diterbitkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 20 September 2017 dan diundangkan dalam Lembaran Negara No. 209 Tahun 2017. Indonesia merupakan negara ke-76 yang meratifikasi konvensi mengenai aturan penggunaan merkuri tersebut.

Alasan Indonesia meratifikasi Konvensi Minamata adalah karena besarnya kerugian yang diterima Indonesia yang diakibatkan oleh pencemaran limbah beracun merkuri. 

Kerugian baik dari sisi ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan. Sebuah negara wajib melindungi warga negaranya, maka dari itu, tindakan ratifikasi Konvensi mutlak harus dilakukan.  Konvensi ini sempat tertunda ratifikasinya selama 3 tahun karena lambannya pemerintah merespon bahaya yang ditimbulkan merkuri, selain itu, kondisi politik dalam negeri Indonesia juga kurang stabil mengingat tahun 2014 sedang dalam masa Pemilihan Umum Presiden Indonesia periode 2014-2019. 

Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam ratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 adalah banyaknya kajian ilmiah serta penelitian yang dilakukan di Indonesia di mana merkuri sudah banyak menyebar dan meracuni penduduk sekitar. Penelitian ini menjadi salah satu faktor yang mendorong pemerintah agar melakukan ratifikasi. Selain penelitian, desakan dari organisasi lokal seperti Balifokus turut serta dalam mendorong terjadinya ratifikasi.

Setelah melalui berbagai pertimbangan yang telah disebutkan di atas, pemerintah Indonesia akhirnya melakukan ratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 setelah sebelumnya pernah ditandatangani pada tahun 2013 agar bisa dengan lebih mudah mengontrol perdagangan merkuri serta dapat bertukar informasi, atau teknologi antar negara dalam upaya mengontrol peredaran serta perdagangan merkuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun