Mohon tunggu...
winda ikariyani
winda ikariyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa

Proses belajar tidak pernah berhenti sampai nafas ini berhenti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Pemisah Mimpi

30 November 2021   11:55 Diperbarui: 30 November 2021   12:20 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Mungkin," jawabku singkat. Tentu semua orang akan sedih bila ia ditinggalkan oleh sesuatu yang menyinari hidupnya, itu yang ada di dalam pikiranku.

            "Seharusya kau tidak perlu sedih, Kak. Meskipun, sinar matahari tidak lagi menyinari bumi. Bukan berarti ia pergi. Matahari masih bersama dengan bumi, tapi hanya saja bumi tidak bisa melihat di keberadaannya. Jarak yang memisahkan mereka. Namun, sejatinya mereka sangat dekat. Jauh bukan terletak pada jarak dan tempat, tapi pada ingatan dan do'a. Bila tidak pernah terbayang dalam ingatan dan tidak pernah melangitkan do'a. Bahkan berada sedekat apapun itu akan tetap terasa jauh," ucap Mina dengan jelas. Kata-kata yang Mina lontarkan benar-benar indah seperti sinar senja yang akan lenyap. Aku hanya terdiam.

***

            Malam kembali datang. Aku dan Mina mengisi malam yang panjnag dengan tidur seperti biasanya. Sebelum aku tidur, kupandangi wajah Mina lamat-lamat yang sudah terlelap tidur. Dalam sekejap mataku ikut tertutup menyusul Mina. Selang beberapa lama, aku yang semula tidur tidak merasakan apa-apa. aku kembali bermimpi persis seperti kemarin malam. Namun, kali ini mimpi itu benar-benar terasa nyata. Aku kembali terbangun. Melihat Mina yang masih tidur di sampingku.

            Kali ini hatiku mendorongku untuk membangunkan Mina. Aku sedikit menggeserkan badanku, membangunkan Mina perlahan. Namun, tidak respon apa-apa. Mina hanya terdiam tidak terbangun atau sekedar menjawab panggilanku. Perasaanku semakin kalut tidak menentu. Aku memeriksa nafas hidung Mina. Berharap ada hembusan nafas yang keluar, tapi tidak aku rasakan sama sekali. Tangisku pecah. Mina pergi meninggalkaku. Menyusul ayah dan ibu. Pergi ke langit.

            "Mengapa kau tidak mengajakku, Mina?" jeritku Memecah keheningan malam.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun