Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Leinkara dan Niskala

1 Februari 2024   10:49 Diperbarui: 3 Februari 2024   21:00 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai komentar Caca, ibu itu melakukan hal yang sama seperti orang-orang lain. Orang-orang yang penasaran pada Leinkara. Entah bagaimana, Leinkara selalu berhasil menarik perhatian orang tanpa usaha ekstra.

Contohnya saat ini, padahal Leinkara dan Niskala duduk berdampingan tapi tatapan ibu hanya tertuju pada Leinkara. Hanya Leinkara yang terus dielus-elus. Seperti tidak ada Niskala di sampingnya.

"Iya memang, Leinkara lebih sering ditanyain. Tiap ada yang dateng selalu Leinkara yang ditanyain."

Kadang aku juga penasaran, apa kucing bisa punya rasa cemburu atau iri kayak manusia? Kalau punya, jelas Niskala bersikap sangat dewasa untuk menutupi perasaannya. Atau justru Niskala bersikap sangat apatis pada hal-hal di sekitarnya.

Sejauh yang aku tau, Niskala agak kurang peduli soal kasih sayang atau pilih kasih. Ia selalu menerima makanan dari siapapun tanpa pilih-pilih, Niskala bahkan bisa makan sayur-sayur mentah. Sesuatu yang nggak bisa dilakukan Leinkara.

"Kalau Niskala itu manusia, mungkin dia udah kecewa banget ya" ujar Caca tiba-tiba. Kalimatnya seperti mendukung semua kemungkinan-kemungkinan yang sejak tadi aku bahas di dalam pikiran.

"Kok gitu?" tanyaku basa-basi.

"hmmm? ya sewajarnya manusia aja, kalo diabaikan terus, hidupnya jadi cuman sekedar bertahan hidup aja." Caca menikmati pemandangan yang ada di depannya. Ia sangat suka kucing. Aku bisa melihat itu di matanya yang berseri setiap kali menatap kucing.

Soal komentarnya tadi, sepertinya aku hampir sepakat, tapi ternyata sulit menerima fakta soal Niskala yang nggak punya semangat hidup. Sebagai pengamat aku setuju dengan pendapatnya, tapi sebagai pengasuh dari dua kucing itu, rasanya sulit menerima fakta tadi.

Bukan karena aku gagal mengasuh, aku hanya merasa gagal memahami, padahal Niskala di bawah pengasuhanku.

Selama ini aku hanya berusaha menunjukkan ke orang-orang kalau aku tidak seperti mereka, berusaha bersikap adil antara kedua kucingku dan mengenalkan keduanya tanpa pilih kasih. Aku mengira, sikap itu sudah menjadi sikap terbaik yang bisa kuberikan, terutama untuk Niskala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun