Mohon tunggu...
Winny Silaen
Winny Silaen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni SMAN 1 Habinsaran

Mahasiswa UKI Prodi Hubungan Internasional Angkatan 21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Upaya UNEP dalam Kasus Minamata

15 Januari 2022   23:52 Diperbarui: 16 Januari 2022   00:08 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konvensi Minamata merupakan konvensi yang mengalami proses yang cukup panjang dalam pembuatannya. Bermula ketika Swedia memberikan saran kepada United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) di konferensi pada tahun 1968 agar dapat berfokus kepada interaksi antara manusia dengan lingkungan. Kemudian ECOSOC mengeluarkan resolusi 1346 yang mendukung gagasan tersebut dan dimulailah persiapan pembentukan sebuah Konferensi.

Selanjutnya, segera setelah dilakukan konferensi tersebut, dibentuklah United Nation Environment Programme (UNEP). Selain itu, dibentuk juga Global Mercury Assessments (GMA) sebagai bagian dari UNEP yang berfokus kepada isu pencemaran merkuri atas permintaan dari Dewan Pengurus UNEP pada tahun 2001. GMA menyimpulkan bahwa ada bukti yang cukup banyak tentang dampak buruk berskala global yang signifikan dari merkuri dan senyawanya, maka perlu diadakan tindakan internasional lebih lanjut untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dari pelepasan merkuri dan senyawanya ke lingkungan.

Lalu pada tahun 2009 atas dasar bentuk tindak lanjut dari Global Atmospheric Mercury Assessment: Sources, Emissions and Transport, GMA memberikan laporan kepada Dewan Pemerintahan UNEP. Laporan-laporan ini membentuk dasar bagi keputusan kebijawan Dewan Pemerintahan UNEP yang kemudian menghasilkan proses (INC) yang bertujuan untuk membangun instrumen global yang mengikat secara hukum tentang merkuri pada tahun 2013.

INC5 diadakan di Jenewa, Swiss dari 13 sampai 18 Januari 2013 adalah awal mula terciptanya Konvensi Minamata mengenai merkuri. Konvensi Minamata mengharuskan negara-negara pihak untuk :

  1. Mengurangi, dan jika memungkinkan, menghilangkan penggunaan dan pelepasan merkuri dari penambang emas skala kecil (PESK).
  2. Mengontrol emisi udara merkuri dari pembangkit listrik tenaga batu bara, ketel uap industri berbahan bakar batubara, operasi produksi logam non-ferro tertentu, pembakaran limbah, dan produksi semen.
  3. Penghapusan secara bertahap atau mengambil tindakan untuk mengurangi penggunaan merkuri dalam produk-produk tertentu seperti baterai, saklar, lampu, kosmetik, pestisida dan alat pengukur, serta berinisiasi untuk mengurangi penggunaan merkuri dalam amalgam gigi.
  4. Penghapusan secara bertahap atau mengurangi penggunaan merkuri dalam proses pembuatan sperti produksi klor-alkali, produksi monomer vinil klorida, dan produksi asetaldehida.
  5. Di samping itu, Konvensi juga membahas pasokan perdagangan merkuri; penyimpanan dan pembuangan yang lebih aman, dan strategi untuk mengatasi daerath yang terkontaminasi merkuri.
  6. Konvensi mencakup ketentuan untuk bantuan teknis, pertukaran informasi, kesadaran publik, dan penelitian dan pemantauan. Ini juga mengharuskan para negara yang terlibat di dalamnya untuk melaporkan langkah-langkah yang diambil untuk mengimplementasikan ketentuan tertentu. Konvensi ini akan dievaluasi secara berkala untuk menilai efektivitasnya dalam memenuhi tujuannya untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari polusi merkuri

Secara resmi, pihak yang telah turut serta menandatangani konvensi ini berjumlah 128 negara dan yang sampai pada tahap ratifikasi sebanyak 119 negara. Sebuah negara, atau yang bisa disebut sebagai pihak, jika telah melakukan ratifikasi akan mengimplementasikannya dalam bentuk UU di dalam negara mereka. Ada pun salah satu negara yang terlibat dalam Konvensi tersebut dan telah meratifikasinya hingga membentuk sebuah UU untuk diberlakukan di negara tersebut adalah Indonesia.

Penyakit Minamata merupakan kegagalan manusia yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyakit Minamata tidak bisa sembuh karna menyerang saraf manusia. 

Kesakitan dan kesusahan dalam kehidupan sehari-hari tetap berlanjut selama penderita masih hidup. Uang tidak sanggup mengurangi segala kesulitan ini. Melalui kasus tersebut, pada tahun 2001, United Nation Environment Programme (UNEP) melakukan kajian global tentang merkuri dan senyawa merkuri terkait dengan aspek dampak kesehatan, sumber, transportasi dan peredaran serta perdagangan merkuri, juga teknologi pencegahan dan pengendalian merkuri. 

Berdasarkan kajian tersebut, UNEP menyimpulkan perlu adanya sebuah tindakan guna melindungi manusia serta lingkungan dari risiko terhadap paparan senyawa merkuri. Dalam rangka penanggulangan merkuri, pada tahun 2009 dilakukan pertemuan Government Council (GC) yang bertujuan untuk melakukan aksi internasional dalam pengelolaan merkuri yang lebih efisien, efektif, dan koheren. Hal ini merupakan upaya penanggulangan merkuri yang dilakukan oleh UNEP. 

Pertemuan ini kemudian menghasilkan resolusi 25/5 tentang pembentukan Intergovernmental Negotiating Committe (INC) on Legally Binding Instrument of Mercury yang bertujuan untuk membentuk aturan internasional yang bersifat mengikat tentang pengaturan merkuri secara global. Setelah pertemuan INC yang kelima, terbentuklah Konvensi Minamata.

Indonesia turut serta dalam penandatanganan Konvensi Minamata pada tanggal 10 Oktober 2013. Namun, Indonesia menunda meratifikasi kurang lebih tiga tahun dengan alasan banyaknya undang-undang yang harus disahkan oleh DPR sehingga memperlambat pembahasan mengenai ratifikasi Konvensi Minamata. Kemudian pada September 2017, DPR RI menyelenggarakan Rapat Paripurna dengan agenda acara pembicaraan tingkat II/persetujuan atas Rancangan Undang-Undang tentang pengesahan Konvensi Minamata. 

Dalam Rapat Paripurna ini, DPR RI menyetujui untuk mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang. Dalam tindak lanjut terhadap pengesahan Konvensi Minamata, diterbitkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 20 September 2017 dan diundangkan dalam Lembaran Negara No. 209 Tahun 2017. Indonesia merupakan negara ke-76 yang meratifikasi konvensi mengenai aturan penggunaan merkuri tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun