Mereka berbincang-bincang sangat lama sekali dan beberapa kali memesan kue dan berbagai macam minuman. Ada perasaan bahagia bagi mereka saat itu. Topik apa saja mereka bicarakan seperti bagaimana Andrea bisa membaca. Juga tentang hobi, pekerjaan sampai makanan dan minuman favorit masing-masing.
****
Setelah pertemuan mereka berdua di cafe tersebut, mereka menjadi semakin akrab. Sinta selalu saja lupa untuk memberitahu tentang lengannya yang hanya ada satu.
Sampai suatu saat, Andrea memberitahu Sinta bahwa dia akan menjalankan operasi bagi kedua matanya. Sinta sangat senang dan berharap untuk kesembuhan mata Andrea.
Namun Sinta merasa khawatir jika Andrea bisa melihat dan mengetahui fisik Sinta yang tidak sempurna, Andrea pasti akan meninggalkan dirinya dan apalagi Andrea akan menjadi seorang pria yang sempurna secara fisik dan sukses dalam menyanyi lagu-lagu indah.
Pikiran dan perasaan dia bercampur aduk, antara ingin melihat Andrea sembuh dan rasa takut yang menyiksa sukma. Bagaimana jika Andrea melihat fisiknya yang tidak sempurna lalu pergi menghilang?
Tibalah momen tersebut. Andrea mendapatkan operasi sesuai jadwal di rumah sakit ternama. Dia berada di sana cukup lama.
Kabar baik yang sudah ditunggu mereka menjadi kenyataan kalau operasi tersebut sukses. Tetapi perban penutup mata masih belum boleh dilepas dan harus diganti beberapa kali agar terhindar dari infeksi dan hal merugikan lainnya.
Dalam masa pemulihan di rumah sakit, Sinta selalu menemani Andrea. Dia selalu membawa makanan untuk Andrea. Saat-saat itulah yang membuat Andrea bersemangat dan bisa merasakan kebaikan Sinta.
“Sinta, terima kasih ya. Kamu baik sekali. Besok saya sudah tidak memakai perban sama sekali. Saya ingin sekali melihat matahari dan bulan, siang dan malam. Apalagi untuk melihat kamu Sinta.”
“Iya Andrea, saya juga ingin sekali agar kamu bisa melihat lagi. Tapi…” Sinta berhenti untuk melanjutkan kata tersebut. Dia tidak ingin Andrea kecewa.