Bahkan yang terjadi terakhir, persetujuan skema penyelamatan anggaran dilakukan dengan menggunakan Perpu yang sejatinya mempermalukan lembaga DPR sebagai lembaga pengontrol kebijakan anggaran Pemerintah.. Praktek semacam ini, terus di ulang-ulang dan selalu dijustifikasi atas dasar "fear"/ atau ketakutan terhadap ancaman yang sejatinya bisa di antisipasi dalam kerangka kerja Pemerintah..Â
Atas dasar "fear" inilah, lembaga Parlemen yang tergambar dari kepentingan masing-masing fraksi, kemudian hanya disodorkan pada dua opsi "pragmatis" setuju atau tidak setuju dengan skema anggaran yang diajukan oleh Pemerintah..Â
Sebelum terlalu jauh membahas aspek "politik budgeting" di Parlemen RI, ijinkan kami untuk mengajukan Point konkret yang ingin kami sampaikan dalam kesempatan rapat Kerja ini diantaranya:
Pertama, Transportasi menjadi "media carrier" dalam penyebaran pandemi pada Tahun 2020 dan bagaimana proyeksi program yang akan di terapkan oleh Kemenhub di Tahun 2021? Jawaban ini ingin kami dengarkan dari para tim perencanaan Kemenhub, yang sedari awal kami hanya melihat, penggunaan rencana anggaran yang mencapai 41 Triliun itu, untuk sekedar belanja yang sama rutin-nya dengan rencana belanja Kemenhub di Tahun Tahun sebelumnya..Â
Ingat variabel ancaman yang akan Indonesia hadapi setidak tidaknya dibagi menjadi 3 bagian, pertama, Pandemi Covid, kedua, Resesi Global, ketiga, Perang Laut China Selatan (dan semua implikasi perang lainnya, seperti Korea utara - selatan, China - India, China-Taiwan, dst)..
Dan perlu kami ingatkan, Kemenhub pernah membuat kesalahan fatal, diawal masuknya pandemi di awal bulan Februari - Maret, dimana Kemenhub tidak menerapkan sistem kewaspadaan dini, dalam menghadapi pandemi Wuhan, bahkan Sejumlah Maskapai di Dalam Negeri menerapkan strategi promosi pariwisata dengan diskon besar besaran harga ticketing dan reservasi pesawat, yang kami tidak tahu, apakah Pemerintah ikut memberikan subsidi kepada pelaku Bisnis Penerbangan, dengan menggunakan dana APBN atau tidak, yang kemudian berubah menjadi bencana kesehatan yang sampai hari ini dampaknya begitu buruk bagi semua aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat..
Satu kesalahan kecil, yang dilakukan pada aspek transportasi manusia, tidak sadar dengan perubahan yang terjadi secara global, mengakibatkan Indonesia hampir terkapar di Tahun 2020, Presiden menerbitkan Perpu yang "kami anggap" memandang remeh peran DPR (atau telah dikondisikan dengan mempertimbangkan "Major Interest" di Parlemen, Bukan  Interest Rakyat dan masa depan Kedaulatan Negara).
Dan syarat dengan penyimpangan otoritas, sekalipun kita semua sudah memahami ada alasan "reason" yang disampaikan dengan status darurat, tetapi kesalahan kesalahan itu berasal dari kebijakan pemerintah yang tidak mampu mengkalkulasi risiko kebijakan ditengah tengah situasi dunia yang juga sedang menghadapi ancaman yang sama..
Kedua, kami masih meragukan indikator KUA PPAS (kebijakan umum anggaran dan Plafon anggaran sementara) yang di susun bersama tim Kemenkeu yang di proyeksikan kedalam anggaran Kemenhub..Â
Dimana salah satu indikator yang telah di tetapkan berupa Target Pertumbuhan ekonomi 4,5% - 5,5% pada tahun 2021.. Sederhananya, Pertumbuhan naik, maka Penerimaan pajak juga akan naik.. Kami justru menduga, bahwa instrumen pertumbuhan ini hanyalah sekedar "dummy pertumbuhan" untuk memancing di air yang keruh, yang dapat kami artikan, bahwa target pertumbuhan ini, hanyalah pembenaran untuk memperkuat skema pelibatan yang lebih luas dan massif dari keterlibatan "swasta" baik asing maupun dalam negeri (privatisasi kepentingan APBN), dalam proyek proyek APBN Indonesia, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini..Â
Selain itu, yang semakin aneh pula, Menkeu dan BI semakin gencar pula menerbitkan surat SBN di pasar keuangan, yang terus mencetak rekor utang Indonesia ke angka yang semakin tinggi.. Coba kita tebak secara jujur, instrumen apa yang mengalami pertumbuhan positif di tahun tahun pandemi ini, jawabannya pasti sama, yaitu Instrumen utang Indonesia..Â