Dia lelaki yang diserang lebah. Ratusan atau mungkin ribuan. Menyerangnya dari berbagai arah. Tapi dia sigap. Melindungi diri dengan jaket tebal.
Pelindung wajah dari jaring. Ditengah serangan hebat itu, sigap dia memilih bagian dari sarang lebah untuk diambil madunya.
Dipotong dengan cutter. Bagian rumah yang sudah berisi telur dan bakal anak, dimasukkan lagi kedalam kotak .
Begitu terus dia memanen madu dari satu  kotak  stuv ke kotak berikutnya . Meski sudah melindungi diri , tapi ada saja lebah madu (avis cerana) yang menusuknya.
Meninggalkan sengatnya di kulitnya. Racunnya membuat bengkak. Terkadang di bibir, wajah dan sejumlah tempat di tubuh. Kembung bin bengkak.
Begitulah resiko, memanen lebah tangkar. Pekerjaan ini dilakoni Misbah , lelaki asal Tasikmalaya di Tanoh Gayo.
Misbah mencari lebah liar dirumah rumah warga pegunungan di Takengon hingga Bener Meriah.
Biasanya ditemukan dirumah kebun yang kosong . Kemudian diambil Misbah. Dimasukkan kedalam kotak persegi yang telah dibuatnya.
Lalu dibawa untuk diternakkan. Disekitar rumah kontrakannya. Jika tak memungkinkan, Misbah mencari lahan kosong yang tak berpenghuni. Meletakkan kotak berisi lebah madu disana.
Satu tempat bisa dua sampai tiga stuv. Pertiga bulan, Misbah panen. Satu kotak bisa hasilkan setengah kilogram-tiga kilogram madu. Satu kilo dijual Rp. 300 ribu.
Pelanggan Misbah, mulai dari apotek hingga kafe dan warga setempat. Selalu laku. Habis. Misbah merantau, hanya bermodal ketrampilan ternak madu. Tak ada usaha lain.
Jika madu belum panen, Misbah membuat sarang lebah. Kotak persegi dengan delapan sisir atau bagian. Dalam satu kotak.
Satu rumah lebah madu ini, dijual Misbah Rp. 250 ribu. Dan Misbah sudah hampir lima tahun merantau di Takengon.
Dari ternak madulah, Misbah menghidupi istri dan dua buah hatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H