Ketika sudah memasuki puncaknya atau hari Sabtu, upacara sedekah bumi di Kampung Adat Sindang Barang berbeda dengan di Jawa. Apabila di Jawa gugunungan untuk mensyukuri dibuat satu paket mulai dari padi, buah-buahan, dan sayur-sayuran, sedangkan di Kampung Adat Sindang Barang gugunungan tersebut dipisah.
Upacara adat mensyukuri hasil panen berupa sayur-sayuran dan kue-kue tradisional diadakan pada hari Sabtu dinamakan “Sedekah Kue”. Semua masyarakat sekitar diundang ke upacara tersebut, sekolah-sekolah kunjungan untuk melihat upacara tersebut. Lalu, masuk ke puncak acara atau disebut “Seren Taun” yang mana terdapat istilah “Macikeun Pare” yang artinya menyimpan padi kedalam lumbung padi.
Pada saat puncak upacara adat tersebut terdapat 8 kesenian yang mengiringi, 3 kesenian masih tradisional atau sangat kental dengan kebudayaan diantaranya rengkong, angklung gubrag, dan tutunggulan, sedangkan 5 sudah masuk kesenian modern yaitu ada tari jaipong, pencak silat cimande, reog, calung, dan angklung.
Akan tetapi, dalam mengiringi prosesi memasukan padi ke lumbung padi hanya 3 kesenian yang mengiringi sebab masih sangat kental kebudayaan Kampung Adat Sindang Barang, yaitu rengkong, angklung gubrag, dan tutunggulan.
Upacara adat seren taun lebih dikenal oleh masyarakat sebab pada upacara adat seren taun tersebut banyak masyarakat yang datang, bukan hanya masyarakat lokal namun juga ada Warga Negara Asing yang datang dan diundang untuk melihat upacara adat seren taun di Kampung Adat Sindang Barang.
Keagamaan yang dianut masyarakat di Kampung Adat Sindang Barang dulu adalah Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan percaya akan syahadat akan tetapi tidak melaksanakan sholat lima waktu. Dalam melaksanakan prosesi pernikahan, masyarakat Kampung Adat Sindang Barang tetap sesuai dengan syahadat.
Namun, seiring berkembangnya zaman, pada abad ke 18 agama Islam sudah masuk ke Kampung Adat Sindang Barang dan sampai saat ini masyarakat sekitar Kampung Budaya Sindang Barang mayoritas beragama Islam.
Hal tersebut dikarenakan sasaran dari syiar Islam itu adalah kampung adat, sebab ketika kampung adat sudah masuk ke Islam dan untuk mengembangkan keagamaannya keluar itu tidak sulit, karena orang adat menghormati, menghargai dan juga dihormati masyarakat.
Kehidupan sosial masyarakat dan Organisasi kemasyarakatan
Pada zaman dulu, ketika membangun rumah hanya beberapa orang yang membantu menjadi tukang namun yang banyaknya adalah gotong royongnya. Apabila di adat daerah Banten, Sukabumi ketika jalan ingin melaksanakan seren taun sejauh 11 Km dan ada kerja bakti.
Namun, apabila di Kampung Budaya Sindang Barang hanya beberapa melakukan gotong royong, bahkan 80% dari kampung budaya dan 20% dibantu oleh masyarakat. Organisasi kemasyarakatan yang terbentuk di Kampung Budaya Sindang Barang ada karang taruna, akan tetapi ormas tidak diperbolehkan dibuat di kampung tersebut.