Mohon tunggu...
Winda Agustin
Winda Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bersenang-senang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tokoh dan Konsep Pemikiran Tasawuf

14 Desember 2023   21:40 Diperbarui: 14 Desember 2023   22:14 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.Sejarah Singkat Rabi'ah Al-Adawiyah.

Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah, seorang pemuka sufi pada abad kedua hijriyah. Ia lahir di Basrah tahun 95 H./713-714 M., ada juga yang mengatakan tahun 99 H./717 M. Ia adalah anak keempat, oleh karena itu dijuluki Rabi'ah yang artinya anak keempat, dari suatu keluarga miskin. Kedua orang tuanya telah meninggal ketika ia masih kecil. Namun hal tersebut tidak membuatnya kehilangan arah. Demikian berat cobaan yang dihadapinya, tetapi tetap menerimanya dengan sabar dan penuh tawakkal kepada Allah swt. Saat ia mendekati kedewasaan, ia pergi dan berpisah dengan saudara-saudaranya, tetapi di tengah perjalanan yang tidak tentu arahnya atau perjalanan yang berbahaya, ia ditangkap oleh penjahat dan dijual kepada seseorang seharga enam dirham. 

Semenjak itu ia menjalani hidupnya sebagai seorang budak1. Dimana pada siang hari ia harus bekerja keras melayani tuannya dan dimalam harinya ia beribadah kepada Allah swt.
Pada suatu malam terjadi sebuah kejadian aneh yang mengubah jalan hidupnya; tuannya terbangun dari tidurnya dan melihat dari jendela, ia mendapati Rabi'ah sedang beribadah dan sujud, di atas kepalanya tampak jelas cahaya yang menerangi seluruh rumahnya, dalam ibadahnya rabi'ah memohon kepada Allah: Ya Allah Engkau tahu bahwa hasrat hatiku adalah untuk dapat memenuhi perintah-Mu. Jika Engkau dapat mengubah nasibku ini, niscaya aku tidak akan beristirahat sekejappun dari mengabdi kepada-Mu.
Melihat kejadian tersebut, sang tuan merasa ketakutan dan tidak bisa memejamkan matanya sampai menjelang fajar. kemudian pagi harinya, ia

1 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Di Indonesia, ed. Harun Nasution (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1993).
 

memanggil Rabi'ah kemudian memerdeka-kannya. Sejak saat itu ia menghirup udara kemerdekaannya sebagai manusia.

Setelah Rabiah bebas, ia memfokuskan perhatiannya pada kegiatan spritual. Di sana ia memiliki suatu majelis yang selalu dikunjungi oleh murid-muridnya yang terdiri dari zhid untuk belajar dan bertukar pikiran. Pada masanya di kota Bashrah sudah mulai diadakan halaqah (pengajian), yang dirintis oleh Hasan al-Bashri. Namun tidak ditemukan data akurat, Rabi`ah pernah mengikuti halaqah tersebut dan berguru kepada seorang syaikh atau seorang guru. Tetapi menurut A. J. Arberry, dia murid tokoh Zahid (pendeta), yaitu Abu Sulaiman ad-Darani2. Meskipun demikian Rabi'ah sebenarnya telah memiliki dasar pengetahuan agama, Sebab sejak kecil Rabi`ah selalu ikut kegiatan ibadah orang tuanya, baik itu ibadah mahdhah atau hanya sekedar membaca al-Qur'an dan berzikir.

Meski setidaknya suda ada 2 (dua) orang yang telah melamar rabi'ah, namun ia tetap memilih hidup sendiri. Rabi'ah belum pernah menikah. Rabi'ah al adawiyah menghindari kehidupan duniawi, dalam hidupnya hanya terfokus pada alam spiritual. Rabi'ah memilih hidup dalam keadaan miskin dan menolak segala bantuan materi yang diberikan kepadanya. Kehidupan zuhud Rabia'ah ini dapat dipahami, dalam dua hal. Pertama, Rabi'ah menyadari latar belakang hidup keluarganya sebagai orang yang miskin. Pengalaman masa lalunya sebagai budak dan hidup dikeluarga yang miskin, secara psikologis meyakinkannya bahwa dia tidak membutuhkan kehidupan mewah. Kedua, sebagai seorang sufi, hal pertama yang harus diikuti sebelum bergumul atau berjuang dalam dimensi spritual ialah kehidupan yang asketik (gaya hidup yang keras). Rabi'ah al-Adawiyah menghabiskan sisa hidupnya di Bashrah hingga wafatnya tahun 185 H./801
M. Rabi'ah al-Adawiyah tidak meninggalkan ajaran tertulis. Langsung dari

2 A.J. Arberry, Pasang-Surut Aliran Tasawuf (Bandung: Mizan, 1985).
 

tangannya sendiri. Ajarannya hanya dapat diketahui melalui para muridnya dan baru dapat dituliskan beberapa tahun setelah kematiannya.
B.KONSEP MAHABBAH (CINTA) RABI'AH AL-ADAWIYAH

Pengertian yang dimaksudkan pada mahabbah ini merupakan kecenderungan hati untuk mencintai Allah. Ada juga yang memberi pengertian mahabbah sebagai ketaatan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-larangan-Nya dan ridha terhadap segala ketentuannya.
Harun Nasution mengatakan mahabbah memiliki pengertian dalam terminologi sufisme sebagai berikut:
1.Menjadikan tuhan satu satunya yang ada dihati.
2.Patuh pada perintah Allah dan membenci sikap melawan kepadaNya.
3.Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi3

Oleh karena itu, ungkapan tasawuf islam (tasawuf) dapat diartikan sebagai kecendrungan hati seseorang (sufi) untuk mencintai Allah saja, mengosongkan ruang hatinya terhadap orang lain, disertai ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menurut Imam al- Ghazali, kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya merupakan fardhu yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil pasti. Munculnya mahabbah ini dipelopori oleh petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur'an, antara lain QS al-Ma'idah: 54 dan QS Ali Imran: 30. Kecintaan (mahabbah) kepada Allah merupakan tujuan yang tertinggi dari maqamat yang dilalui oleh para sufi. Al-Kalabazi membagi mahabbah ini menjadi dua macam, yaitu cinta yang hanya dalam pengakuan saja, dan cinta yang dihayati dan diresapi dalam hati keluar dari lubuk hati. Cinta yang pertama ini ada pada setiap manusia, sedangkan cinta yang kedua ditujukan hanya kepada Allah. Cinta yang seperti inilah yang dianut dan diamalkan oleh para sufi.
Menurut Margaret Smith, Rabi`ah dinilai orang pertama yang menyatakan doktrin cinta tanpa pamrih kepada Allah. Dalam sejarah

3 Harun Nasution, Falsafat Dan Mistitisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993).
 

perkembangan tasawuf, hal ini adalah konsepsi baru di kalangan para sufi kala itu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang konsepsi al-mahabbah atau al-hubb menurut Rabi`ah, akan ditelusuri pernyataannya tentang cinta4.
Pada suatu waktu Rabi`ah dimintai pendapatnya tentang batasan konsepsi cinta. Rabi`ah berkata: Cinta berbicara dengan kerinduan dan perasaan. Mereka yang merasakan cinta saja yang dapat mengenal apa itu cinta. Cinta tidak dapat dijelaskan melalui kata-kata. Tidak mungkin orang dapat menjelaskan sesuatu yang belum dikenalnya. Atau untuk mengenali sesuatu yang belum dia ketahui sebelumnya. Cinta tidak bisa dirasakan melalui nafsu, apalagi jika mengesampingkan tuntutan cinta. Cinta bisa membuat orang menjadi bingung, akan menutup untuk mengungkapkan sesuatu. Cinta mampu menguasai hati Pada kesempatan yang lain, ada seseorang yang menanyakan cinta kepada Rabi`ah. Rabi`ah juga menjawab, bahwa: Cinta muncul dari keazalian (azl) dan menuju keabadian (abad) serta tidak terlingkupi oleh salah satu dari delapan belas ribu alam yang mampu meminum hatta seteguk serbatnya. Dalam dialog lain, terdapat 2 (dua) batasan cinta yang sering dinyatakan Rabi`ah. Pernyataan pertama, sebagai ekspresi cinta seorang hamba kepada Allah, maka cinta itu harus menutup selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta. Dengan kata lain, maka pertama, dia harus memalingkan punggungnya dari dunia dan segala daya tariknya. Lanjutnya yang kedua, dia harus memisahkan diri dari sesama makhluk ciptaan Allah, agar dia tak bisa menarik dari Sang Pencipta. Tambahnya ketiga, dia harus bangkit dari semua hawa nafsu duniawi dan tidak memberikan peluang adanya kesenangan dan kesengsaraan. Karena kesenangan dan kesengasaraan dikhawatirkan mengganggu perenungan pada Yang Maha Suci. Tampak sekali, Tuhan dipandang oleh Rabi`ah dengan penuh kecemburuan sebagai titik konsentrasinya, sebab hanya Dia sendirilah yang wajib dicintai hamba-Nya. Tentang pernikahan, Rabi'ah

4 Margareth Smith, Rabi'ah The Mystic and Her Fellow Saints in Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1997).
 

memiliki pemikiran sendiri. Baginya akad nikah adalah hak pemilik alam semesta. Sedangkan baginya, hal demikian tidak ada karena ia telah berhenti
Maujud (ada) dan lepas diri. Ia merupakan milik Tuhan, serta ia hidup dalam naungannya. Baginya akad nikah harus dimintakan dari Tuhan, bukan dirinya12 . Rabi'ah menyadari bahwa menerima pria dalam ikatan pernikahanakan membuat ia tidak adil adil terhadap suami dan anakanaknya kelak ia tak akan mampu memberikan perhatian kepada mereka, karena seluruh hatinya ia serahkan hanya untuk Allah. Rabi'ah tidak menikah bukan semata-mata karena zuhud terhadap pernikahan itu sendiri, melainkan ia zuhud terhadap dirinya13 Pernyataan kedua, kadar cinta kepada Allah itu harus tidak ada pamrih apapun. Artinya, seseorang tidak dibenarkan mengharapkan balasan dari Allah, baik ganjaran (pahala) maupun pembebasan hukuman, paling tidak pengurangan. Sebab yang dicari seorang hamba itu melaksanakan keinginan Allah dan menyempurnakannya. Karenanya, kecintaan seseorang itu bisa saja diubah agar lebih tinggi tingkatannya, hingga Allah benar-benar dicintai. Lewat kadar kecintaan inilah, menurut Rabi`ah dalam penafsiran Margaret Smith, Allah akan menyatakan diri-Nya sendiri dalam keindahan yang sempurna. Dan melalui jalan cinta inilah, jiwa yang mencintai akhirnya mampu menyatu dengan Yang Dicintai dan di dalam kehendak-Nya itulah akan ditemui kedamaian5.
Dilain waktu, Rabi`ah menyatakan 2 (dua) macam pembagian cinta, sebagai puncak tasawufnya dan dinilai telah mencapai tingkatan tertinggi dalam tahap cinta. Pembagian cinta tersebut, tertuang dalam lirik syairnya:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta. Cinta yang timbul dari kerinduan hatiku dan cinta dari anugrah-Mu. Adapun cinta dari kerinduanku Menenggelamkan hati berzikir pada-Mu daripada selain Kamu. Adapun cinta yang dari anugrah-Mu Adalah anugrah-Mu membukakan tabir sehingga aku melihat wajah-Mu Tidak ada puji untuk ini dan untuk itu

5 Ismail
 

bagiku Akan tetapi dariMu segala puji baik untuk ini dan untuk itu6. Karena tasawuf itu pada dasarnya ekstrim ruhaniyah, maka dalam pembagian cinta, Rabi`ah-lah orang yang merintis untuk membelokkan ajaran Islam ke arah mistik yang ekstrim ruhaniyah. Dia menjadi pelopor yang memperkenalkan cinta ajaran mistik dalam Islam. maksudnya, terbukanya tabir penyekat alam gaib, sehingga seorang sufi dapat menyaksikan dan mengalami serta berhubungan langsung dengan dunia gaib dan zat Allah. Kembali ke banyaknya pernyataan cinta Rabi`ah.
Dulu Rabi`ah mencintai Allah sebagaimana umat lain mencintai Allah, yaitu karena dorongan mengharapkan surga Allah dan takut akan siksa-Nya. Setelah Rabi`ah menyadari bahwa landasan cinta seperti itu dianggap cinta yang masih sempit, Rabi`ah meningkatkan motivasi dirinya sehingga dia sampai luluh dalam cinta Ilahi. Artinya, dia mencintai Allah karena memang Allah patut untuk dicintai, bukan karena ketakutan terhadap neraka ataupun disebabkan mengharapkan surga-Nya
Pemahaman yang disampaikan kepada mahabbah merupakan tanda komitmen mereka dalam mengabdi kepada Allah. Ada pula yang mendefinisikan Mahabbah sebagai pengingat untuk melaksanakan kehendak Allah, menjunjung tinggi Larangan-Larangan-Nya, dan mengamalkan ridha dalam setiap rukunnya. Harun Nasution menjelaskan makna "mahabbah" dalam terminologi sufi sebagai berikut:
1)Menunjukkan rasa hormat kepada semua orang, terutama kepada Tuhan.
2)Ungkapkan rasa syukurmu kepada Tuhan dan berikan kesetiaanmu padanya.
3)Menyerahkan segala sesuatu dari diri sendiri kepada mereka yang membutuhkan.

6 Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996).
 

Oleh karena itu, jelaslah bahwa ungkapan "tasawuf" Islam merujuk pada komitmen seseorang (sfi) untuk meninggalkan semua tuhan lain demi Allah, juga sebagai seperangkat prinsip yang mencakup pelaksanaan perintah-Nya dan menghormati hukum-hukum-Nya.
C.Riwayat singkat Abu Yazid Al-Busthomi

Abu yazid al busthomi adalah seorang sufi pada abad ke 3 hijriyah,bekebangsaan persia, lahir pada tahun 804 M/188 H. Ia memiliki nama lengkap, yaitu Abu Yazid Tayfur ibn Isa ibn Surusyan al-Busthami. Ia lahir dikeluarga yang taat, shaleh, wara, serta zuhud.
Memasuki usia remajanya, abu yazid mempelajari dan mendalami al qur'an dan hadits hadits nabi muhammad SAW., kemudian mempelajari madzhab hanafi sebelum akhirnya mempelajari dan menempuh jalan tasawuf. Karna beliau adalah orang yang mengerti hukum, makan kepatuhannya pada syariat islam sangatlah kuat. Suatu ketika, ia meminta keponakannya untuk memperhatikan seseorang yang dinilai zahid oleh masyarakat. Seseorang itu berada didalam masjid, dan batuh kemudian meludah kedepan (ke arah kiblat) didalam masjid tersebut. Meliahat kejadian tersebut, kemudian abu yazid berkomentar, "Orang itu tidak menjaga satu adab dari adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Bila ia begitu, ia tidak dapat dipercaya atas apa-apa yang didakwakannya" (omongannya tidak dapat dipercaya).
Abu Yazid adalah sufi pertama yang membawa ajaran al-fana, al- baqa, dan ittihad, yakni suatu ajaran mengenai paham meniadakan diri (jasmani), yang mana kesadaran rohani merupakan hal yang kekal saat bersatu dengan-Nya.
D.Konsep Al-Fana', Al-Baqa' dan Al-Ittihad

Pada abad ketiga hijriah terdapat dua aliran tasawuf, ini berdasarkan pendapat ahli sufi. Pertama, aliran sufi yang pendapat-pendapatnya moderat, tasawufnya selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah atau
 

dengan kata lain tasawuf yang mengacu kepada syari'at dan para sufinya adalah para ulama terkenal serta tasawufnya didominasi oleh ciri-ciri normal. Kedua, adalah aliran sufi yang terpesona dengan keadaan-keadaan fana' sering mengucapkan kata-kata yang ganjil yang terkenal dengan nama syathahat, yaitu ucapan-ucapan ganjil yang dikeluarkan seorang sufi ketika ia berada digerbang ittihad7. Mereka menumbuhkan konsep-konsep manusia melebur dengan Allah yang disebut ittihad ataupun hulul dan ciri- ciri aliran ini cenderung metafisis. Abu yazid adalah sala satu diantara sufi lainnya yang berpendapat bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan, sekaligus dipandang sebagai pembawa faham al-Fana', al-Baqa', dan al- ittihad.
1)Al-fana'
Menurut bahasa al-Fana' berarti binasa, Fana' berbeda dengan al- Fasad (rusak). Fana' artinya tidak nampaknya sesuatu, sedangkan Fasad atau rusak adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Ali sufi memberi pengertian pada fana', yaitu hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang biasanya digunakan pada diri. Fana' juga merupakan bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat tercela. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan, sehingga tiada lagi melihat alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka ia akan dikatakan Fana' dari alam cipta atau dari alam makhluk.10 Selain itu Fana' juga dapat berarti hilangnya sifat-sifat buruk lahir bathin.
2)Baqa',
secara harfiah Baqa' berarti kekal sedangkan dalam pandangan golongan sufi, Baqa' adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena sifat-sifat kemanusiaan (basyariah) telah lenyap maka yang kekal dan tetap adalah sifat-sifat ilahiyah atau ketuhanan. Fana' dan Baqa' ini menurut ahli tasawuf datang beriringan

7 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 53.
 

sebagaimana pernyataan mereka: "Apabila nampak nur ke Baqa'an, maka Fana'lah yang tiada dan Baqa'lah yang kekal". Juga pernyataan mereka : "Tasawuf itu adalah mereka Fana' dari dirinya dan Baqa' dengan Tuhannya, karena kehadiran mereka bersama Allah".11 Abu Yazid al-Bustami berpendapat bahwa manusia hakikatnya se-esensi dengan Allah, dapat bersatu dengan-Nya apabila ia mampu melebur kedalam eksitensi keberadaan-Nya sebagai suatu pribadi sehingga ia tidak menyadari dirinya.
Dari uraian-uraian diatas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan Fana' dan Baqa' adalah mencapai persatuan secara rohaniah dan bathiniah dengan Tuhan, sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Dengan demikian materi manusianya tetap ada, sama sekali tidak hancur, demikianlah juga alam sekitarnya, yang hilang atau hancur hanya kesadaran dirinya sebagai manusia, ia tidak lagi merasakan jasad kasarnya.
3)Ittihad
Secara etimologi, ittihad berate persatuan, sedangkan dalam kamus sufisme yaitu persatuan antara manusia dengan tuhan. Ada juga yang mengatakan bahwa ittihad ini merupakan satu tingkatan tasawuf dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.
Faham ittihad ini selanjutnya dapat mengambil bentuk hulul dan wahdat al-wujud. Ittihad juga adalah hal yang sama yang dijadikan faham oleh al-Hallaj dengan fahamnya al-Hulul yang berarti penyatuan meliputi :
a)penyatuan substansial antara jasad dan ruh
b)penyatuan ruh dengan Tuhan dalam diri manusia
c)inkarnasi suatu aksiden dalam substansinya
d)penyatuan bentuk dengan materi pertama dan
e)hubungan antara suatu benda dengan tempatnya.
 

Fana' dan Baqa' juga dianggap merupakan jalan menuju pertemuan dengan Tuhan sesuai dengan Firman Allah SWT yang bunyinya;
Terjemahnya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Q.S. al-Kahfi, 18 : 110).
Merujuk pada uraian tersebut, konsep yan diusung oleh Abu Yazid al-Bustami tidak berbeda jauh dengan konsep al-Halaj. Konsep al-Ittihat yan diusungnya juga mengarah pada sikap seolah- olah Allah Swt telah mengambil alih dirinya. Sehingga muncul anggapan bahwa ia adalah Allah dan Allah adalah dia. Jika konsep ini terus dipakai, maka akan semakin banyak orang yang menganggap hal tersebut sudah melenceng dari ajaran aama Islam. Sebab orangorang awam yang maqamnya rendah, akan mudah terjerumus pada kesesatan.
E.Riwayat Singkat Al-Hallaj

Al- Hallaj memiliki nama lengkap yakni Abu Al-Mughist Al- Husain bin Manshur bin Muhammad Al- Baidhawi, beliau dilahirkan pada tahun 244 H / 855 M; pada sebuah kota kecil daerah Persia yang bernama Baida. Di kota Wasith dekat dengan Baghdad ia tumbuh dan dibesarkan hingga dewasa. Beliau pernah berguru kepada seorang sufi yang sangat terkenal pada masa itu, yakni Sahil bin 'Abdullah At-Tusturi pada usia 16 tahun di Ahwaz. Lalu beliau juga pernah berguru pada 'Amr Al- Makki yang juga merupakan sufi terkenal pada saat itu, beliau berguru pada 'Amr Al- Makki dua tahun setelah berguru pada Sahil bin 'Abdullah At- Tusturi, di tahun 878
 

M, ia pindah pada kota Baghdad dan berguru kepada Al-Junaidi di tahun 264 H yang merupakan seorang sufi besar juga.
Walupun memiliki keinginan untuk dapat menuntut ilmu pada para tokoh tokoh sufi yang sudah sangat besar dan terkenal, akan tetapi ia juga telah menjalankan ibadah haji bukan hanya sekali tapi sudah tiga kali.pada tahun 879 M ketika ia tiba di kota Mekkah, ia memiliki keputusan untuk menemunkan jalan tersendiri agar dapat kepada Tuhan. Dapat di katakan ditahun ini pemikiran -- pemikiran dari Al- Hallaj dimulai untuk mencari tau bagaiaman cara cara agar dapat menyatu dengan Tuhan. Namun ketika pemikiran itu semua di sampaikan kepada orang lain, orang orang justru menganggap dia gila, bahkan para penguasa Mekkah mengancam akan membunuhnya, yang pada akhirnya seluruh ancaman ancaman tersebut membawa dia kembali ke Baghdad.
Sepuluh tahun berlalu dan dia mulai kembali ke Mekkah dan melaksanakan ibadah haji untuk yang kedua kalinya dan setelah haji ia kembali ke Baghdad melakukan lagi penyebaran ajaran ajaran tentang kecintaan terhadap Allah. Beliau menyiarkan ajaran ajaran itu dibanyak tempak seperti jalan-jalan dan pasar dll. Selain itu ketika ia menyampaikan ajarannya beliau mengatakan jika ingin mati secara terhina di tangan kaumnya sebagai keinginannya. Saat itu beliau juga mengata sebuah kata- kata yang cukup aneh dipandang kala itu : "Ana al Haq/I am Trurth/ Akulah Yang Maha Benar".
Dengat adanya perkataan dari pada Al- Hallaj ternyata membuat para rakyat meminta meminta kepada khalifah agar dapat kehidupan mereka memiliki perubahan lebih baik. Adanya tuntutan tersubut memiliki akibat, yang mana Al- Hallaj harus mempertanggung jawabkan dan membuat beliau ditangkap lalu dipenjarakan di tahun 910 M / 297 H, akan tetapi Al- Hallaj berhasil melarikan diri dan kabur ke Kuzistan. Akan tetapi tiga tahun kemudian ia berhasil tertangkap kembali dan di serahkan kepada Ali bin Isa yang merupakan seorang menteri di Baghdad. Hingga di tahun922M ,
 

pengadilan mengadakan sidang yang mana Ali bin Isa dan Hamid sebagai pemimpin sidang.
Hasil dari pada sidang tersebut membuat Al-Hallaj mendaptkan hukuman delapan tahun penjara, lalu setelah itu ada hukuman gantung dengan sebuah alasan yang teologis dan politis dan membuat Al-Hallaj mendapat tuntutan hukuman mati tepat di hari Selasa pada tanggal 26 Maret 922M, Al-Hallaj mendapatkan hukuman dengan digantung pada sebuah tiang, ;alu tangan dan kaki beliau dipotong, kepala beliau lalu dipenggal hingga tubuhnya banyak sekali disirah oleh minyak dan setelah itu dibakar dan setelah itu abunya dibawa disebuah menara pada tepi sungai di Trigis.
Seperti sebuah dongeng kematian tragis Al-Hallaj tidak menyurutkan semangat para pengikutnya. Bahakan ajaran ajaran beliau tetap berkembang, hal ini dapat dibuktikan satu abad setlah beliau wafat ajaran ini tetap berkembang. Di Irak orang menamakan dirinya Hllajiyah sebayak 4.000 orang pengikut Al-Hallaj. Di sisi lain, ajarannya ini sangat besar sekali pengaruhnya kepada para pengikutnya. Para pengikutnya menganggap ia memiliki hubungan dengan sebuah gerakan Qaramitah.
F.Ajaran tasawuf al hallaj

Tasawuf memiliki beberapa konsep dalam ajarannya, ada salah satu aliran tasawuf yang hampir sama dengan tipe paham ittihad yakni Al- Hulul yang mana ajaran hulul ini di sebarkan oleh Bayazid, akan tetapi ilmu ini dikembangkan oleh Husein Ibnu Mansur Al-Hallaj.
Secara singkat Hulul memiliki pengertian singkat yakni Tuhan mengambil dan mempunyai sebagian dari tubuh tubuh yang ada pada manusia pada bagian tertentu untuk menempati didalam tubuh itu setelah sifat sifat kemanusiaan baru setelah itu maka semua akan dilenyapkannya. Halul secara etimologi merupakan sebuah masdar dari Halla- Yahillu- Hulul yang berarti tinggal atau menetapkan. 8

8 Amir Reza Kusuma, Konsep Hulul Menurut Al-Hallaj dan Penempatan Posisi Tasawuf,2022, hal:49
 

Ajaran ini timbul dari sudut pandang Al- Hallaj, ia berkata bahwasannya Allah itu terdapat dua hal yang menjadi sifat dasar Allah, yakni sifat ketuhanan dan sifat kemanuasiaan. Dua sifat inilah yang pada akhirnya oleh Al-Hallaj di kembangkan untuk menjadikannya sebagai ajaran nya untuk di sampaikan kepada orang-orang. Al-Hallaj mengatakan bahwasannya Tuhan memiliki sifat ketuhanna disamping sifat ketuhanan juga memiliki sifat yang merupakan sifat kemanusiaan.
Pada pengertian termonology, al-halul adalah aliran yang mengatakan bahwa tuhan telah mengambil dan mempunyai tempat dari tubuh yang ada pada bagian bagian tubuh manusia untuk menempati didalam tubuh tersebut dengan sifat ketuhanann , tentunya setelah sifat kemanusiaannya itu dihilangkan terlebih dahulu. Hingga sejauh ini ternyata tudingan tersebut adalah berhubungan akan pemikiran Al-Hallaj, antara Tuhan dan manusia itu dapat menjalin cinta, yang dalam tudingan itu berarti bahwa menyamakan manusia dan Tuhan. Paham aliran Al-Hallaj dapat dilihat melalui penafsirang ada pada Al-Qur'an tentang nabi Adam diciptakan :
Teori mengenai Adam diciptakan ini dapat dliahat dari penjabaran sebagai berikut. Sebelum seluruh makhluk Tuhan ciptakan, ia hanya dapat melihat dirinya sendiri. Selama itu dalam kesendiriannya ia sering melakukan antara dirinya dan Tuhan, percakapan yang tidak ada kata dan huruf didalamnya . yang allah lihat hanya ketinggian dan kemuliaan dzatnyadan iapun cinta pada dzatnya sendiri. Ketika Allah melihat dzatnya maka hal itu yang membuat ia mencintai dzatnya sendiri. Menurutnya cinta tidak bisa disfatkan, lalu karena cinta inilah yang akhirnya ia mengeluarkan dari pada dirinya senendiri dari sifat hingga nama nya yang kemuadian terciptalah Adam. Setelah menciptakan Adam dengan cara demikian, ia mulai mengaggungkan dan memuliakan nama Adam, ia begitu cinta terhadap Adam. Karana pada diri Adam Allah memperlihatkan dirinya dalam bentuk Adam.
 

Al-Hallaj menegaskan dalam pandangannya,bahwasannya setiap pada diri manusia itu pasti tersemat sifat ketuhanan dan sebaliknya pada diri tuhan itu tersematkan sifat kemanusiaan. Dari pemikiran demikian itu Al- Hallaj berpendapat bahwa Tuhan dan manusiaitu bisa saja bersatu, Al-Hallaj mengambil bentuk hulul (mengambil tempat) dalam filsafat dalam bentuk persatuan antara manusia dan tuhan. Ketika roh tuhan dan roh manusia telah bersatu, itu artinya manusia telah meninggalkan sifat sifat kemanusiaan dan hanya tinggal sifat ketuhanan dengan cara fana, karena hanya dengan menghilanhkan sifat kemanusiaan itu tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya.
Hulul memiliki sebuah tujuan yakni, agar dapat mencapai suatu penyatuan secara batin. Maka dari itu Hamka menyatakan bahwasannya hulul itu ya ketuhanan., yang kemudia berubah dalam diri setiap manusia. Hal ini dapat terjadi apabila kebatinan seseorang telah bersih dan suci untuk menjalani kehidupan kebatinan ini. Banyak makna yang bersangkutan dengan hulul , apabila al-fana telah berada dipuncak yang mana dapat dilihat dari lebur seluruh nasut sufi secara keseluruhan dan pada akhirnya dirinya dikuasi oleh hululnya. Maka dari sanalah nusut Tuhan akan mengambil tempat agar dapat bersatu dengan hululnya.
Dalam hal psikologis hulul sendiri memiliki dampak yang besar, karena apabila telah sampai pada puncak hulul itu, maka apa yang temenjadi keputusan sufi itu akan langsung diserap dan juga diiringi dengan kehendak Tuhan. Sehingga ketika segala hal yang timbul dari aktivitas seorang sufi maka hal itu juga menjadi aktivitas Tuhan, hanya yang menjadi perantara ialah orang tubuh sufi. Dengan hal ini ketika sebuah pernyataan "Ana al- Haqq" itu tidak bisa dianggap sebagai dari perkataan Al-Hallaj untuk menunjukkan bahwa dirinya itu Tuhan, akan tetapi peraktaan Tuhan itulah yang menunjukkan Dirinya menjadi Tuhan. Hanya saja melalui perantara dari lisan Al-Hallaj.
G.Riwayat singkat Imam al-Ghazali
 

Nama lengkap Al-Ghazali yaitu abu hamid muhammad bin muhammad bin ta'us ath-thusi as-syafi'I al-ghazali. Kadang juga dijuluki dengan ghazzali, yang artinya tukang pintal benang, karna pekerjaan ayah beliau sebagai tukang pintal benang wol. Beliau lahir di thus pada tahun 450 H/1058 M. Ayahnya meninggal pada saat beliau dan saudaranya, ahmad, pada usia dini. Harta Pustaka yang diterimanya sangat sedikit, karna memang ayahnya seorang miskin yang jujur. Di usianya yang masih kecil, al Ghazali mempelajari ilmu fiqh di negerinya sendiri pada syeh ahmad bin muhammad ar-razakani.
H.Ma'rifah

Ma'rifah memiliki pengertian secara etimologis, yaitu pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun. Kaum sufi memberi pengertian secara terminology, ma'rifah disebut pengetahuan tanpa adanya keraguan lagi di dalamnya, apabila pengetahuan itu berisi persoalan Zat Allah swt., dan sifat- sifat-Nya. lalu "Apa itu ma'rifah Zat dan apa pula maksud dari ma'rifah sifat?" . "ma'rifah Zat yaitu mengetahui bahwa sesungguhnya keagungan yang bersemayan dalam diri-Nya dan tidak ada satu pun yang menyerupai- Nya. Adapun ma'rifah sifat, yaitu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Swt. Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Berkuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat dan dengan segala sifat kemahasempurna lainnya," (AlGhazali, 2002, hal. 221).
Ma'rifah kepada Allah Swt. dengan sendirinya yaitu zikir kepada Allah Swt. karena ma'rifah berarti hadir bersama-Nya dan musyahadah kepada-Nya. Tanda-tanda ma'rifah, pada mulanya, munculnya kilatan- kilatan kecermelangan cahaya lawa`ih, tawali', lawami' dan barq. Kata-kata tersebut masing-masing sinonim yang berarti kilatan cahaya dan kecemerlangan. Beda antara al-barq dan al-wajd, adalah al-barq lebih kepada proses memasuki jalan tauhid, sedangkan al-wajd (perasaan) merupakan yang menyertai di dalamnya. Baru setelah keduannya mendarah daging maka jadilah zauq (rasa sukma) (Al-Ghazali, 2002, hal. 236).
 

Sarana ma'rifat seorang sui adalah kalbu, bukan lagi perasaan dan bukan pula akal budi. Kalbu bukanlah bagian tubuh yang dikenal terletak pada bagian tubuh bagian kiri dada seorang manusia, tetapi merupakan percikan rohaniah ke-Tuhan-an yang merupakan hakikat realitas manusia, namun akal-budi manusia seperti kita belum mampu memahami perkaitan antara keduanya. Kalbu menurut al-Ghazali bagaikan cermin. Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya jika cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas- realitas ilmu. Menurutnya lagi, yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawa-nafsu itulah yang justru membuat kalbu berlinang dan cemerlang.
Tujuan-tujuan pengetahuan menurut al-Ghazali yaitu moral yang luhur, cinta pada Allah, fana di dalam-Nya dan kebahagiaan. Karena itu, menurutnya pengetahuan diarahkan pada tujuan-tujuan moral, sebab ia tergantung dari kebersihan dan kebeningan kalbu. Dan pengetahuan adalah tanda-tanda petunjuk dan setiap kali pengetahuan bertambah, moral luhur serta kebeningan kalbu pun semakin meningkat. Cinta kepada Allah dipandang al-Ghazali sebagai buah pengetahuan. Sebab tidak terbayangkan adanya cinta kecuali adanya pengetahuan serta pemahaman, karena seseorang tidak mungkin jatuh cinta kecuali pada sesuatu yang telah dikenalinya. Dan tidak ada sesuatu yang lebih layak dicintai yang selain Allah. Karena itu, barang siapa mencintai yang selain Allah, jika bukan karena dinisbatkan kepada Allah, hal itu timbul karena kebodohan- kebodohan dan kekurangtahuannya terhadap Allah (al-Tatazani, 2003, hal. 175).
I.RIWAYAT HIDUP IBNU ARABI

Ibnu arabi memiliki nama lengkap yaitu Muhammad Ibnu'Ali Ibnu Muhammad Ibnu al-Arabi al-Tai al-Hatimi. Namun nama panggilannya tidak menggunakan "al" karna untuk membedakan dengan tokoh tokoh
 

lainnya. Nama ibnu arabi ini merupakan nama yang dikenal sebagai tokoh dalam perkembangan transformasi ilmu diantara tokoh-tokoh lainnya. Untuk membedakan kedua orang tersebut, kata 'al' dihilangkan jika merujuk pada muhammad ibnu ali ibnu muhammad ibnu al arabi al tai al hatimi, seorang pemikir, sufi, atau filosof yang berjasa dalam pertumbuhan islam. walaupun panggilan dengan menggunakan sebutan Ibnu al-Arabi ini juga masih sering digunakan oleh keduanya. Ibnu Arabi lahir disebuah daerah, yaitu Murcia, spanyol, pada tanggal 27 Ramadhan 560 H bertepatan dengan 17 Agustus 1165 M.
J.Konsep Wahdatul Wujud Ibnu Arabi

Pemikiran tasawuf yang dimiliki ibnu arabi, dapat dipahami sebagai suatu konsep yang mendudukkan al-Khaliq yaitu Konsep wahdatul wujud, yang mana dalam hal ini Allah swt, dalam relasi kosmik sebagai "la maujuda illa alwujud al-wahid", maksudnya tidak ada wujud yang ada kecuali wujud yang Maha Esa. Sebagaimana keberadaan banyak orang tidak berate bahwa hakikat manusia itu tidak ada habisnya, banyaknya wujud yang maha kuasa mungkin bisa dipandang sebagai penomoran, yang bersifat ta'ayyunat dan tidak boleh dipahami sebagai perhitungan dzat yang ada.9. Apa yang disampaikan oleh Ibnu Arabi dengan konsep wahdatul wujud yang ditawarkannya tersebut mencerminkan suatu pola pikir yang menetapkan pencipta dengan ciptaan sebagai dua makhluk kosmik dengan hubungan positif didalam kompleks kosmik mereka.
Ibnu arabi meyakini bahwa segala sesuatu yang ada didunia (fenomena kosmos), baik mikrokosmos maupun makrokosmos, perwujudan tuhan yang sifatnya tajalli dan terpancar dalam setiap fenomena. Konsep wahdatul wujud menurut pemahaman Ibnu Arabi dalam hal ini, tuhan harus terlebih dahulu memilih untuk tetap tersembunyi sebelum memutuskan untuk menampakkan diri dengan cara yang sesuai dengan persepsi manusia. Relasi kosmik yang terjalin antara Tuhan sebagai Dzat yang Maha Pencipta

9 M. Yusuf Musa, Falsafah al-Akhlak Fi al-Islam, (Kairo: Muassasah al-Khanji, 1963), h. 248
 

dengan segala makhluk ciptaan-Nya pada tataran kosmos ibarat hubungan antara cermin dengan bayangannya, atau antara bayangan dan sumber bayangan. Konsekuensinya, konsep wahdatul wujud Ibnu Arabi mengisyaratkan bahwa alam semesta dengan segala fenomena kosmos yang mewarnainya merupakan cerminan bagi Tuhan.
Terdapat salah satu hadits menyatakan hal ini, yang menyiratkan: "berpikirlah tentang ciptaan dan jangan berpikir tentang Pencipta, karena kamu tidak akan mampu memikirkan-Nya". Meskipun tingkat keabsahan hadist ini berada pada tingkat dhaif, namun meskipun memiki derajat yang tinggi, hadis ini menawarkan sudut pandang yang unik dalam memahami gagasan wahdatul tersebut telah memberikan suatu perspektif tersendiri dalam memahami konsep wahdatul wujud bagi mereka yang cenderung dogmatis dalam menafsirkan paham panteistik wahdatul wujud yang menyatakan bahwa tuhan adalah segala sesuatu dan segala sesuatu adalah tuhan. Konsep ini, bagaimanapun, mengkin merupakan Bahasa kiasan yang digunakan oleh seorang sufi yang sangat tertutup dan terbuai oleh kedalaman esoteris yang ia rasakan. Konsekuensi, konsep wahdatul wujud yang dikemukakan Ibnu Arabi meskipun memiliki beberapa kesamaan dengan konsep pantheisme yang menyatakan adanya kesatuan imanen antara Pencipta dan yang dicipta tapi pada aspek-aspek tertentu memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar.
Menanggapi pada konsep wahdatul wujud dari Ibnu Arabi, Haidar Bagir menjelaskan bahwa wujud, bagi Ibnu Arabi, tidak hanya berarti ber"ada" melainkan juga bisa dipahami sebagai menemukan (aktif) atau ditemukan (pasif). Kata "wujud" yang berasal dari bahasa Arab " " yang berarti menemukan. Dengan kata lain, wujud bukan hanya menampilkan eksistensi tapi juga kasadaran (ketahu-an). Oleh karena itu, ibnu Arabi menegaskan bahwa makna realitas tunggal tersebut adalah bersifat sadar atau tahu tentang eksistensi. Dengan kata lain, wujud berarti sadar dengan menyadari atau mengetahui akan diri. Dalam konteks Pencipta, kesadaran akan diri telah berimplikasi pada lahirnya teori emanasi mengenai Sang
 

Tunggal yang berpikir yang keberpikirannya menghasilkan tingkatan realitas dari maujud di bawah-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun