Kasus keracunan ikan buntal di Nusa Tenggara Timur mengingatkan kita kembali bahwa ikan buntal memiliki senjata mengerikan di balik bentuknya yang bisa dibilang cukup menggemaskan.
Ikan buntal (juga dikenal sebagai puffer, fugu, bok, blowfish, globefish, swellfish, balloonfish, atau sea squab) merupakan ikan yang ditemukan di perairan laut tropis dan subtropis, tapi beberapa spesies hidup di air payau bahkan air tawar.
Ikan buntal memiliki tubuh panjang dan meruncing dengan kepala bulat. Beberapa spesies memiliki warna cerah untuk "menginformasikan" racun yang dimilikinya.
Kendati demikian, ada juga ikan buntal dengan warna pucat atau samar untuk berbaur dengan lingkungan mereka.
Mereka adalah ikan tanpa sisik dan biasanya memiliki kulit kasar hingga runcing. Semuanya memiliki empat gigi yang menyatu menjadi bentuk seperti paruh.
Mengapa Ikan Buntal Berbahaya
Ikan buntal dikenal sebagai perenang yang kikuk.
Untuk menghindari predator, puffer mengisi perut elastis mereka dengan sejumlah besar air (dan kadang-kadang udara) dan meledakkan diri hingga beberapa kali ukuran normalnya.
Beberapa spesies ikan buntal juga memiliki duri di kulitnya untuk menangkal predator.
Baca juga: "Ikan Buntal, Racunnya Lebih Kuat dari Sianida" oleh Budi Santoso
Di beberapa kesempatan, predator sukses memangsa ikan buntal sebelum mereka mengembang.
Jika itu terjadi, pemangsa biasanya tidak akan menikmati camilannya.
Kebanyakan ikan buntal mengandung zat beracun yang membuatnya terasa tidak enak dan berpotensi mematikan bagi ikan lain.
Racun itu mematikan bagi manusia.
Baca juga: "Ikan Buntal Tak Hanya Mematikan, tapi Juga Bisa Memotong 'Burung'" oleh Novote
Ikan Buntal Dan Keracunan Pada Manusia
Hampir semua ikan buntal mengandung tetrodotoxin, zat yang seringkali mematikan bagi ikan dan juga manusia.
Racun tetrodotoxin dan/atau saxitoxin yang kuat dan mematikan yang dapat menyebabkan penyakit parah dan kematian.
Ini adalah racun sistem saraf pusat dan lebih mematikan daripada sianida.
Ada cukup racun dalam satu ikan buntal untuk membunuh 30 manusia dewasa, dan sejauh ini belum ada penawar yang diketahui.
Gejala mulai dalam waktu 20 menit sampai 2 jam setelah makan ikan beracun.
Gejala awal termasuk kesemutan pada bibir dan mulut, diikuti dengan pusing, kesemutan pada ekstremitas, masalah berbicara, keseimbangan, kelemahan dan kelumpuhan otot, muntah, dan diare.
Pada keracunan parah, kematian dapat terjadi akibat kelumpuhan pernapasan.
Hati, gonad (ovarium dan testis), usus dan kulit ikan buntal biasanya mengandung racun.
Ikan buntal harus dibersihkan dan dipersiapkan dengan baik agar organ-organ yang mengandung racun dikeluarkan dengan hati-hati dan tidak mencemari daging ikan
Toksin dalam ikan buntal juga tidak dapat dihancurkan dengan memasak atau membekukan.
Faktanya, pembekuan dan pencairan produk sebelum pembuangan organ beracun dapat menyebabkan migrasi racun ke dalam daging ikan.
Ikan Buntal Dan Budaya Konsumsi Modern
Masyarakat memang tidak disarankan untuk tidak mengkonsumsi ikan buntal, namun pengalaman eksotis dan kurangnya pengetahuan atas bahaya konsumsi hewan laut tersebut membuatnya masih jadi sajian.
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat sendiri sudah memperingatkan restoran dan pasar ikan yang menyajikan atau menjual ikan buntal untuk tidak membeli atau menjual produk ini kecuali itu diperoleh dari sumber aman yang diketahui.
Di Jepang, ikan buntal disebut fugu dan merupakan suguhan yang sangat mahal dan lezat. Mereka disiapkan hanya oleh koki fugu yang terlatih dan berlisensi.
Baca juga: "Sashimi Ikan Buntal yang Hanya Ada di Jepang, Mahal dan Amankah?" oleh Stefani Ditamei
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H