Tidak seberapa lama lelaki ini kembali dengan membawa buah yang ia pilih, dan meletakkan di meja kasir. Aku tertegun dengan buah yang dipilih oleh lelaki paruh baya itu. Buah yang tua dan hampir membusuk. Sama seperti biasa sejak pertama kali letaki paruh baya itu datang ke tokoku. Hal ini menjdi tanya tanya besarku 2 bualan terakhir. Kenapa lelaki paruh baya ini selalu membelanjakan uangnya dengan kebutuhan yang mampir habis umurnya?
" Nak berapa harga semua ini? Apa dengan uang ini cukup? Tandas lelaki paruh baya itu dengan senyum, sembari mengeluarkan uang kertas enam rupiah.
" Kakek hanya bisa membeli 1 dari buah ini, karena uang kakek kuang" Jaawabku dengan sedikit keraguan dan seyum tipis.
Dengan santun lelaki tua itu menyisihkan sedikit, dan memilih satu.
Satu hal yang membuatku heran adalah lelaki baruh baya itu memilih yang paling tua, dan pasti buah itu juga yang paling terjangkau harganya. Setelah memberikan 6 rupiah itu lelaki paruh baya itu segera berkemas dan menuju abang pintu.
"Terimakasih anak muda" Tandas singkat lelaki paruh baya itu dengan senyum ramahnya.
Tanpa menjawab aku hanya menatap mata lelaki paruh baya itu yang nampak sayup diselimuti keriput, namun tetap membawa keteduhan
" Tunggu sebentar kakek!" Tanpa ada aba-aba atau peringantan mulutku langsung melontarkan kalimat itu. Lelaki paruh baya itu berhenti tepat di bawah ambang pintu, dan menatapku dengan senyum tipis.
" Kek, aku  ingin bertanya satu hal " Dengan santun aku menghapri lelaki paruh baya itu. Lelaki itu dengan sabar menunggu di depan ambang pintu.
" Kenapa kakek selalu membeli kebutuhan yang hampir habis waktu? Tanyaku tenang dengan senyum lebar dan tangan menggaruk kepala yang tidak gatal.
 " Aku hanya memiliki sedit uang, tapi setiap hari banyak yang harus aku syukuri." Jawab lugas lelaki tua itu dengan tatapan takzim.