Mohon tunggu...
Andri W
Andri W Mohon Tunggu... Jurnalis di Harian Pagi Jambi Independent (Jawa Pos Grup) -

Manusia yang haus akan pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Hati

1 Juli 2015   13:18 Diperbarui: 1 Juli 2015   13:18 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Disebuah taman yang dipenuhi berbagai jenis bunga nan indah. Aku berada disebuah bangku bersama dengan Tina. Kami tampak bagaikan sepasang muda-mudi yang tengah berpacaran, meskipun keadaanya tidak lah demikian. Nyaris setiap hari aku menghabiskan waktu bersamanya dan bersamanya ku selalu merasa bahagia.

Aku hanya lah seorang sahabat baginya, bahkan mungkin seorang kakak, karena perbedaan usia kami yang terpaut lima tahun, dimana usianya lebih muda dariku. Selama ini aku selalu berusaha menjadi sosok sahabat atau kakak yang baik buatnya, bergembira bersama, serta berusaha ada dikala duka mulai menyelimuti hatinya.

Ingin sekali aku mengatakan bahwa aku sangat menyayanginya, mencintainya dan ingin sekali mengarungi kehidupan ini bersama dengannya, baik di saat suka maupun duka. Aku akan selalu ada untuknya. Namun, apa lah daya nyali tidak sebesar angan naluri. Entah sampai kapan aku akan memendamnya, disatu sisi batin ku bahagia bisa selalu menjadi orang yang menemani harinya, disisi lain batin merasa takut, takut akan kehilangan dirinya.

Sebelumnya, tak pernah terpikir dibenakku untuk jatuh cinta kepadanya. Namun, perlahan rasa itu mulai ada, aku mulai jatuh cinta dengan wanita yang sudah hampir tiga tahun kuanggap sebagai saudara. Aku pun berusaha menyangkal perasaan ini, bersikap biasa, layaknya seorang sahabat, meskipun terkadang itu sangat menyiksa. Berkali-kali ku mencoba bertanya dalam hati, apakah benar aku mencintainya atau ini hanya dinamika hati karena terlalu sering bersama.

Sudah hampir satu jam lebih aku duduk bersamanya disana, sembari mendengarnya bercerita tentang Hendra, pria yang menjadi pujaan hatinya dan juga merupakan salah seorang temanku. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik, meskipun dibenakku selalu membayangkan, andaikan saja aku yang menjadi pujaan hatinya.

“Hendra itu kenapa sih, Amri?” tanya Tina.

“Kenapa apanya Tin?” aku mencoba bersikap seolah-olah penasaran.

“Dia selalu saja bersikap dingin sama aku. Setiap kali aku sms, bbm atau telpon dia selalu saja bersikap so cool gitu. Dia itu suka atau tidak sih sama aku,” katanya. Aku mencoba diam sejenak.

“Gini ya Tin. Hendra itu orangnya memang tipenya tertutup dan dingin seperti itu, sampai sekarang saja aku juga tidak tahu dia suka atau tidak sama kamu,” ungkapku.

“Tapi aku yakin dia itu suka sama kamu. Buktinya dia sering kan ajak kamu jalan bareng,” ungkapku terus berusaha menenangkan hati Tina yang terlihat sedang gundah gulana.

“Iya juga sih,” jawabnya singkat sembari memperlihatkan raut wajah yang lesu.

“Dia mungkin butuh waktu aja buat mengenal kamu Tin. Lagi pula, Hendra kan sudah lama banget tidak pacaran,” ungkapku, terus berusaha menenangkan hati Tina.

***

Aku adalah orang yang pertama kali memperkenalkan Hendra kepada Tina. Aku pikir tidak masalah jika mereka nantinya berpacaran atau bahkan menikah. Ini juga kulakukan untuk membunuh perasaan cinta yang ada dihatiku kepada Tina.

Tina adalah sosok perempuan cerdas yang dikarunia kecantikan ragawi, sedangkan Hendra adalah pria tampan, baik hati dengan segudang prestasi. Aku mengenal keduanya layaknya saudara. Jadi akan sangat menyenangkan bagiku jika melihat kedua orang sahabatuku ini bersama nantinya.

Hatiku pun tidak akan merasa cemas, jika Tina bersama dengan Hendra. Namun, perjalanan cinta mereka tidaklah semulus yang aku bayangkan dan harapkan. Tina memang telah terlajur kagum dan jatuh cinta dengan sosok Hendra, akan tetapi sikap Hendra yang kaku dan dianggap Tina terlalu dingin kepadanya seolah menjadi sebuah problematika kehidupan bagi Tina.

Hampir setiap hari aku mendengar curhatnya soal sosok Hendra. Sebagai seorang sahabat, aku terus berusaha menjadi pendengar yang baik buat luapan isi hatinya itu. Meskipun terkadang pikiran liar terus menghantuiku, benakku selalu saja berusaha meyakinkan bahwa aku lah orang yang tepat untuk mendampingi hidup Tina. Namun, aku biarkan saja pikiran liarku itu terus menghantui hidupku.

Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiran Hendra, sehingga mengabaikan mahluk seindah Tina. Andai aku diposisinya, aku akan merasa sangat bahagia. Hari-hari akan kulalui dengan penuh keceriaan selama bersama Tina.

***

“Tin, jodoh itu sudah ada yang mengatur, kalau memang Hendra jodohmu, aku yakin kalian akan bersatu,” kataku.

“Aku juga yakin, jika memang Hendra itu cinta sama kamu, dia pasti akan memperjuangkanmu,” aku berusaha meyakinkannya.

“Jangan galau terus ya Tin,” ujarku sambil tersenyum kepadanya Tina.

Tina hanya terdiam, dengan wajah lesu dan mata sedikit berkaca-kaca. Aku mengerti apa yang ada dipikirannya, namun aku tidak bisa berbuat banyak, selain terus berusaha meyakinkannya bahwa suatu saat Hendra akan mencintainya.

Aku tidak pernah tahu apa yang ada dipikiran Hendra tentang Tina. Begitu halnya dengan Tina yang tidak pernah tahu tentang perasaan cintaku kepadanya. Aku biarkan hal itu menjadi sebuah rahasia hati, yang bisa saja terkikis ataupun terungkap seiring dengan berjalannya waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun