Mohon tunggu...
William Gunawan
William Gunawan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Pundit dan Dokter. Sedang berdomisili di Mandori, Biak-Numfor

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toko Buku Tutup

17 Januari 2024   16:44 Diperbarui: 17 Januari 2024   16:47 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini belum termasuk membeli buku berbahasa Inggris. Kalian harus merongoh kocek dalam. Kisaran Rp.300.000 sampai Rp.800.000 untuk menikmati buku tersebut. Bagaimana dengan versi digital? Banyak orang tidak menikmatinya. Apakah kita akan bergantung kepada buku digital dibagikan gratis. Pilihan buku bajakan tidak kalah menggoda.


Saya membayangkan bagaimana seorang mahasiswa tumbuh di kampus hari ini. Mahalnya harga buku, kos, dan kebutuhan hidup mewajibkan memilih memilah mana yang harus mereka belanjakan. Belum lagi diperparah dengan menikmati kopi sambil merokok.


Ide mencerdaskan otak dengan nutrisi baca buku nihil. Kita lihat hari ini baik capres-cawapres, caleg, dan calon kepala daerah tidak menjanjikan pilihan politik untuk buku. Skema pembangunan perpustakaan. Keberpihakan menciptakan harga buku murah sukar menjadi janji politik hari ini.


Cerminan itu bisa kita lihat bagaimana toko buku bertahan hidup hari ini. Toko buku bertumbangan. Pun, ada yang memilih menjual buku dari menyewa gedung hingga akhirnya beralih menjual secara online. Juga ada yang menjual buku, sembari alat tulis, hingga menanamkan gerai minum kopi serta mainan anak-anak.


***


3.
Dos besar kusiapkan. Saya akan kembali ke tempat tugas. Selain gadget, sepertinya saya akan membawa beberapa buku untuk menemani.


Kugeleng-geleng kepala melihat struk belanja buku. Kusingkirkan beberapa plastik yang masih membungkus. Aroma menyembur memenuhi hidup. Nikmat betul aroma buku baru.


Batinku sepertinya buku ini bagus. Yang ini juga. Tidak terasa tumpukannya hampir memenuhi dos.


Kuluruskan punggung. Kubaca beberapa pesan WhatsApp. Juga menikmati beberapa sosial media. Betapa terkejut, toko buku yang kusinggahi membeli satu buku yang hanya ada di situ menyatakan diri tutup dan beralih menjual buku secara online.


Lamunan terlempar ke sana. Gagang pintu putih dan bangku kayu. Tempat saya dan sang penjual berinteraksi. Kopi susu diseduh dan kami berbincang jauh tentang tempatnya berjualan. Menurutku, tempat itu enak sekali. Dan kebahagiaan itu sirna ibarat mendengar seorang sahabat karib pergi selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun