Selalu Benar?
Melacak jejak Mangku Pastika sejak kecil, kita akan disajikan fakta betapa gemilang prestasinya. Duduk di sekolah dasar, nilainya hanya 8,9 dan 10 (sumber Wikipedia). Yang mengagumkan adalah prestasi luar biasanya ini diraih ditengah kondisi ekonomi yang dikatakan tidaklah terlalu baik. Sang ayah adalah seorang guru, pekerjaan yang sebenarnya cukup baik ketika masa Mangku Pastika dilahirkan dan dibesarkan. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa hidup Mangku Pastika justru begitu susah di masa kecilnya.
Ketika menjadi polisi, segudang prestasi diraihnya. Jabatan prestisius di jajaran kepolisian juga pernah digenggam. Dengan pangkat jenderal bintang dua, pernah dipercaya sebagai Kapolda NTT, Irian Jaya, wakil Kabareskrim Mabes Polri, dan kemudian Kapolda Bali, Mangku Pastika adalah putra kebanggaan Pulau Bali khususnya Buleleng. Kerinduan masyarakat Buleleng akan sosok yang punya nama besar yang menasional bahkan internasional, menjadikan Mangku Pastika bak dewa.
Kekaguman yang tinggi membuatnya selalu mendapatkan puja dan puji. Tiada cacat sedikitpun yang bisa disematkan pada sosok yang terkesan suka bicara apa adanya ini.
Prestasi mengungkap kasus Bom Bali I adalah berkah luar biasa bagi Mangku Pastika (MP). Namun sepertinya banyak masyarakat yang lupa, bahwa prestasi mentereng Mangku Pastika dalam mengungkap Bom Bali I sebenarnya telah tercoreng dengan meledaknya Bom Bali II di sebuah kafe di Jimbaran. Peristiwa ini terjadi justru ketika MP menjabat sebagai Kapolda Bali. Ini menunjukkan kegagalan MP dalam melakukan pencegahan terjadinya tindak terorisme.
Mungkin karena bom yang meledak tidaklah sedahsyat Bom Bali I dan pelakunya bisa diidentifikasi segera, keteledoran MP kemudian dimaafkan. Kemungkinan lain, karena nama MP sendiri sudah terlalu besar dan menjulang. Kemilau nama besar MP, seolah-olah tidak tegores sedikit pun akibat Bom Bali II.
Nama besar dan menjulang MP ini pada sisi lain, melahirkan banyak sekali pengagum atau bahasa kerennya fans. Jika diibaratkan selebritis, maka para fans memuja MP sebagai sosok yang super hebat dan layak dibela habis-habisan.
Jujur harus diakui, untuk masyarakat Bali, tidak ada tokoh yang mampu menyaingi nama besar MP. Kemenangan tipis di Pilgub 2013 membuktikan kuatnya personal branding yang dimiliki MP dan itulah yang menyelamatkannya dari kekalahan melawan kekuatan politik PDIP. Tetapi pertanyaan besar yang harus diajukan adalah apakah sedemikian hebatkah sosok MP sehingga semua yang diucapkannya layak dipercayai sebagai sebuah kebenaran dan kejujuran? Lalu apakah prestasi di dunia kepolisian menjadi jaminan bagi prestasi di dunia birokrasi pemerintahan?
Kutukan?
Seperti kata-kata bijak para tetua, berkah itu selalu bersandingan dengan kutukan. Maka itulah yang terjadi pada masyarakat Bali.
Berkah mendapatkan sosok hebat dan mentereng setingkat MP sebagai Gubernur mau tidak mau juga disertai dengan semacam kutukan. Hal ini tidak lepas dari sejumlah kebijakan MP sebagai Gubernur yang dengan terang benderang sangat mendukung investasi dalam segala bentuknya di Bali. Seakan-akan semua investasi itu adalah baik dan pasti menguntungkan bagi seluruh rakyat. Izin pemanfaatan taman hutan rakyat (Tahura), lalu izin untuk melakukan Reklamasi di Teluk Benoa adalah kebijakan paling nyata yang mengundang pro dan kontra.
Bagi sejumlah kalangan kebijakan-kebijakan tersebut dinilai bisa menjadi bencana bagi Bali di masa depan.
Yang paling sulit dipahami terutama dalam soal reklamasi Teluk Benoa adalah pengakuan dari MP di awal pemberitaan media yang mencuatkan adanya izin reklamasi. Ketika itu MP mengatakan tidak tahu menahu soal reklamasi. Tetapi ketika media menurunkan berita lengkap dengan gambar bentuk SK Reklamasi, barulah MP mengakuinya.