Oleh: Willem Wandik S.Sos
Kapoksi Komisi V FPD DPR RI
Rapat kerja di hari ini, selasa 23 Juni 2020 bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di ruang rapat Komisi V DPR RI, mempertegas Tema RKP tahun 2021 yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.. Dimana Kemenhub telah mengidentifikasi bahwa Infrastruktur untuk ekonomi dan pelayanan dasar menjadi sasaran "major project" yang di tetapkan untuk di tuntaskan pada Tahun 2021..
Disana ada penyiapan jaringan pelabuhan, jembatan udara, Kereta Api, sistem angkutan massal perkotaan..
Perlu kami garis bawahi, bahwa, keadaan terkini pandemi Covid Indonesia telah mencapai 46.845 kasus, dimana berdasarkan register kasus, Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda mengalami penurunan "period of declining" pandemi Covid.. berbeda dengan situasi global, puncak Covid di seluruh dunia sudah terlewati yaitu sekitar tanggal 19 juni yang lalu, dengan puncak kasus mencapai 181.581 orang yang terinfeksi dalam satu hari..
Dalam kesempatan rapat Kerja ini, kami ingin mengingatkan kepada Kemenhub, tentang tugas dan fungsi Pelayanan Kemenhub yang menjadi vital, dalam perubahan perilaku manusia, baik ditengah tengah menghadapi Pandemi Covid maupun proyeksi pasca Pandemi terjadi.. Skema new normal ini diyakini oleh banyak ahli, akan terus bertahan menjadi "new habbit" yang berlaku secara global, bukan hanya untuk masa-masa pandemi (sekalipun "forecasting" tentang pandemi ini belum diketahui hingga tahun 2021 mendatang)..Â
Namun, kami membaca dalam Outline RKP dan RKA yang disajikan oleh Kemenhub, tidak ada sedikit pun pembahasan variabel pandemi global dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kemenhub, padahal, kita semua merasakan dampak yang begitu nyata dari kegagalan Pemerintah, dalam mencegah penyebaran pandemi ini di Indonesia..
Terlihat birokrasi Kementerian/Lembaga seperti bekerja dalam ruang yang berbeda, dengan realitas sosial yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.. Dan Lembaga Parlemen ini dibuat bekerja "dengan kerangka berfikir automatic", bahwa apa yang direncanakan oleh Mitra Kerja Kementerian, menjadi sesuatu yang absolute benar dan penting..Â
Padahal kita mengetahui, bahwa ada variabel lain yang tidak dimunculkan dalam pembahasan kerangka kerja dan anggaran yang ditampilkan oleh mitra Kementerian/Lembaga..Â
Dalam Rapat Kerja ini, kami perlu ingatkan kepada Kemenhub, bahwa Tugas Pemerintah, tidak hanya sekedar memikirkan sumber-sumber keuangan dan bagaimana menghabiskannya (manifestasi project), tetapi tidak memikirkan bagaimana variabel eksternal yang dapat mempengaruhi sukses tidaknya agenda pembangunan yang telah ditetapkan dalam RKP maupun RKA Kementerian/Lembaga..
Disepanjang Dua Periode kami di Komisi V DPR RI, peristiwa "bongkar pasang" pagu anggaran, revisi prioritas anggaran dan program kerja, terjadi tidak hanya satu dua kali disepanjang periode 2014 - 2020 saat ini.. Ini berarti, mitigasi faktor-faktor eksternal yang berpotensi memperburuk "penerimaan anggaran" dan juga "penyerapan anggaran" Kementerian, tidak pernah ikut dipertimbangkan, dan selalu yang terjadi adalah Pemerintah bersama Tim Ekonominya, datang ke meja Parlemen dengan proposal "penyelamatan ala sinterklas".
Bahkan yang terjadi terakhir, persetujuan skema penyelamatan anggaran dilakukan dengan menggunakan Perpu yang sejatinya mempermalukan lembaga DPR sebagai lembaga pengontrol kebijakan anggaran Pemerintah.. Praktek semacam ini, terus di ulang-ulang dan selalu dijustifikasi atas dasar "fear"/ atau ketakutan terhadap ancaman yang sejatinya bisa di antisipasi dalam kerangka kerja Pemerintah..Â
Atas dasar "fear" inilah, lembaga Parlemen yang tergambar dari kepentingan masing-masing fraksi, kemudian hanya disodorkan pada dua opsi "pragmatis" setuju atau tidak setuju dengan skema anggaran yang diajukan oleh Pemerintah..Â
Sebelum terlalu jauh membahas aspek "politik budgeting" di Parlemen RI, ijinkan kami untuk mengajukan Point konkret yang ingin kami sampaikan dalam kesempatan rapat Kerja ini diantaranya:
Pertama, Transportasi menjadi "media carrier" dalam penyebaran pandemi pada Tahun 2020 dan bagaimana proyeksi program yang akan di terapkan oleh Kemenhub di Tahun 2021? Jawaban ini ingin kami dengarkan dari para tim perencanaan Kemenhub, yang sedari awal kami hanya melihat, penggunaan rencana anggaran yang mencapai 41 Triliun itu, untuk sekedar belanja yang sama rutin-nya dengan rencana belanja Kemenhub di Tahun Tahun sebelumnya..Â
Ingat variabel ancaman yang akan Indonesia hadapi setidak tidaknya dibagi menjadi 3 bagian, pertama, Pandemi Covid, kedua, Resesi Global, ketiga, Perang Laut China Selatan (dan semua implikasi perang lainnya, seperti Korea utara - selatan, China - India, China-Taiwan, dst)..
Dan perlu kami ingatkan, Kemenhub pernah membuat kesalahan fatal, diawal masuknya pandemi di awal bulan Februari - Maret, dimana Kemenhub tidak menerapkan sistem kewaspadaan dini, dalam menghadapi pandemi Wuhan, bahkan Sejumlah Maskapai di Dalam Negeri menerapkan strategi promosi pariwisata dengan diskon besar besaran harga ticketing dan reservasi pesawat, yang kami tidak tahu, apakah Pemerintah ikut memberikan subsidi kepada pelaku Bisnis Penerbangan, dengan menggunakan dana APBN atau tidak, yang kemudian berubah menjadi bencana kesehatan yang sampai hari ini dampaknya begitu buruk bagi semua aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat..
Satu kesalahan kecil, yang dilakukan pada aspek transportasi manusia, tidak sadar dengan perubahan yang terjadi secara global, mengakibatkan Indonesia hampir terkapar di Tahun 2020, Presiden menerbitkan Perpu yang "kami anggap" memandang remeh peran DPR (atau telah dikondisikan dengan mempertimbangkan "Major Interest" di Parlemen, Bukan  Interest Rakyat dan masa depan Kedaulatan Negara).
Dan syarat dengan penyimpangan otoritas, sekalipun kita semua sudah memahami ada alasan "reason" yang disampaikan dengan status darurat, tetapi kesalahan kesalahan itu berasal dari kebijakan pemerintah yang tidak mampu mengkalkulasi risiko kebijakan ditengah tengah situasi dunia yang juga sedang menghadapi ancaman yang sama..
Kedua, kami masih meragukan indikator KUA PPAS (kebijakan umum anggaran dan Plafon anggaran sementara) yang di susun bersama tim Kemenkeu yang di proyeksikan kedalam anggaran Kemenhub..Â
Dimana salah satu indikator yang telah di tetapkan berupa Target Pertumbuhan ekonomi 4,5% - 5,5% pada tahun 2021.. Sederhananya, Pertumbuhan naik, maka Penerimaan pajak juga akan naik.. Kami justru menduga, bahwa instrumen pertumbuhan ini hanyalah sekedar "dummy pertumbuhan" untuk memancing di air yang keruh, yang dapat kami artikan, bahwa target pertumbuhan ini, hanyalah pembenaran untuk memperkuat skema pelibatan yang lebih luas dan massif dari keterlibatan "swasta" baik asing maupun dalam negeri (privatisasi kepentingan APBN), dalam proyek proyek APBN Indonesia, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini..Â
Selain itu, yang semakin aneh pula, Menkeu dan BI semakin gencar pula menerbitkan surat SBN di pasar keuangan, yang terus mencetak rekor utang Indonesia ke angka yang semakin tinggi.. Coba kita tebak secara jujur, instrumen apa yang mengalami pertumbuhan positif di tahun tahun pandemi ini, jawabannya pasti sama, yaitu Instrumen utang Indonesia..Â
Kami berharap, Indonesia memiliki skema yang jelas dan lebih berdaulat dalam mengelola sumber sumber keuangan Pemerintah, tidak dengan jalan "metodologi" membuat "justifikasi dummy" yang pada awalnya membutakan kita semua, bahkan membuat parlemen ini seolah olah tinggal menjadi "tukang stempel saja", setuju atau tidak setuju, dan tidak membuka ruang perdebatan kritis, mengapa itu dilakukan, padahal ada opsi lainnya yang lebih rasional dan masuk akal, tetapi kebijakan yang menjebak itu selalu saja di ambil, untuk membuat tekanan di DPR "sekedar ajang menekan fraksi-fraksi, bukan dengan niatan menyediakan opsi yang menguntungkan rakyat dan negara"..Â
Saya masih mengingat ketika pertama kali, duduk di komisi V DPR RI, pada awal periode Parlemen 2014, tidak lama berselang "lahirlah justifikasi dummy" yang menghipnotis parlemen RI dengan tawaran jalan keluar dari Menkeu Sri Mulyani dengan hadirnya "Tax Amnesti" yang menjanjikan angin surga dana ribuan triliun, namun pada kenyataannya hanya berbentuk pendaftaran aset saja, bahkan kios kios kecil pun ikut terdaftar..Â
Saat ini, metode yang sama kembali di terapkan, dan kali ini parlemen harus berani mengambil sikap kritis, demi menyelamatkan keuangan negara dan masa depan ekonomi Indonesia.. Wa Wa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H