Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Leinkara dan Niskala

1 Februari 2024   10:49 Diperbarui: 3 Februari 2024   21:00 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ca, kamu ada rencana punya anak nggak?" tanyaku tiba-tiba.

"Eh, kok tiba-tiba jadi bahas anak?" Aku pun mempertanyakan hal yang sama. Kenapa pertanyaanku begitu tiba-tiba.

Caca membuang nafas agak berat, lalu melanjutkan ucapannya "Aku sempat ingin free child. Mau gimana pun, aku punya alasan yang kuat dengan semua pengalaman yang kelurgaku kasih ke aku. Kalo nantinya aku memperlakukan anakku kayak orang tuaku memperlakukan aku, bukannya lebih baik dia nggak usah lahir aja? Dunia ini terlalu berat untuk anak yang kisahnya kayak aku."

"Sorry Ca." Suasananya jadi aneh karena aku. Padahal sampai tadi kami masih baik-baik saja dan pikiranku masih sibuk karena ketidak becusanku memahami Nisakala. Sekarang jadi bertambah satu hal lagi.

"Kok sorry. Biasa aja. Toh itu pikiranku dulu. Setelah dipikirin ulang, aku sekarang pengen punya anak. Aku punya kesempatan membangun sesuatu yang baru dan lebih matang. Aku juga udah memaafkan orang tuaku. Kamu nggak perlu ngerasa bersalah, okey." Katanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

Lalu Caca sibuk menceritakan pacarnya yang mulai menunjukkan gelagat aneh. Kisah asmaranya baik-baik aja, tapi kayak ada hal serius yang disembunyikan. Intinya begitu, katanya. Tapi Caca nggak mau ambil pusing, ia ingin fokus pada keadaannya saat ini.

"Kalo aku punya kucing juga, mungkin aku bisa latihan memahami anak kek kamu juga. Tapi, ya ada beberapa hal yang ngga bisa ditawar." Katanya untuk menutup mampirnya kali ini.

Leinkara dan Niskala sudah balik ke kandang masing-masing sejak 1 jam lalu. Mereka langsung tidur karena kelelahan. Katanya siklus hidup kucing memang untuk tidur. Aku juga baru tau ini setelah punya mereka.

"Menurutku, lebih baik langsung punya anak aja sih Ca. Memahami anak dan memahami kucing, kan beda." Caca nggak menjawab apa-apa. Dia langsung pamitan dan bilang sekitar dua minggu lagi akan mampir lagi.

Setelahnya, rasa bersalah ke Niskala muncul lagi. Aku pengasuh yang buruk, bahkan yang lebih buruk dari itu aku justru baru tau kalo aku pengaruh yang buruk. Aku ingin mengurangi rasa bersalah ini, tapi nggak tau caranya. Meminta maaf bukan hal yang diajarkan orang tuaku. Sesalah apapun mereka, mereka nggak pernah minta maaf.

Apa mereka ngerasa seberat ini juga setiap kali menyadari sesuatu yang salah dari cara mereka merawat anak? Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun