Fakta terpampang jelas bahwa klub pendiri punya kepentingan untuk mendirikan Liga Super Eropa hari ini.
Di Spanyol, Barcelona berhutang 1 miliar (Rp 20 triliun dengan kurs 1 = Rp 20.000) dan menghadapi salah satu krisis keuangan terbesar dalam sejarah mereka dengan Real Madrid tidak mampu membeli satu pun rekrutan besar musim panas lalu.
Di Italia, Juventus harus bisa mengisi kas klub dengan uang 100 juta (Rp 2 triliun) pada akhir Juni nanti selagi pemilik Inter Milan sudah sampai di titik mencari dana talangan operasional pada bulan Februari.
Jelas mereka adalah klub besar dalam olahraga paling menguntungkan di dunia: tempat dimana orang -- orang pintar dan berpikiran paling tajam berkumpul.
Apakah kita bisa memercayai kepintaran tersebut untuk mengatur sebuah liga yang memisahkan diri dari struktur kompetisi yang kita kenal, padahal mereka sendiri kesulitan menjaga atap berdiri di atas kepala mereka?
Mungkin, untuk semua sakit hati dan pergolakan kedepannya, inilah kesimpulan logis: klub penggagas telah mengancam untuk menciptakan kompetisi sendiri selama bertahun-tahun dan sekarang mereka mendapatkannya dengan saya hanya bisa bersumpah serapah.
Untuk Liga Super Eropa dan teman-temannya: semoga berhasil.
Baca juga: "European Super League: Kita Dukung atau Boikot?" oleh Steven Chaniago
Sebuah translasi kasar dari artikel Jonathan Liew, "Only someone who truly hates football can be behind a European super league".
Anda bisa membaca tulisan aslinya di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H