Mohon tunggu...
Windi Teguh
Windi Teguh Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penting Gak penting semua ditulis, karena menulis itu Melegakan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bijak Mengelola Keuangan Demi Impian Masa Depan

1 Oktober 2014   00:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:53 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oh no, absolutely saya setuju dengan suami. Pengennya masa pensiun nanti tenaaaang gitu.

Jadi ingat, waktu kemarin honeymoon di Bali, di sepanjang pantai, di kafe-kafe, di jalanan, sering sekali berpapasan dengan kelompok bule berusia lanjut. Mengenakan kaos oblong, celana pendek, sandal sport, berjemur di pantai sambil memakai kaca mata hitam , tiduran membaca novel, di sampingnya ada segelas juice jeruk dingin. Aduuuh, asoy banget deh melihatnya. Inginnya sih pensiun seperti itu, ngga ngurusin masalah keuangan lagi, tinggal menikmati hasil kerja selama ini dan melakukan hal-hal seru bersama keluarga. Liburan, jalan-jalan, nongkrongin anak yang lagi kuliah ( Saat pensiun, anak pertama kami kelak masih kuliah), keliling dunia mungkin?.

Demi cita-cita mulia itu, saya dan suami berdiskusi untk merencanakan tentang mau dibawa kemana keluarga ini ( kayak bait lagu ya :0 ). Beruntung sekali, kami honeymoon di Bali, dan ngeliat pemandangan nini-nini sama aki-aki yang sehat dan bahagia di hari tua begitu. Itu terjadi 6 tahun yang lalu.

Yang pertama kali kami rencanakan sepulang dari honeymoon adalah merencanakan dana pensiun. Aiiiih, pulang haoneymoon kok malah mikirin pensiun sih?.

Iya, karena sesuai dengan pertimbangan kami, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan dana pensiun, maka semakin kecil dana yang harus disisihkan. Mulai mengalokaskan dana pensiun di usia 25 tahun akan jauh berbeda dengan saat dimulai pada usia 30 tahun.

Sebenarnya saya dan suami masing-masing akan mendapat dana pensiun kelak dari perusahaan. Tapi tahu kan inflasi yang selalu mengintai. Rata-rata kenaikan inflasi pertahun sekitar 5 %. Walaupun toh saat pensiun nanti gaya hidup kita pasti berubah, pengeluaran pun tak akan sebanyak sekarang, namun horor inflasi ini akan membuat dana pensiun yang diberi perusahaan bisa dipastikan tidak akan mencukupi.

Sudah banyak contoh yang saya lihat. Seperti kisah para mantan atasan suami yang mengalami perubahan gaya hidup drastis. Pilihan kami saat itu adalah menyiapkan dana pensiun melalui DPLK, ( Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Sistemnya seperti unit link, dimana nantinya setelah usia pensiun, kita bisa menerima hasil investasi dalam bentuk gaji bulanan atau bisa diambil sekaligus sesuai ketentuan yang berlaku.

Asiknya ikut DPLK, kita bisa pilih dimana dana kita akan diinvestasikan sesuai dengan profil risiko kita. Misalnya orang yang Risk taker, bisa memilih penempatan uang di saham. Semakin tinggi risiko hasilnya pun semakin tinggi, high risk high return. Kalau kita orang yang moderat bisa memilih penempatan dana di pasar uang, dan bagi yang tidak terlalu suka berspekulasi dan mau main aman, cukup tempatkan di pendapatan tetap kayak deposito dan obligasi.

Saya pribadi bukan orang yang berani mengambil risiko untuk keuangan keluarga. Tapi saya pengen yield dari investasi saya memiliki return yang lumayan. Karenanya saya lebih memilih penempatan uang secara kombinasi, 20% saham, 80% pendapatan tetap. Jadi kalaupun jelek-jeleknya harga saham turun, saya masih punya return dari pendapatan tetap.

Agar hasil maksimal, saya juga mensetting angsuran dana pensiun untuk ditop up setiap tahun, tidak usah besar-besar 10 % saja. Jadi misalnya tahun 1 iuran pensiun saya sebesar Rp 300 ribu, maka tahun berikutnya dinaikkan menjadi Rp 330 ribu, demikian seterusnya. Untuk menjaga agar tidak lupa, saya memilih melakukan autodebet langsung ke rek simpanan saya.

Setelah merencanakan pensiun, prioritas kami berikutnya adalah membeli kendaraan. Lho kok bukan rumah?. Ya, karena alasan di atas tadi, kami sudah memiliki rumah dinas, jadi yang paling penting saat itu adalah kendaraan. Apalagi saya juga bekerja, kendaraan mutlak kami perlukan untuk kebutuhan mobilisasi. Tak perlu mahal yang penting bagus, ngga banyak perawatan, dan tentu saja sesuai kondisi kantong. Yup, di tahun pertama kami berumah tangga, sebuah mobil kami pilih sebagai asset yang harus dimiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun