"Mendekatlah kepadaku wahai Zaini. Akan kubisikan padamu tentangku.
Buahku sudah mensejahterakan dan membiayai kalian. Mulai kebutuhan dapurmu. Membuat rumah, turun mandi, sekolah. Menikah hingga kalian naik haji.
Membeli mobil, liburan dan bersenang senang. Semua kebutuhan kalian kami penuhi. Meski kalian bukan pegawai.
Semua kebutuhan hidup kalian dari buah kami.
Tapi, lihatlah perlakuan kalian pada kami!. Meracuni kami. Bahkan kulit buah kamipun tak kalian kembalikan pada kami. Semuanya kalian jual..
Apa salah kami pada kalian?
Tak ada hasil panen yang kalian kembalikan pada kami. Bahkan kalian tak mau berbagi dengan mereka yang kurang beruntung .
Tak ada kasih sayang kalian pada kami.
Jika terus begitu dan tetap meracuni kami. Ingatlah wahai Zaini, kami tidak lagi mengeluarkan buah pada kalian. Selama 20-30 tahun. Sampai kalian merubah sikap dan perlakuan pada kami. Berpikirlah dengan perasaan. Bukan hanya dengan akal.....".
Bang Zaini tak mampu menahan air matanya. Air bening itu, keluar dari kelopak matanya.
Sebuku Kopi Gayo dirasakan bang Zaini setelah melihat perilaku petani yang mengekploitasi kopi tanpa perasaan. Kopi bukan saja tanaman.