Mohon tunggu...
Laksamana Fadian Z.R.
Laksamana Fadian Z.R. Mohon Tunggu... Politisi - A writer, Debater, Philantrophist

Mawapres Utama UM 2019 YSEALI Alumni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

ABIPET: Inovasi Internet of Things untuk Mereformasi Sistem Pendidikan Menjadi Inklusif dan Menyejahterakan Guru

28 November 2019   00:16 Diperbarui: 28 November 2019   00:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menuju 2045 Indonesia Emas, lulusan pendidikan Indonesia juga akan digoncang dengan revolusi industri 4.0 yang menawarkan automatisasi; perampas pekerjaan berbasis manufaktur sebagai penyerap pekerjaan terbesar dengan cyberphysic dan sensor (Tarmizi, 2018).

Revolusi ini akan memperburuk peningkatan rerata pengangguran yang semula 2,59% (1991) ke 5,6% (2017) (World bank, 2017) yang didominasi oleh 71% generasi muda produktif (Wijaya, 2018).

Kurikulum 2013 (K13) kemudian datang dengan orientasi lulusan inovatif-kreatif, pendidikan karakter, pelajaran berbasis high cognitive & student active learning seperti yang diharapkan Word Economic Forum (Wijaya, 2018). Komponen K13 telah terlihat beradaptasi dengan permintaan dunia kerja hingga 2045, dimana kemampuan  seperti berpikir kritis, kreatif, dan  enterpreneurship adalah syarat untuk bertahan menghadapi era disruptif (McKinsey, 2018).  

Namun, apakah komponen terpenting sistem pendidikan kita telah layak mempersiapkan generasi di era disrupsi mendatang? terlepas dari reformasi kurikulum, guru sebagai eksekutor utama kurikulum melalui RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) yang mereka desain masih mengalami problematika.

Guru yang diwajibkan mengimplementasikan pembelajaran scientfic based learning hingga kontekstual masih tidak sesuai fakta lapangan (Puspitarini, 2014). Mereka mentransmisikan konsep abstrak untuk mengejar target Kompetensi Dasar (KD) tanpa inovasi media dan pendekatan pedagogis sesuai permintaan K13 (Prastya, 2012).

Terlebih ironis, komponen penting untuk memastikan performa guru di kelas sesuai dengan SOP kurikulum melewati pengawas pendidikan masih cacat. 90% pengawas hanya datang sekali per semester, beberapa pengawas bukan ahli pada spesifikasi mata pelajaran guru, dan 30% tidak memberikan feedback secara maksimal (Husain, 2014).

Padahal, mendikbud Muhadjir Efendi sendiri menyatakan bahwa guru adalah penentu terpenting kualitas pendidikan (Debora, 2016). Sehingga, kurangnya performa guru berdampak ke kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan ekspektasi kurikulum yang selalu dirombak dan permintaan pasar yang kian ketat di era disruptif.

Tidak heran apabila Indonesia tertinggal di posisi 61 dari 63 negara pada penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) 2015 yang menitikberatkan penilaian autentik--"apakah siswa dapat menerapkan pelajaran ruang kelas pada dunia nyata?"

Saya menjadi linglung saat menilik ekspektasi Nadim Makarim sebagai Menteri Baru Kemendikbud perihal pemberian kebebasan pada guru untuk berinovasi mengingat kondisi sekarang memperlihatkan minimnya inovasi guru di kelas.

Dengan melihat problematika pendidikan di segmen terkecil seperti kelas, penulis membawa solusi integratif bernama sistem ABIPET (Analitika Big-Data Pendidikan Tertintegrasi). ABIPET bekerja dengan mengumpulkan data tiap sekolah menjadi big data terpusat yang diolah dengan server big data analytics.

Big data merupakan aliran data berkapasitas besar (>1 Terrabyte) dengan arus cepat (Hilbert, 2015). Data yang diserap berupa Feedbacks (kritik dan apresiasi) dari siswa terhadap berbagai aspek pengajaran guru, diikuti dengan feedback lewat wali murid.

Data tersebut juga ditambah dengan data RPP guru, penilaian harian kepada siswa, seperti keaktifan, ulangan harian, dan kuis. Data tambahan dari guru digunakan untuk melakukan cross check dari feedback siswa.

Big data telah digunakan di banyak negara dewasa ini untuk memformulasikan kebijakan tepat sasaran sesuai perilaku masyarakat dan aspirasinya di internet. Data aspirasi digunakan sebagai basis rancangan anggaran di berbagai sektor seperti ekonomi hingga politik (Jina, 2015).

Kini saatnya big data menjadi basis dalam kebijakan nasional pendidikan demi mencapai pendidikan yang siap menghadapi era disruptif 4.0, serta menciptakan guru yang siap menjadi kiblat siswa digital native. Transformasi pendidikan lewat ABIPET yang diharapkan salah satunya seperti inisiatif guru untuk memantik rasa ingin tahu siswa demi tercapainya lifelong learning dan aktualisasi diri yang berkelanjutan.

Proses feedback khususnya dari siswa sangatlah krusial karena mereka adalah entitas yang paling merasakan dampak pengajaran keseharian guru daripada pengawas akademik yang datang secara tidak berkala. Feedback tersebut dapat disalurkan melalui platform ABIPET yang dapat diakses lewat website, aplikasi ataupun perangkat tablet feedback yang ditempatkan di tiap sekolah percontohan. Daerah rural dengan keterbatasan akses internet juga dapat mengirim feedbacknya lewat SMS-gateway dengan format yang telah ditentukan.

ABIPET bekerja dengan konsep S.I.T. yang berarti: a) Sosialisasi; b) Implementasi; dan c) Tindak lanjut (Terlampir Gambar 3.1). Pertama, Sosialisasi ditujukan ke sekolah tingkat SD hingga SMA untuk mengoperasikan ABIPET yang dibina lewat visitasi dinas pendidikan.

Sosialisasi dan training akan dikontekstualisasikan sesuai level pendidikan siswa agar mereka dapat melaporkan feedback secara objektif pada gurunya dan mengetahui kriteria aduan/apresiasi yang dapat dimasukkan dalam kolom kuisioner ABIPET. Proses sosialisasi ini juga akan melibatkan guru, komite sekolah dan wali murid agar proses input data akan terpadu dan tidak ada interfensi dan manipulasi sekolah.

Orang tua juga terlibat apabila siswa tidak dapat menginput feedback secara mandiri dalam prosesnya. Setiap siswa dan orang tua akan diberikan link URL khusus agar mereka dapat mengakses platform ABIPET dimanapun. Panduan yang telah disosialisakan kemudian akan divisualisasi menjadi pedoman berbentuk majalah dinding di tiap kelas, animasi video dan booklet siswa.

Implementasi adalah komponen esensial kedua yang merupakan proses data mining  (pengumpulan data). Komponen ini melibatkan proses input feedback siswa dan wali murid menuju server big data terpusat. Di sisi lain, pihak guru diwajibkan untuk mengupload RPP dan hasil ulangan harian siswa sebagai bahan kuisioner dan bukti cross-check dalam proses tindak lanjut nantinya.

Sebagai contoh, dalam RPP, guru telah menyebutkan penggunaan media atau pelajaran kolaboratif. Klaim RPP tersebut akan diproses oleh big data analytics menjadi kuisioner yang mudah dibaca untuk siswa untuk mengetahui apakah klaim RPP tersebut benar-benar terimplementasi.

Siswa dapat memberikan feedback nya dengan melewati beberapa tahapan, seperti: a) validasi identitas b) pemilihan kategori feedback, dan c) pengisian kuisioner. Semua tahap ini akan bersifat anonim sehingga pihak sekolah tidak akan mengintervensi apabila terdapat akumulasi pengaduan negatif yang mengurangi reputasi mereka.

 Langkah pertama yang disebut sebagai validasi identitas diperlukan untuk mengurangi resiko manipulasi data. Maka sebab itu, platform ABIPET akan diintegrasikan dengan pangkalan data Dapodik (Data Pokok Pendidikan) untuk melakukan cross-check NIS (Nomor Induk Siswa) beserta foto diri saat siswa melakukan proses login. 

Begitupun pula dengan input feedback melewati orang tua dimana mereka akan melewati pengisian form NIK KTP dan validasi SMS nomor ponsel yang akan di-cross check dengan data Dukcapil. Data personal ini akan dirahasiakan dan server akan diberi keamanan firewall.

Setelah melakukan validasi data, siswa akan diarahkan ke halaman kuisioner [Terlampir Gambar 1]. Setelah itu, siswa diberi pilihan feedback yang mana terbagi menjadi kritik, saran atau apresiasi terhadap komponen proses pengajaran seperti metode & strategi ajar (contoh: apakah guru telah melaksanakan pembelajaran saintifik 5M, seperti mengamati dan menanya) dan juga media, penilaian, tugas, behavior guru, ataupun kejadian luar biasa (pelecehan verbal, fisik hingga seksual, serta deskriminasi berbasis SARA, gender, ataupun disabilitas).

Kuisioner dibagi menjadi dua kategori dimana siswa dapat mengisi kuisioner berbasis pilihan skala likert (contoh: SJ : Sangat jarang hingga SS: Sangat Sering) yang lebih mudah atau kuisioner isian. Kuisioner deskriptif menjadi acuan big data untuk memperbaharui isi dari kuisioner yang dimutakhirkan dengan metode text mining.

Text mining juga dapat digunakan untuk pengambilan kumpulan frasa RPP tiap guru yang dirubah menjadi bentuk kuisioner demi memvalidasi apakah guru telah benar-benar menerapkan konten RPP nya.

Selain dengan RPP guru yang membuat isi pertanyaan kuisioner akan bervariasi di tiap kelas, ada pula faktor tingkat jenjang pendidikan, status daerah (contoh: apakah daerah kategori 3T), dan jenis mata pelajaran. Jadi, tidak akan ada pertanyaan "apakah guru telah menerapkan pembelajaran dengan media digital" pada sekolah 3T dan diksi kuisioner akan disesuaikan dengan tingkat pendidikan.

Implementasi data mining juga dapat dilakukan dengan input berbasis suara (voice recognition) lewat mic ponsel sehingga siswa dengan disabilitas dapat mengakses ABIPET. Pada sekolah daerah rural, pemerintah akan mengimplementasikan sekolah percontohan sebagai perwakilan wilayah itu dengan bantuan berupa tablet dan metode SMS-gateway sebelum perluasan jangkauan ABIPET. Sekolah percontohan dapat menjadi rujukan sekolah yang belum siap.

Berikut adalah  tampilan Halaman Statistics Report guru:

Tindak lanjut dari analisis big data adalah proses final dari ABIPET dan bersifat transformatif. Pertama, data feedback dari siswa dan wali murid terhadap seorang guru akan diakumulasikan dulu hingga mencapai batas minimal aduan yang sama untuk ditindaklanjuti demi pengecekan konsistensi data.

Batas akumulasi suara untuk ditindaklanjuti juga bergantung pada tingkat urgensi suatu masalah (contoh: masalah pengajaran seperti rendahnya implementasi pembelajaran saintifik membutuhkan akumulasi aduan sepertiga jumlah siswa di kelas, sedangkan kasus luar biasa seperti kekerasan fisik guru hanya membutuhkan dua aduan untuk tindaklanjuti).

Tindaklanjut dari analisis big data akan berupa penentuan rerata insentif gaji & reward guru terbaik dari tiap wilayah. Sedangkan guru yang mendapat feedback negatif secara frekuen sepanjang triwulan akan mendapatkan pelatihan ulang hingga penurunan insentif gaji bulanan.

Sistem akumulasi rating feedback yang diolah di server akan dikombinasikan dengan validasi RPP dan progress penilaian keseharian siswa. Data ini dijadikan acuan peringkat guru terbaik dari tiap regional.

Guru dengan peringkat terbaik akan diundang ke pusat untuk bersama-sama membicarakan desain kurikulum yang dapat menjawab masalah di lapangan. Mereka juga akan direkam saat melakukan micro-teaching sebagai bahan acuan guru lain yang berupa video.

Guru pilihan dari tiap daerah juga akan dihadirkan pada Forum Group Discussion (FGD) nasional sebagai bahan masukan Kemendikbud untuk menyusun program nasional pendidikan. Sehingga, diskursus reformasi pendidikan tidak hanya didominasi oleh akademisi bergelar "professor" tetapi juga perwakilan eksekutor yang paling merasakan kebijakan.

Kedepannya, hasil dari diskursus Kemendikbud dengan perwakilan guru berprestasi akan dikombinasikan dengan data statistik yang didapatkan dari aduan siswa terbanyak untuk membantu Kementrian dalam mereformasi kurikulum, menentukan kriteria penting dalam standar sertifikasi guru, dan konten program seperti PLPG (Pendidikan & Pelatihan Profesi Guru). Sehingga, konten dari kurikulum dan training guru akan signifikan dan terfokus sesuai kebutuhan di lapangan.

Seorang guru yang mendapatkan rapot buruk feedback sebelum batas ambang tindak lanjut lapangan akan mendapatkan laporan berupa diagram feedback tiap minggunya. Diagram yang telah divisualisasi lengkap dengan aduan siswa terbanyak juga akan diikuti dengan pemberian solusi dari server berupa link video micro teaching guru terbaik tiap wilayah yang telah diedit dan dispesifikkan agar berkaitan dengan kategori aduan yang guru terima.

Video tersebut sebagai alternatif juga dapat didistribusikan lewat CD/FD interaktif bulanan. Untuk mengatasi daftar nama guru dengan feedback negatif yang sama secara frekuen, data nama tersebut akan diteruskan ke asosiasi guru wilayah seperti MGMP untuk bekerjasama dengan dinas pendidikan dalam melakukan pelatihan ulang, konseling melewati workshop yang diikuti dengan monitoring berkala.

Sedangkan untuk kasus serius seperti pelecehan seksual akan melibatkan visitasi staff dinas pendidikan setempat atau  Komisi Ombudsman RI untuk menganalisis kejadian lapangan.

Data rekapitulasi feedback per triwulan dengan memperhatikan margin antara feedback negatif dan positif juga akan menentukan rerata insentif profesi bagi guru dari gaji pokok. Kalkulasi penentuan insentif itu akan dipublikasikan lewat platform SIMTUN Dapodik (Sistem Aneka Tunjangan). Solusi ini hadir disaat gaji guru honorer bergantung pada pendidikan terakhir dan sertifikasi (Rachman, 2018). Padahal,  pendidikan akhir kurang berdampak pada performa mengajar seperti inovasi teknik dan media, motivasi dan kedisiplinan mengajar (Safitri, et.al, 2015). Sehingga, sangat vital untuk menilai secara objektif performa guru sebagai pekerjaan profesional dan memberikan apresiasi atas dedikasi mereka, tidak terkecuali guru honorer yang saat ini sedang dalam keadaan terpuruk dengan beberapa digaji hanya Rp. 500.000 per bulan dan masih harus mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi biaya keseharian dan transportasi (Rachman, 2018). 

 

Sistem reward & punishment, stratifikasi guru hanya dengan pertimbangan memiliki sertifikat mengajar dan merasa puas perlahan akan sirna. Sistem ini juga akan membuat guru semakin mendedikasikan dirinya secara total dengan tidak ragu untuk menginvestasikan uangnya melalui workshop hingga publikasi sebab sebagai timbal baliknya  performa mengajar mereka akan meningkat dan akan sebanding dengan insentif gaji mereka (Trannoy, 1999). Dedikasi yang meningkat juga akan menjadi pemicu untuk secara inovatif mencari solusi dalam menciptakan kelas yang sesuai dengan tujuan pembelajaran (Mas-colell, et al., 1995). Mengingat setiap siswa diberikan hak demokratisnya, guru pelajaran dan BK dibantu sekolah akan lebih terdorong untuk mengakomodasi tiap siswa yang memiliki beragam keterampilan unik, latar belakang keluarga hingga masalah psikologis. Sehingga siswa tersebut tidak akan terasingkan dalam kelas hanya karena mereka dicap "berbeda".

Saya sangat berharap, menteri baru kita--Nadiem Makarim dapat merancang sistem serupa untuk mengefisiensikan sumber daya yang sudah ada. Digitalisasi dan teknologi tidak seharusnya hanya jadi jargon dan gimmick. Dengan begitu, kita selayaknya dapat bertepuk tangan akan alasan bapak Presiden untuk mengangkat menteri kemendikbud dari kalangan technologist profesional non-partai.

 

 LAMPIRAN


Berikut adalah Gambar 1.1: Tampilan Halaman Statistics Report guru ABIPET

LAMPIRAN GAMBAR 1.1
LAMPIRAN GAMBAR 1.1

 

Berikut adalah LAMPIRAN GAMBAR 2.1: Tampilan Halaman Portal Kuisioner

LAMPIRAN GAMBAR 2.1
LAMPIRAN GAMBAR 2.1

Kategori opini siswa

Indikator

Skala opini

FEEDBACK DESKRIPTIF

STS

TD

TT

S

SS

1. Teknik penyampaian pengajaran

Dalam menjelaskan sesuatu hal yang baru, guru selalu menyertakan contoh dan ilustrasi agar siswa dapat dengan mudah memahami

Guru mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda

Guru selalu menggunakan beragam media pembelajaran untuk menunjang pemahaman siswa (LCD, scrabbles, 3D mading, etc)

Kegiatan praktik selalu dilaksanakan dengan pendampingan dari guru

2. Tugas

Guru memberikan tugas proporsional kepada siswa berkaitan dengan materi yang akan atau sedang diajarkan

Tugas yang diberikan telah didahului oleh pemberian pemahaman yang cukup

Tugas yang diberikan sangat berkaitan dengan materi yang akan dipelajari

3. Suasana Kelas

Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran

Guru memberikan perhatian dan bantuan sesuai kebutuhan masing- masing, tanpa memperdulikan faktor latar belakang personal (contoh : gender, agama, ras, suku)

Memberikan kesempatan kepada siswa yang kesulitan dalam memahami tugas dan pengajaran untuk bertanya dan memberikan respons tambahan dan menanggapinya secara benar, akurat, mutakhir.

Guru menanggapi masukan hingga pertanyaan dengan ramah dan sopan, melibatkan jawaban yang benar, akurat, mutakhir.

Guru selalu memberikan kesempatan follow up kepada siswa saat proses penjelesan materi untuk menyangga, memberikan tambahan saran atau bertanya

4. Behavior guru

Guru selalu menumbuhkan semangat belajar pada siswa

Guru menghilangkan strata pemisah antara guru (menghilangkan formalitas yang kaku saat berinteraksi di dalam atau luar kelas)

Guru tidak pernah datang dengan terlambat

Guru bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan, dan berbuat baik terhadap semua peserta didik, dan teman sejawat.

Guru membuat kesepakatan aturan kelas bersama dan juga ikut mematuhi apa yang telah dibuat

Guru bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan, dan berbuat baik terhadap semua peserta didik, dan teman sejawat.

Guru selalu memberikan hukuman positif daripada negatif (contoh: memberikan hukuman telat berupa mengerjakan soal di depan kelas, berbincang tentang masalah frekuen secara personal)

5. Penilaian

Guru memberikan indikator penilaian di awal pembelajaran

Guru menilai tugas atau ulangan harian siswa secara objektif dan terbuka akan masukan kesalahan penilaian

Guru selalu memberikan evaluasi dari ujian, tugas atau pekerjaan rumah (PR)

*Diatas adalah prototipe desain dari kuisioner yang akan  di  melewati proses  sorting lagi apabila level pendidikan siswa lebih  tinggi atau rendah,  jenis daerah (3T, metropolis, atau daerah rural).   Konten RPP yang telah guru upload akan dijadikan kuisioner yang disisipkan secara random untuk mengecek keorisinalitasan RPP guru dan implementasinya di kelas.

 Berikut adalah Diagram Mekanisme Kerja ABIPET:

3-png-5ddeabb7d541df1d8f220d82.png
3-png-5ddeabb7d541df1d8f220d82.png
 

DAFTAR PUSTAKA

Aliazhar, 2013. PENGERTIAN DAN KONSEP MASYARAKAT MADANI. [ONLINE]

https://www.academia.edu/36484743/PENGERTIAN_DAN_KONSEP_MASYARAKAT_MADANI. [Diambil pada 24 November 10.00 WIB]

Angelo Abil Wijaya, 2018. OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN

KURIKULUM 2013 SMA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA REVOLUSI INDUSTRI KEEMPAT. [ONLINE] http://pilmapres.ristekdikti.go.id/file/kti/SARJANA_IPS_ANGELO_ABIL_WIJAYA_18018984_KTI.pdf. [Diambil pada 1 Desember 10.00 WIB]

Debora, 2016. KUALITAS PENDIDIKAN DITENTUKAN OLEH GURU.

https://tirto.id/mendikbud-kualitas-pendidikan-ditentukan-guru-bxZK. [Diambil pada 24 November 10.00 WIB]

Husain, 2014. PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU DI KOTA KENDARI. Jurnal SELAMI  IPS XIX. Volume 2 (40), 2-14.

Jayadi, 2016. Konstruksi Pemikiran Pendidikan Tuan Guru Haji

Turmudzi Badruddin Dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia. [Online] digilib.uin-suka.ac.id/20491/. [Diambil pada 24 November 10.00 WIB]

 

McKinsey, 2018. SKILL SHIFT  AUTOMATION AND THE FUTURE OF THE

WORKFORCE.[Online]https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/Featured%20Insights/Future%20of%20Organizations/Skill%20shift%20Automation%20and%20the%20future%20of%20the%20workforce/MGI-Skill-Shift-Automation-and-future-of-the-workforce-May-2018.ashx

OECD staff, 2015. ABOUT PISA. www.oecd.org/pisa/aboutpisa/.

[Diambil pada 24 November 20.00 WIB]`

Rachman, 2018. FAKTA MIRISNYA GAJI HONORER.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4002089/fakta-miris-rendahnya-gaji-guru-honorer/2. [Diambil pada 24 November 12.00 WIB]

Tarmidzi, 2018. Commentary: Are we heading toward demographic bonus or

disaster?.[Online]http://www.thejakartapost.com/academia/2018/03/05/commentary-are-we-heading-toward-demographic-bonus-or-disaster.html

WORLD ECONOMIC FORUM. (2017). Jobs and the Fourth Industrial Revolution. [Online] World

Economic Forum. Available from: https://www.weforum.org/about/jobs-and-the-fourth-industrial-revolution

Xiaolong Jina, et al., 2015. Significance and Challengexs of Big Data Research//  Big

Data Research, Volume 2, Issue 2, June 2015, pp. 59--64

Menike, H.R.A. 2016. Impact of Demographic Dividend on the Economy of Developed and

Developing Countries. Felicitation Volume of Senior Professor Prema Podimenike, Department of Economics, University of Kelaniya, Kelaniya. pp 170-176.

Margaret Puspitarini, 2014. Tiga Masalah Guru Dalam Implementasi Kurikulum 2013. [Online].

https://news.okezone.com/read/2014/10/16/65/1052959/tiga-masalah-guru-dalam-implementasikurikulum-2013 . [Diambil pada 24 November 12.00 WIB]

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun