Johan H. Pestalozzi (Santoso, 2002 : 11) mengemukakan metodenya yang merupakan perpaduan yang serasi antara natural dan pendidikan yang praktis, yaitu membimbing anak dengan perlahan dan dengan usaha anak sendiri. Pestalozzi yakin bahwa segala bentuk pendidikan adalah berdasarkan pengaruh dan panca indera dan melalui pengalamannya potensi-potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan. Cara belajar yang terbaik adalah melalui berbagai pengalaman dengan menghitung, mengukur, merasakan, dan menyentuhnya.
Beberapa pandangan para ahli seperti Pestalozzi, Froebel, Montessori (Santoso, 2002), Piaget (Hoom, 1993), Vigotsky (Musthafa, 2000) mengemukakan bahwa belajar yang sesuai    dengan taraf perkembangan anak akan membantu anak dalam mengembangkan dirinya dalam aspek kognitif, linguistik, dan sosio emosionalnya.Berbagai teori tentang belajar terkait dengan penekanan terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh potensi yang dibawa sejak lahir. Potensi itu biasanya merupakan kemungkinan kemampuan umum.
Menurut Musfirah (2009) stimulasi mengandung arti membangkitkan sesuatu kekuatan atau kemampuan yang sebenarnya sudah ada dalam diri seorang anak yang tidak bersifat memaksa dan tidak mengandung target kemampuan tertentu.Makna stimulasi tersebut dalam pembelajaran bahasa berarti merangsang anak untuk mengunakan bahasa dalam berkomunikasi untuk mengungkapkan ide dan perasaannya.
 Sesuai dengan tujuan dan fungsi pendidikan prasekolah yang bersifat komprehensif dan menyeluruh, orientasi pembelajaran bagi anak usia prasekolah bersifat luas. Artinya, kegiatan pembelajaran itu tidak hanya diarahkan untuk membuat anak menguasai sejumlah konsep pengetahuan dan atau keterampilan, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta berbagai potensi dan kemampuan dasar anak. Oleh sebab itu, stimulasi pada pembelajaran bahasa untuk anak usia dini diarahkan melalui bermain, karena bermain adalah sumber perkembangan dan membentuk zona perkembangan proksimal (ZPD) (Vygotski, 1967 dalam Musfirah, 2009).
Strategi-strategi tersebut tidak akan efektif jika tidak didukung oleh peran guru yang harus memiliki kemampuan untuk mengelola pembelajaran sedemikian rupa. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan pembelajaran sehingga anak mendapatkan stimulasi yang tepat untuk kemampuan bahasanya. Menurut Yawkey (1981) setidaknya ada beberapa stimulasi yang bisa dilakukan guru, diantaranya sebagai berikut.
1. Pengembangan kefasihan berbahasa
Mengadakan situasi pembicaraan yang bisa dimengerti dan diikuti anak.
Memberikan kebebasan pada anak untuk memberi respon berdasarkan pengalaman dia sendiri dan menggunakan bahasa dia sendiri.
Mendorong anak untuk berbicara, anak lain baik sendiri maupun dalam kelompok sebagaimana dengan guru, sehingga lawan bicara anak mayoritas adalah teman sebayanya dari pada guru.
2. Pengembangan kemampuan sintaksis
Menyusun permainan atau situasi dimana anak secara alamiah menggunakan fiturfitur bahasa.