sepakbola professional di masa kini akan sangat ditentukan oleh bagaimana pengelolaannya, terutama dalam hal modernisasi di segala bidang pendukung ditambah dengan komersialisasi yang masif dengan perencanaan bisnis yang cermat.
Kesuksesan sebuah klubUntuk klub-klub Indonesia sendiri, situasinya boleh dibilang cukup tertinggal jauh dari negara-negara tetangga seperti Malaysia ataupun Thailand yang pada akhirnya membuat klub-klub Indonesia kesulitan untuk bersaing di level internasional selama beberapa tahun terakhir. Dampaknya tentu sudah kita bisa lihat sendiri, dengan liga kita yang hanya bisa bercokol di peringkat 6 se-ASEAN hingga saat ini.
Oleh karena itu, klub-klub Indonesia sekiranya sudah harus mulai membuat beberapa perubahan sistematis nan modern untuk mengejar kesuksesan jangka panjang di masa depan baik di level domestik maupun di level internasional. Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian.
Yang pertama adalah aspek infrastruktur yang bisa dicapai dengan kepemilikian stadion dan training center pribadi.
Seperti yang kita ketahui bersama, banyak klub sepakbola top dunia saat ini memiliki stadion homebase mereka sendiri yang mereka bangun dan kelola dari biaya yang tentu tidak murah, tetapi akan menguntungkan bagi klub yang memilikinya.
Kepemilikan stadion secara pribadi tentu juga akan menambah pemasukan klub dari segi penjualan tiket tergantung dari seberapa besar kapasitas stadion yang dimiliki.Â
Selain itu, klub juga dapat menyewakan stadion mereka untuk event-event di luar sepakbola kepada pihak eksternal (misalnya untuk konser musik atau expo) yang tentunya akan makin menambah pemasukan bagi klub.
Keuntungan lainnya adalah klub juga dapat lebih bebas mengekspresikan identitas mereka seperti misalnya mengatur warna kursi di stadion mereka sesuai dengan warna logo klub. Contohnya bisa dilihat pada Stadion Spotify Camp Nou milik Barcelona yang kursinya didominasi warna kebesaran klub yakni merah dan biru dipadukan dengan pola logo klub dan tulisan "Mes Que Un Club" yang juga di buat dari kombinasi warna-warna kursi.
Selain itu, biasanya di sekitar arena stadion, klub biasanya juga membangun area museum untuk memamerkan sejarah dan pencapaian klub, lalu juga toko merchandise klub, ditambah dengan food court kecil yang akan memberikan pengalaman football hospitality yang unik bagi para fans klub. Selain memberikan manfaat untuk klub
Untuk klub-klub di Indonesia sendiri, mereka kebanyakan masih berkandang di stadion-stadion milik pemerintah daerah masih-masing seperti misalnya Persib Bandung di Jalak Harupat, Persija Jakarta di JIS, Bali United di Kapten I Wayan Dipta, dan lain sebagainya dengan status sebagai penyewa.
Alasannya sendiri cukup beragam namun yang paling sering diutarakan adalah karena belum siap secara finansial sehingga, menyewa stadion-stadion milik pemerintah dirasa menjadi solusi yang lebih praktis ketimbang membangun stadion sendiri.
Padahal, banyak klub Indonesia yang memiliki fanbase yang besar sehingga akan sangat disayangkan jika mereka melewatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari memiliki stadion sendiri yang sudah disebutkan sebelumnya.
Ini juga menjadi salah satu bentuk ketertinggalan klub-klub Indonesia oleh klub-klub dari negara tetangga. Misalnya saja klub Malaysia, Johor Darul Ta'zim dan klub Thailand, Buriram United sudah duluan memiliki stadion berstandar modern di Kawasan Asia Tenggara.
Akan tetapi situasinya mungkin akan mulai berubah setelah salah satu klub promosi Liga 1, Malut United mengumumkan jika mereka akan membangun stadion pribadi mereka sendiri yang akan mereka namai "Malut United Arena". Peletakan batu pertama pun juga sudah dilakukan dan rencananya stadion tersebut akan berdiri di lahan seluas 6 hektar dengan berbagai macam fasilitas pendukung. Hal ini juga membuat klub milik David Glenn itu ke depannya akan menjadi klub pertama di Indonesia yang memiliki stadion sendiri.
Tentunya itu merupakan sinyal positif dan harapannya klub-klub Indonesia lainnya juga akan mengikuti jejak dari Malut United. Tidak harus besar dan megah seperti di Eropa, tetapi tetap harus memiliki fasilitas yang lengkap dan modern.
Selain stadion, kepemilikan training center pribadi juga menjadi tolak ukur modernisasi pengelolaan klub sepak bola professional saat ini. Klub-klub top dunia sudah tentu memiliki setidaknya satu pusat latihan klub pribadi seperti misalnya Bayern Munich (Sabener Strasse), Chelsea (Cobham Training Center), dan Real Madrid (Real Madrid Sport City).
Fasilitas-fasilitas yang ada di Training center klub biasanya meliputi beberapa lapangan dengan berbagai ukuran, mess pemain, kantor staff kepelatihan, arena gym, dan lain sebagainya yang bermuara pada peningkatan mutu latihan.
Malah biasanya, klub-klub top dunia juga melengkapi pusat latihan mereka dengan fasilitas rekreasional seperti lapangan basket, lapangan voli, kolam jacuzzi, dan bahkan stadion kecil untuk sesi latihan terbuka di hadapan fans supaya pemain dapat melakukan aktivitas healing yang menyenangkan setelah latihan.
Untuk di Indonesia sendiri, tren membangun training center pribadi sudah bergema sejak beberapa tahun terakhir. klub-klub seperti Bali United, Persija Jakarta, dan Dewa United sudah memiliki training center mereka sendiri dengan kapasitas yang berbeda-beda.
Ada yang sudah sangat lengkap dengan segala fasilitasnya seperti Dewa United dan Bali United, lalu ada yang baru memiliki kompleks lapangan saja, dan ada pula yang masih sekedar wacana dan rencana. Sementara itu klub yang tidak memiliki fasilitas training center sendiri biasanya menyewa lapangan milik pemerintah atau swasta setiap kali mereka akan berlatih.
Inilah juga letak keuntungan dari klub yang memiliki training center sendiri yang dimana mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya sewa setiap kali mereka ingin latihan sehingga alokasi dana dapat digunakan untuk keperluan lainnya.
Harapannya adalah semakin banyak klub yang memiliki training center pribadi mereka sendiri untuk ke depannya.
Beralih dari stadion dan training center, hal kedua yang harus diperhatikan oleh klub-klub Indonesia adalah memiliki jajaran staff kepelatihan yang lengkap dan mumpuni.
Hal ini sebetulnya berkaca dari bagaimana misalnya Shin Tae Yong menunjuk rekan senegaranya Yeom Ki-Hun untuk menjadi pelatih striker di Timnas Indonesia yang efeknya langsung terasa pada meningkatnya penampilan para ujung tombak tim Garuda seperti Ramadan Sananta, Dimas Drajad, dan Hokky Caraka di level klub.
Sebenarnya disinilah letak ironinya. Timnas seharusnya sudah menerima "produk jadi" dari klub akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
Klub-klub pro Indonesia seharusnya lebih banyak berinvestasi untuk memiliki tim kepelatihan yang lengkap dan kompeten. Biasanya dalam sebuah klub professional saat ini, terdapat 3 elemen staff kepelatihan.
Yang pertama adalah asisten pelatih dan pelatih teknikal. Asisten pelatih biasanya memiliki tugas untuk membantu pekerjaan pelatih kepala dalam kapasitas kepelatihan dan juga hal = hal administratif. Biasanya asisten pelatih berjumlah 2-3 orang.Â
Lalu, ada juga jajaran pelatih teknikal yang bertugas untuk meningkatkan bagian-bagian skill tertentu dalam pelatihan. Dalam sebuah klub sepakbola professional saat ini, mereka biasanya memiliki pelatih kiper, pelatih striker, dan pelatih set piece tergantung dengan kebutuhan tim.
Lalu yang kedua adalah staff pelatih bidang kesehatan dan kebugaran yang biasanya meliputi fisioterapis, dokter tim, pelatih fisik, dan pelatih rehab.
Dan yang ketiga adalah staff kepelatihan bidang data dan analisis. Biasanya untuk bidang ini, rata-rata klub sepakbola professional memiliki setidaknya 2-3 chief analyst yang bertugas untuk membantu staff kepelatihan lainnya dengan hasil analisis data yang dapat dimengerti dengan mudah, entah itu analisis performa pemain, analisis performa klub secara keseluruhan, dan lain sebagainya. Nah, biasanya para chief analyst ini juga dibantu oleh Video Analyst dan juga Match Analyst.
Untuk konteks klub-klub Indonesia, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, masih banyak yang tidak memiliki staff kepelatihan yang lengkap dan professional karena berbagai sebab tetapi kebanyakan karena tidak menemukan kandidat yang cocok untuk mengisi posisi tersebut karena pengalaman yang kurang atau dana yang tidak memadai.
Parahnya lagi, kita juga sempat menyaksikan adanya dokter gadungan di tubuh timnas yang juga bekerja di PSS Sleman saat itu yang bernama Elwizan Aminuddin. Ia diketahui menggunakan ijazah palsu dan akibat dari perbuatannya itu, beberapa pemain termasuk kiper timnas saat ini, Ernando Ari hampir pensiun dini karena diagnosanya yang bodong.
Untuk itulah dalam perekrutan tenaga-tenaga staff kepelatihan, klub harus benar-benar melihat dan menyelidiki background dari para kandidat dengan seksama supaya kasus serupa tidak terulang lagi.
Harapannya untuk poin kedua ini masih sejalan dengan poin pertama yakni, supaya klub -- klub Indonesia sadar akan pentingnya memiliki jajaran staff kepelatihan yang kompeten dan lengkap guna meningkatkan mutu pelatihan dan performa pemain di atas lapangan.
Poin berikutnya yang tidak kalah penting adalah pengembangan usia dini melalui akademi klub. Kepemilikan akademi bagi klub modern saat ini adalah sebuah keharusan, mengingat akademi merupakan jalan masuk untuk bakat-bakat muda yang nantinya mungkin akan menjadi andalan untuk klub di masa depan setelah mengalami penempaan di tim kategori umur.
Di Eropa misalnya, kita mengenal beberapa akademi klub prestisius seperti La Masia (Barcelona), Bayern Campus (Bayern Munich), dan Ajax Academy (Ajax Amsterdam) yang sudah menghasilkan banyak sekali pemain top dunia sepanjang sejarah.
Dalam konteks Indonesia, saat ini ada beberapa klub yang memiliki akademi mereka sendiri seperti Bali United, Arema FC, PSM Makassar, Borneo FC, Persebaya, Persija Jakarta, dan Persib Bandung.
Akan tetapi untuk jumlah keseluruhannya masih sangat sedikit mengingat Indonesia yang memiliki banyak klub pro yang berkompetisi di Liga 1, 2, dan 3.
Apalagi dari segi kompetisi Indonesia sudah memiliki Liga usia dini bernama EPA yang sudah ada sejak 2018 yang diikuti oleh tim dari Liga 1 dan rencananya akan diekspansi lagi supaya tim dari Liga 2 bisa ikut berpartisipasi sehingga kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk klub professional di seluruh Indonesia untuk segera memiliki akademi usia muda mereka sendiri.
Selain itu, jika semua klub di Indonesia sudah memiliki akademi usia muda mereka sendiri, maka juga akan berdampak pada stok national pool untuk timnas segala jenjang,
Tentunya, memiliki akademi sendiri juga perlu pengelolaan yang professional seperti misalnya memilki tim pelatih muda yang berpengalaman, fasilitas dan infrastruktur, dan kurikulum sepakbola modern.
Beralih ke poin terakhir, satu hal lagi yang harus diperhatikan oleh klub -- klub Indonesia adalah pengelolaan finansial yang sehat. Banyak klub Indonesia saat ini boleh dibilang memiliki masalah finansial entah karena beban operasional yang semakin meninggi dan tunggakan gaji pemain. Beberapa kali berita mengenai masalah ini bersliweran di media sosial dan lini massa.
Tentunya, masalah finansial akan menghambat klub untuk melebarkan sarana dan prasarana seperti yang sudah penulis paparkan di poin satu, dua, dan tiga. Tak jarang juga, klub-klub yang memiliki masalah finansial ini mengalami kebangkrutan.
Tidak hanya di Indonesia, bahkan di Liga -- liga top Eropa pun hal serupa sering terjadi. Contohnya saja bagaimana klub-klub legendaris seperti Schalke 04 dan Bordeaux kini harus merana di divisi -- divisi bawah di liga mereka karena kondisi finansial mereka yang carut marut selama beberapa tahun terakhir.
Artinya adalah, klub-klub Indonesia sudah harus lebih bijak dalam perencanaan keuangan mereka dengan salah satunya adalah mengeliminasi potensi pengeluaran yang berujung pada pemborosan dana klub serta lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan lain untuk klub seperti misalnya menerapkan club membership dengan berbagai macam benefit kepada basis fans seperti halnya yang kita lihat di klub -klub top dunia.
Yah, tentu saja proses untuk mencapai semua yang sudah disebutkan tadi memerlukan waktu yang panjang. PSSI dan LIB harus juga ikut terlibat dalam proses ini, tapi terlebih lagi semua harus berawal dari mindset ingin maju. Jika pengelolaan klub di Indonesia sudah professional, maka timnas pun juga akan kecipratan  dampak baiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H