ABSTRAK
Payung Geulis adalah kerajinan tradisional khas Tasikmalaya yang memiliki nilai seni dan budaya tinggi. Motif bunga yang menjadi ciri khasnya tidak hanya menunjukkan keindahan, tetapi juga menjadi identitas budaya daerah. Artikel ini membahas proses pembuatan Payung Geulis, yang merupakan perpaduan antara teknik manual dan inovasi teknologi. Meskipun beberapa tahap produksi menggunakan mesin untuk mempercepat pekerjaan, bagian penting seperti merangkai dan melukis motif tetap dilakukan secara manual agar keaslian seni dan budaya terjaga.
Selain itu, artikel ini juga mengulas tantangan yang dihadapi dalam melestarikan Payung Geulis, termasuk minimnya regenerasi pengrajin muda dan persaingan dengan produk modern. Dukungan dari pemerintah dan upaya inovasi dalam pemasaran, seperti memanfaatkan platform online juga menjadi aspek penting yang dibahas.
Artikel ini menyimpulkan bahwa Payung Geulis bukan hanya sebuah kerajinan, tetapi juga simbol harmonisasi antara tradisi dan inovasi. Dengan upaya pelestarian yang tepat, Payung Geulis dapat terus menjadi warisan budaya yang tetap relevan di tengah perkembangan zaman.
Kata kunci: payung geulis; kerajinan tradisional; identitas budaya; proses manual; inovasi; pelestarian; tantangan; pemasaran
ABSTRACK
Payung Geulis is a traditional craft typical of Tasikmalaya that has high artistic and cultural value. The flower motif that is its characteristic not only shows beauty, but also becomes the cultural identity of the region. This article discusses the process of making Payung Geulis, which is a combination of manual techniques and technological innovation. Although some stages of production use machines to speed up the work, important parts such as assembling and painting the motifs are still done manually so that the authenticity of the art and culture is maintained.
In addition, this article also reviews the challenges faced in preserving Payung Geulis, including the lack of regeneration of young craftsmen and competition with modern products. Support from the government and innovation efforts in marketing, such as utilizing online platforms, are also important aspects discussed.
This article concludes that Payung Geulis is not only a craft, but also a symbol of harmony between tradition and innovation. With the right preservation efforts, Payung Geulis can continue to be a cultural heritage that remains relevant amidst the development of the times.
Keywords: Payung Geulis; traditional crafts; cultural identity; manual process; innovation; preservation; challenges; marketing
PENDAHULUAN
Payung Geulis merupakan salah satu warisan budaya khas Tasikmalaya yang memiliki keunikan dan nilai seni yang tinggi. Kerajinan ini dikenal dengan motif-motifnya yang indah, terutama motif bunga yang menjadi ciri khasnya. Payung Geulis bukan hanya sekadar benda fungsional, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya dan hasil kreativitas masyarakat lokal. Menurut Yayat Sukajat, seorang pengrajin Payung Geulis, motif bunga pada payung ini memiliki makna penting dalam melestarikan seni tradisional dan membedakannya dari payung modern.
Seiring perkembangan zaman, keberadaan Payung Geulis menghadapi berbagai tantangan, seperti menurunnya minat generasi muda untuk menjadi pengrajin dan semakin banyaknya produk modern yang lebih praktis dan murah. Di sisi lain, inovasi teknologi mulai diperkenalkan dalam proses produksinya, seperti penggunaan mesin untuk pembuatan pegangan dan tangkai payung. Meski demikian, proses-proses inti, seperti merangkai payung, menyerut bambu, dan melukis motif, masih dilakukan secara manual untuk menjaga keasliannya.
Pelestarian Payung Geulis menjadi penting agar seni ini tidak hanya dikenang sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga dapat terus berkembang di era modern. Seperti yang diungkapkan oleh Yayat Sukajat,
"Ya tentunya kita harus berinovasi, berkreasi, menyesuaikan zaman. Itu aja. Harus menyesuaikan.”
Oleh karena itu, artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai perjalanan payung gelis dari tradisi hingga inovasi, termasuk proses pembuatan, tantangan, dan langkah-langkah pelestariannya.
METODE
Penulisan artikel ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengrajin Payung Geulis, Bapak Yayat Sukajat. Informasi dikumpulkan melalui tanya jawab mengenai proses pembuatan Payung Geulis, tantangan yang dihadapi, inovasi yang dilakukan, dan upaya pelestariannya. Hasil wawancara dianalisis untuk memahami bagaimana tradisi dan inovasi dapat berjalan seiring dalam menjaga kelestarian seni kerajinan ini.
PEMBAHASAN
1. Proses Pembuatan Payung Geulis: Tradisi dan Inovasi
Pembuatan Payung Geulis merupakan perpaduan antara tradisi dan inovasi. Meskipun perkembangan teknologi semakin pesat, banyak bagian dari proses pembuatan Payung Geulis yang tetap dilakukan secara manual. Salah satu contohnya adalah proses merangkai payung, menyerut bambu, dan melukis motif. Bagian ini sangat penting untuk menjaga keaslian dan nilai budaya payung gelis. Menurut Yayat Sukajat, pengrajin Payung Geulis, motif bunga yang dilukis di payung adalah identitas khas Tasikmalaya.
"Salah satunya ya yang pakai manual itu bunga yang menjadi ciri khas Payung Geulis. Kenapa jadi ciri khas Payung Gelis? Karena kita kalau pergi kemana saja lewat payung pasti yang yang pertama dilihat itu bunganya. Ouh ini payung Tasik. Ini payung Tasik ciri khasnya ada," jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa seni dalam pembuatan Payung Geulis sangat lekat dengan tradisi dan identitas daerah.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi mulai membantu mempercepat proses pembuatan Payung Geulis. Mesin digunakan untuk membuat pegangan payung dengan mesin bubut atau pembulatan kayu. Hal ini membantu mengurangi waktu produksi, namun tetap mempertahankan kualitas dan bentuk yang diinginkan. Bapak Yayat menjelaskan bahwa meskipun sebagian proses sekarang sudah menggunakan mesin, seperti pada pembuatan tangkai payung, bagian-bagian seperti jari-jari bambu dan pegangan payung tetap dibuat secara manual. Kombinasi antara teknik manual dan mesin ini, menurutnya, justru meningkatkan
kualitas produk akhir tanpa mengurangi nilai seni yang ada pada Payung Geulis.
2. Tantangan dalam Pelestarian Kerajinan Payung Geulis
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam mempertahankan kerajinan ini adalah regenerasi pengrajin. Seperti yang dikatakan oleh Yayat, “Karena sekarang. Sudah banyak mainan lah anak-anak generasinya. Mainan HP dan sebagainya. Jadi tidak fokus. Fokusnya ingin jadi PNS, ASN, NET, sebagainya. Padahal jadi pengusaha juga kalau ditekun ya lumayan.” Hal ini menjadi salah satu hambatan dalam memastikan bahwa keahlian dalam membuat Payung Geulis dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Untuk itu, dibutuhkan upaya lebih dari berbagai pihak untuk menarik minat generasi muda agar tertarik dengan kerajinan tradisional ini.
Dukungan dari pemerintah juga diperlukan untuk menjaga keberlanjutan kerajinan ini. Meskipun ada pelatihan melukis yang diadakan untuk masyarakat, minat yang rendah dari peserta menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam menarik perhatian generasi muda. Yayat berharap agar pemerintah dan masyarakat dapat lebih mendukung pelestarian seni tradisional seperti Payung Geulis agar tidak punah.
3. Pemasaran dan Inovasi dalam Menjaga Kelestarian Payung Geulis
Di sisi lain, pemasaran Payung Geulis juga mengalami perkembangan. Sebelum pandemi, Payung Geulis dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia seperti Banjarmasin, Lampung, Medan, dan Sulawesi. Namun, selama pandemi, produksi menurun karena banyak barang yang menumpuk. Kini, meskipun ada pemulihan dalam pemasaran, penjualan melalui platform online seperti Shopee belum mencapai angka yang signifikan dibandingkan dengan pesanan dalam jumlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi dapat membantu dalam pemasaran, masih ada tantangan untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Yayat dan pengrajin lainnya terus berinovasi untuk menjaga kelestarian Payung Geulis. Mereka berusaha untuk membuat motif baru yang lebih menarik minat pasar dan juga menerima pesanan dalam jumlah besar meskipun terkadang terbatas oleh kapasitas produksi. Menurutnya,
"Untuk melestarikan nilai seni budaya kita pertahankan yang tradisional. Adapun jika ada tambahan modern, Ya bisa juga sih misalkan motif-motif pesanan itu juga bisa.”
Dengan segala tantangan yang ada, tetap penting untuk menjaga keseimbangan antara mempertahankan tradisi dan melakukan inovasi. Payung Geulis sebagai warisan budaya harus terus dilestarikan, tidak hanya melalui produksi, tetapi juga dengan menarik perhatian generasi muda dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan daya saingnya.
KESIMPULAN
Payung Geulis bukan sekadar kerajinan tradisional, melainkan sebuah karya seni yang memadukan kreativitas, budaya, dan sejarah. Motif-motif yang dilukis dengan tangan tidak hanya mencerminkan keindahan, tetapi juga menjadi identitas yang kuat dari Tasikmalaya. Proses pembuatannya yang masih melibatkan teknik manual menunjukkan bahwa di tengah arus modernisasi, ada nilai-nilai yang tetap dijaga untuk mempertahankan keaslian dan warisan budaya.
Simbol harmoni antara tradisi dan inovasi terlihat jelas dalam pembuatan Payung Geulis. Mesin dan teknologi memang membantu mempercepat produksi, tetapi nilai seni sejati tetap ada pada proses manual yang dilakukan dengan penuh ketelitian dan dedikasi. Hal ini mengingatkan bahwa tidak semua hal harus digantikan oleh teknologi, ada keindahan dan nilai yang hanya bisa tercipta dari kerja tangan manusia.
Namun, tantangan regenerasi pengrajin muda menjadi refleksi yang perlu kita renungkan bersama. Seni seperti Payung Geulis mengajarkan kita untuk menghargai warisan nenek moyang sekaligus mencari cara untuk membuatnya relevan di masa kini. Dari sini bisa kita lihat, Payung Geulis memberikan inspirasi tentang bagaimana seni tradisional dapat terus hidup dengan beradaptasi tanpa kehilangan esensi utamanya. Ini adalah pengingat bahwa seni, dalam bentuk apa pun, adalah bagian dari identitas kita yang perlu dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Payung Geulis bukan hanya sebuah objek, tetapi juga cerita, perjuangan, dan harapan. Ia mengajarkan bahwa seni tradisional memiliki kekuatan untuk bertahan di tengah perubahan, selama kita mau menghargainya dan memberikan ruang untuk berkembang.
Tanggal Kunjungan: 24 Desember 2024
Lokasi: Jl.Panyingkiran I, Panyingkiran, Kec. Indihiang, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat
Terimakasih kepada bapak Yayat Sukajat sebagai Narasumber.
Mahasiswa Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H