Mohon tunggu...
windar deyuar
windar deyuar Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari 3 orang anak

Wanita tangguh penuh semangat positif thinking.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Positif Action 5

18 Oktober 2021   17:24 Diperbarui: 20 Oktober 2021   07:13 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kebahagiaan orang lain membuat kita cemburu membabi-buta bahkan sampai ingin melakukan niat yang tidak baik pada orang lain?

  • Dan pertanyaan lain yang membuat kita cemas.

  • Segala pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi pshikis, biasanya muaranya karena kita masih punya penyakit dalam hati.

    Lalu apa hubungannya penyakit hati tersebut dengan Aura Positif? Sudah pasti sangat berkorelasi karena semua penyakit yang ada di hati kita otomatis akan berpengaruh langsung pada kondisi mental atau kejiwaan (pshikis) manusia. Seorang yang kondisi jiwanya tidak stabil tentu saja akan mengeluarkan Aura Negatif dan itu bisa terlihat kasat mata, seperti muka yang cemberut, senyum kecut, tatapan mata yang kosong, raut wajah muram (sedih) dan berbagai ekspresi suntuk (tidak enak dilihat) lainnya.

    Nah......kalau kita sudah terdeteksi punya penyakit hati yang belum sembuh, jangan coba-coba tebar pesona karena Auranya tidak mendukung kita untuk menarik kebaikan buat diri sendiri dan alam sekitar.

    Kasus dalam kehidupan kita yang sering dijumpai, misal contoh seorang "Pengajar" baik Formal (Guru atau Ustadz-Ustadzah dan Dosen) maupun yang Non Formal (Instruktur, Mentor atau para Trainer) yang tugasnya mendidik dan menularkan (transfer) ilmu kebaikan, maka idealnya orang tersebut harus dalam kondisi ber-Aura Positif sehingga terjamin kesehatan fisik-mental dan spiritual-kerohaniannya. Bagaimana mungkin seorang yang "labil" (tidak stabil) kondisinya bisa mengajarkan ilmu kebaikan. 

    Sumber hakiki segala kebaikan adalah Sang Maha 'Aalim (Maha Pemilik Ilmu atau Maha Mengetahui). Seyogyanya kita yang ingin mendapatkan kebaikan dan berharap mampu untuk menularkan kebaikan tersebut, "MAU" berusaha memantaskan diri dengan petunjuk-Nya dan ikhlas mengikuti apa yang sudah ditetapkan-Nya.

    Sejatinya semua kita punya hak yang sama untuk mendapatkan kebaikan dari-Nya, hanya saja diri kita sendiri yang membatasi hak tersebut. Kita selalu berdalih dan punya berbagai alasan untuk tidak serius memohon petunjuk kebaikan dari Sang Pemilik Kebaikan itu. Kebaikan akan berkonotasi pada hal-hal positif. Hal-hal positif akan memupuk jiwa yang positif.

    Seorang yang berjiwa positif akan punya Aura Positif dan orang yang ber-Aura Positif akan mudah menularkan kebaikan pada orang lain dan alam sekitarnya. Kebaikan yang ditularkannya akan kembali pada dirinya.

    Jika orang yang punya Aura Positif itu menularkan rasa bahagia, maka orang lainpun dapat merasakan bahagia itu dan akhirnya rasa bahagia itu akan kembali pada dirinya sehingga dia bertambah bahagia. Itulah hukum alam (Sunnattullah) yang sudah ditetapkan-Nya.

    Pertanyaannya, apakah kita mau mendapatkan rasa bahagia yang berlimpah itu? 

    (Bersambung)

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun