Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kopi Gayo di Tangan Generasi Milenial

23 Oktober 2017   06:29 Diperbarui: 23 Oktober 2017   07:20 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misi, Hendrika Fauzi dan Ariza Saputra, tiga anak petani kopi yang tergabung dalam Ara Kopi Gayo. Mereka sepakat mengelola kopi Gayo dari hulu hingga hilir ( foto : Ara Kopi Gayo)

Aku sengaja datang ke sana di hari Minggu (15/10/2017). Rumah ditepi jalan itu  harum  aroma kopi. Aroma terapi kopi yang mengundang selera untuk segera ingin meneguk air hitam pahit yang menjadi candu. Si hitam yang dirindukan .

Setelah mengucap salam , tak ada orang diruang tamu yang tidak bersofa. Di sana hanya berisi tumpukan silih tempat menjemur kopi.

Sebuah tempat  bagian kiri  ruang tamu, pintunya terbuka. Aroma kopi yang dibakar api langsung semerbak memenuhi hidung.

Di sana , dua pemuda lajang sedang serius. Satu orang Hendrika Fauzi, sedang memelototi komputernya. Suara musik, Kitaro, mengalir lembut. Kitaro seolah membawa terbang ke  alam raya.

Sementara seorang temanya, menghadap sebuah alat memasak biji kopi.Mesin penyangrai kopi ini biasanya dipawangi Mizi. "Mizi pergi ke kebun di Toa", jelas Hendrika.

Mesin sele berkapasitas tiga kilogram.

Didominasi warna hitam. Mesin roasting ini sedang bekerja memutar drum stainless yang dibakar api dari gas tiga kilogram. Mesin roasting tersebut diberi label Uncle John.

Mesin Gongseng kopi modern , sejak tahun 2006, mulai menjadi "mainan" baru warga pegunungan di tengah Aceh ini. Kabupaten Kopi, Takengen dan Redelong. Di dua kabupaten kopi ini, halaman rumah warga, dipenuhi tanaman kopi arabica.

Kami bertiga salaman seraya melempar senyum. Ruangan berukuran 3 x 5 meter ini dipenuhi berbagai barang yang berhubungan dengan kopi.

Ara Kopi Gayo, kopi Gayo diolah anak petani kopi (foto : Ara Kopi Gayo)
Ara Kopi Gayo, kopi Gayo diolah anak petani kopi (foto : Ara Kopi Gayo)
Greenbeans, roasted Beans dalam toples kaca , continuous Sealer, grinder, bubuk kopi dikemas alufo, manual brew , Espresso machine buatan China hingga catatan roasting dan berbagai sertifikat.

Penghuni rumah di Paya Tumpi 1 ini ada tiga sekawan. Mereka semua dari satu almamater, Universitas Gajah Putih.

Anak -anak petani kopi dari berbagai kawasan di Tanoh Gayo ini,  sepakat membuka usaha kopi Gayo.

Ketiga generasi Milenial Gayo ini yakin, kopi akan mampu membawa mereka terbang jauh. Sejauh -jauhnya , agar kopi Gayo tidak lagi dijual mentah .

Untuk semua itu, dengan berbagai cara dan upaya, ketiganya telah mampu menyewa sebuah rumah produksi kopi serta pemasaran.

Disini, proses penjemuran hingga menjadi bubuk dikawal dan diawasi ketat. Ketiga pemuda ini menamakan Brand mereka dengan Ara Kopi.

Perlahan tapi pasti , Ara Kopi terus mengekspansi pasar. Bukan saja lokal, tapi juga nasional.

Namun, bukan itu saja yang membuat mereka bangga dan senang. Interaksi dengan petani dan produser kopi yang inten, membuat mereka bisa bersosialisasi tentang bagaimana memproduksi kopi yang baik dan komersil, sesuai permintaan pasar.

Selain, alih teknologi kopi semakin cepat berkembang.

Meski tetap dalam kesederhanaan, ketiga generasi muda Gayo yang telah memiliki aset ratusan juta ini, terus berupaya mengembangkan usaha mereka.

Ariza Saputra yang biasa menjadi pemasar Ara Kopi, kini , sedang mengambil Strata Dua di IPB.

Hendrika Fauzi bekerja di sebuah koperasi kopi yang mengeksport kopi ke Amerika. Praktis, Mizi yang standby di pagi hari . Mizi spesialisasinya adalah tukang gorengan kopi (roasster).

Ketiga generasi muda Gayo milenial ini, memulai usaha dari nol. Hendrika dan Ariza, saat masih mahasiswa sudah pernah membuka sebuah Kafe bersama beberapa teman mereka yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) Ugp.

Pengalaman di kafe itu kemudian dijadikan bekal di Ara Kopi.

Kini, ketiga anak petani kopi yang terbilang  kreatif ini sedang berusaha membawa kopi arabica Gayo menjadi lebih bernilai.

Mereka bertiga yakin, kekhasan rasa dan aroma kopi Gayo, bisa lebih menyejahterakan mereka. Bila ditangani dengan sentuhan yang lebih baik dan modern. Apalagi , pasar kopi Gayo yang dikenal dengan Kopi Organik  dan spesialti ini masih terbuka sangat lebar.

Belum lagi kopi Arabika yang dibuat dengan varian yang lebih spesifik, seperti diolah dengan cara natural dan honey. Cara olah ini memiliki pasar tersendiri dengan nilai rupiah yang cukup menggiurkan.

Kopi Gayo ditangan generasi Gayo ini tentu memiliki nilai lebih karena mereka bukan saja mengeruk keuntungan dari setiap tahapan proses kopi. Tapi juga bertanggungjawab membuat petani lebih pintar.

fb-img-1508710824251-59ed29bbf7afdd5b502bd202.jpg
fb-img-1508710824251-59ed29bbf7afdd5b502bd202.jpg
Mereka percaya, kopi hanyalah perantara saja untuk bisa beramal. Karena masih ada hidup setelah mati. (Win Ruhdi Bathin)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun