Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Terminal 04, tentang Keputusan

17 April 2024   15:15 Diperbarui: 17 April 2024   15:16 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pexels.com/sheyds)

Pernah satu kali saat akan melakukan perjalanan ke Kota Kuning, jaraknya sekitar 1 jam dari terminal, aku memikirkan tentang keputusan. Termasuk keputusanku untuk pergi ke Kota Kuning.

Perjalanan ini bukan perjalanan penuh persiapan dan pastinya tanpa tujuan. Semua terjadi begitu saja, saat aku sampai terminal dan nggak tau harus ngapain, tiba-tiba terbesit 'bagaimana kalau aku mampir ke Kota Kuning?'. Jujur, keadaanku sedang sangat tidak baik-baik saja. Pekerjaan yang selama ini berhasil menghidupiku dibantah mentah-mentah dengan dalih bukan pekerjaan yang stabil. Aku ingin beristirahat sejenak, setelah 6 bulan perang dingin di rumah orang tuaku.

Kota Kuning terkenal sebagai pusat oleh-oleh, hampir semua oleh-oleh dari seluruh daerah Indonesia tersedia di sini. Siapapun yang senang belanja, pasti senang mampir ke kota Kuning. Bisa dibilang Kota Kuning termasuk pusat perbelanjaan di provinsi kami.

Sebenarnya aku bisa mampir ke Kota Kuning setiap kali aku menginginkannya, tapi ini bukan pilihan yang mudah. Datang ke Kota Kuning sendirian, juga bukan pilihan yang mudah. Kota ini selalu ramai, semakin tinggi angka keramaiannya semakin tinggi juga potensi masalahnya. Aku ngga bisa menutup mata, karena faktanya selalu ada hal menarik yang nggak sengaja menarik perhatian khalayak setiap kali aku datang ke kota ini. 

Saking populernya Kota Kuning, aku pernah punya niatan mengulik cerita untuk tulisanku tentang ekonomi dan pariwisata, tapi setiap kali datang ke Kota Kuning, fokus tulisannya selalu berubah. Akhirnya kuputuskan tak ada tulisan apapun tentang kota ini, kecuali jika kisahnya mampu meluruskan pikiranku yang kacau.

Sepertinya, itu kali terakhir aku mampir ke Kota Kuning dan pulang membawa keputusan tentang kunjungan berikutnya. Di perjalanan ini, aku nggak berharap apapun selain menikmati perjalanan. Aku juga nggak punya niatan ingin belanja atau liputan. Semuanya sangat sederhana, aku ingin ke Kota Kuning, entah apa yang ada di sana nanti.

Begitulah mulanya, hingga akhirnya tulisan ini lahir.

Sampai di terminal Kota Kuning, aku merasa sangat terkejut dan kagum melihat desain dan bangunan terminal yang sangat berbeda dengan Kotaku. Terminal di sini sangat modern dan nyaman. Siapapun pasti senang mampir ke terminal kalau suasananya seperti ini.

Hampir seluruh area terminal adalah tempat berteduh. Ada banyak kursi pengunjung yang bisa digunakan dan semuanya berada di bawah atap. Pun semua toko di terminal sudah menggunakan AC, tak perlu pura-pura cari barang, duduk di bangku pengunjung saja sudah terasa adem.

Perkembangan yang sangat ngga terduga. Sejauh yang aku tau, Kota Kuning memang pusat perbelanjaan tapi aku nggak pernah menyangka Pemerintah Kota ini berusaha sangat keras menjadikan Kota Kuning nyaman bagi semuanya.

Di sisi barat terminal, ada rest area dan area parkir khusus kendaraan pribadi jadi siapapun yang ingin belanja di Kota Kuning wajib memarkirkan kendaraannya di tempat yang sama. Pusat oleh-oleh atau pusat perbelanjaan Kota Kuning ada di sisi timur rest area. Tata letaknya memang dibuat berdekatan dengan terminal dan rest area, karena mayoritas pengunjung pusat perbelanjaan datang dari luar Kota Kuning

Dan hebatnya lagi, area perbelanjaan ini menggunakan lahan seluas 50 hektar. Mereka membaginya menjadi beberapa spot, seperti spot khusus makanan basah, spot khusus makanan kering, spot khusus busana anak, spot khusus elektronik dan lainnya. Untuk berpindah dari satu spot ke spot lain bisa menggunakan mini bus yang jalur lintasnya satu arah. Ada 10 mini bus yang beroperasi setiap hari.

Pusat perbelanjaan Kota Kuning nggak kenal istilah macet karena memang sistem belanjanya diatur sedemikian rupa demi kenyamanan pengunjung. Rasanya senang bisa berkunjung ke kota ini, hari ini. Terminal dan pusat perbelanjaan Kota Kuning yang sekarang sudah sangat berbeda dan sangat memanjakan pengunjung. 

Lalu, apa yang akan kulakukan selanjutnya? Awalnya hanya sekedar ingin berkeliling menggunakan minibus saja. Mini bus di sini gratis, tanpa minimal penggunaan, jadi bisa keliling tanpa turun sama sekali.

Niatnya begitu karena aku datang tanpa tujuan, tapi akhirnya aku memilih berhenti di spot elektronik dan teknologi. Ada satu toko yang menarik perhatian, namanya Harlequin Top Up, aku berhenti bukan karena namanya tapi karena pemiliknya.

Berbeda dengan toko lain yang banyak pengunjung, Harlequin Top Up hanya kedatangan lima sampai enam pengunjung. Saat aku masuk, hanya ada satu orang yang berjaga dan hanya melayani ketika dipanggil saja.

Seperti biasa, rasanya ingin ngobrol sebentar, tapi kurang tepat kalau pembeli datang hanya untuk mengobrol tanpa membeli barang. Pengalaman seperti ini sudah sangat sering terjadi di terminal kotaku. Banyak orang datang,  bertanya ini dan itu, lalu tiba-tiba pergi. Mereka terlihat biasa saja, tapi para penjualnya kelelahan. Aku berjanji pada diri sendiri, nggak akan menjadi orang yang seperti itu. Minimal, kalau sudah masuk toko harus ada satu barang yang dibeli.

Saat ini hanya aku pembeli yang tersisa, kupilih barang yang kira-kira bisa dipakai untuk mendukung produktivitas menulis, lalu menuju kasir. Sambil mengemasi barang, kami sempat ngobrol sebentar tentang dia yang masih muda dan sudah buka usaha. Dari ceritanya, kusimpulkan Harlequin Top Up memang miliknya sendiri, diolah dan diurus seorang diri. Ia punya beberapa pekerja, tapi semuanya bekerja secara online karena fokus usahanya memang melayani pembelian Top Up.

"Awalnya store kami memang cuman melayani top up mbak, ada top up game, pulsa, listrik. Semuanya online, jadi kerjanya lewat hp. Sampai sekarangpun paling banyak orderan online." katanya sambil mengecek fungsi kerja barang-barang yang kupilih.

"Dalam sehari bisa dapet berapa orderan kak?" 

"Pernah sampai 5000 mbak, lumayan. Kalau stabilnya di angka 3000 - 4000" ujarnya santai tapi bikin aku lumayan kaget. Aku sempat mengira toko ini sepi pembeli, tapi ternyata fisiknya saja yang sepi pembeli. Orderannya pun cukup untuk menggaji 3 pekerja.

Obrolan kami berlanjut tentang bagaimana memulai usaha dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dapet semua pelanggan itu. Katanya, butuh waktu sekitar 6 bulan untuk stabil di angka 2000, lalu lanjut 6 bulan lagi stabil di angka 4000.

Usaha ini bermula karena keadaan. Sama sepertiku yang memilih freelance writer, ia mendirikan usaha ini karena nggak tertarik jika harus bekerja dengan orang lain.

"Selalu ada resiko dan tanggung jawab mbak. Kalau kerja sama orang lain, rasanya ngga bebas. Makanya usaha ini harus jadi. Dulu mikirnya cuman gitu. Ternyata itu pilihan yang tepat."

Setelah barang selesai di cek, aku bergegas kembali ke terminal dan pulang. Bukan karena waktu sudah sore, tapi karena tiba-tiba aku mendapat ide tulisan untuk hari ini, tentang keputusan.

Katanya, setiap keputusan selalu ada resiko dan tanggung jawab. Keputusan dan proses mungkin dua hal yang berbeda, tapi keduanya sama-sama membutuhkan keyakinan untuk menjalaninya hingga berhasil. Keputusan juga dekat dengan keputusasaan, bisa jadi orang-orang mengambil keputusan penting justru saat dirinya sudah benar-benar putus asa. Tapi ada dualitas yang harus dipertimbangkan, keputusan mungkin juga akan memberikan sedikit keputusasaan yang menyakitkan.

Aku pun pernah begitu.

Keputusan untuk menekuni karir menulis membawaku pada titik putus asa yang lumayan menyakitkan. Dunia menulis ngga segampang yang disebut orang-orang. Dan keputusan untuk kembali menulis muncul saat aku sudah benar-benar putus asa tentang karirku. Semuanya kubiarkan begitu saja, lalu di salah satu buku aku membaca satu nasehat yang sangat berharga.

"Kalau kau sampai tidak mendengarkan orang tuamu demi mewujudkan pilihanmu, maka kau harus melakukannya dengan sungguh-sungguh. Sampai kau berhasil. Lakukan terus seperti itu."

Hari ini di Kota Kuning, pembahasan tentang keputusan dan pilihan berhasil mencapai kesimpulan singkatnya. Semuanya memang tentang keputusan. Datang ke Kota Kuning tanpa tujuan adalah keputusan. Belanja di Harlequin Top Up adalah keputusan. Bekerja sebagai freelance writer adalah keputusan. Bepergian sendirian pun keputusan. 

Setiap keputusan selalu berhubungan dengan pilihan dan setiap pilihan selalu berdekatan dengan tanggung jawab. Semakin banyak keputusan yang dibuat maka semakin banyak tanggung jawab yang dipikul. 

Ini bukan jalan yang mudah. Nggak ada yang berhasil hanya dalam sekali coba di jalur ini. Rasanya beruntung karena masih bisa menentukan sendiri sesuatu tentang hidupku. Sesimple menentukan harus pakai pakaian apa, harus makan apa, harus hidup seperti apa. Balik lagi, nggak semua orang bisa hidup bebas seperti itu. Pun akhirnya aku sadar, bahwa keputusan untuk hidup bebas, hidup merdeka adalah tanggung jawab. 

Keputusanku untuk menjadi penulis sudah diambil, sisanya adalah menjalaninya sambil bertahan hidup. Semua keputusan harus dipertanggungjawabkan, diusahakan sungguh-sungguh dan diselesaikan. Keputusan ini datang bukan dengan angan-angan, tapi tanggung jawab. Aku ingin menjadikan semua catatan perjalanan ini pengingat untukku yang sedang bergelut dengan waktu.

Keputusan-keputusan kecil yang berhasil diselesaikan membawaku pada tanggung jawab dan hak baru yang nggak pernah terpikirkan sebelumnya. Pun keputusan-keputusan kecil yang berhasil diselesaikan, berhasil mempertemukanku dengan banyak keputusan besar dengan tanggung jawab besar yang mengikutinya.

Kota Kuning,

Dalam Cerita Terminal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun