"Salah satunya ya yang pakai manual itu bunga yang menjadi ciri khas Payung Geulis. Kenapa jadi ciri khas Payung Gelis? Karena kita kalau pergi kemana saja lewat payung pasti yang yang pertama dilihat itu bunganya. Ouh ini payung Tasik. Ini payung Tasik ciri khasnya ada," jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa seni dalam pembuatan Payung Geulis sangat lekat dengan tradisi dan identitas daerah.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi mulai membantu mempercepat proses pembuatan Payung Geulis. Mesin digunakan untuk membuat pegangan payung dengan mesin bubut atau pembulatan kayu. Hal ini membantu mengurangi waktu produksi, namun tetap mempertahankan kualitas dan bentuk yang diinginkan. Bapak Yayat menjelaskan bahwa meskipun sebagian proses sekarang sudah menggunakan mesin, seperti pada pembuatan tangkai payung, bagian-bagian seperti jari-jari bambu dan pegangan payung tetap dibuat secara manual. Kombinasi antara teknik manual dan mesin ini, menurutnya, justru meningkatkan
kualitas produk akhir tanpa mengurangi nilai seni yang ada pada Payung Geulis.
2. Tantangan dalam Pelestarian Kerajinan Payung Geulis
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam mempertahankan kerajinan ini adalah regenerasi pengrajin. Seperti yang dikatakan oleh Yayat, “Karena sekarang. Sudah banyak mainan lah anak-anak generasinya. Mainan HP dan sebagainya. Jadi tidak fokus. Fokusnya ingin jadi PNS, ASN, NET, sebagainya. Padahal jadi pengusaha juga kalau ditekun ya lumayan.” Hal ini menjadi salah satu hambatan dalam memastikan bahwa keahlian dalam membuat Payung Geulis dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Untuk itu, dibutuhkan upaya lebih dari berbagai pihak untuk menarik minat generasi muda agar tertarik dengan kerajinan tradisional ini.
Dukungan dari pemerintah juga diperlukan untuk menjaga keberlanjutan kerajinan ini. Meskipun ada pelatihan melukis yang diadakan untuk masyarakat, minat yang rendah dari peserta menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam menarik perhatian generasi muda. Yayat berharap agar pemerintah dan masyarakat dapat lebih mendukung pelestarian seni tradisional seperti Payung Geulis agar tidak punah.
3. Pemasaran dan Inovasi dalam Menjaga Kelestarian Payung Geulis
Di sisi lain, pemasaran Payung Geulis juga mengalami perkembangan. Sebelum pandemi, Payung Geulis dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia seperti Banjarmasin, Lampung, Medan, dan Sulawesi. Namun, selama pandemi, produksi menurun karena banyak barang yang menumpuk. Kini, meskipun ada pemulihan dalam pemasaran, penjualan melalui platform online seperti Shopee belum mencapai angka yang signifikan dibandingkan dengan pesanan dalam jumlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi dapat membantu dalam pemasaran, masih ada tantangan untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Yayat dan pengrajin lainnya terus berinovasi untuk menjaga kelestarian Payung Geulis. Mereka berusaha untuk membuat motif baru yang lebih menarik minat pasar dan juga menerima pesanan dalam jumlah besar meskipun terkadang terbatas oleh kapasitas produksi. Menurutnya,
"Untuk melestarikan nilai seni budaya kita pertahankan yang tradisional. Adapun jika ada tambahan modern, Ya bisa juga sih misalkan motif-motif pesanan itu juga bisa.”