[14] Demikian pemikiran Bacon masuk dalam Filsafat empirisme yang mana menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan yang paling sahih. Â
II.3 Auguste Comte
Auguste Comte (1798-1857) adalah penggagas teori positivisme atau filsafat positif. Yang dimaksudkan ialah teori untuk menyusun fakta-fakta empiris. Kata positif di sini diartikan sebagai fakta-fakta yang diamati, faktual, berdasarkan apa fakta lahiriah. Ilmu pengetahuan bagi seorang Comte ialah adalah apa yang bersifat fakta, tentang suatu kenyataan.Â
Baginya ilmu pengetahuan  sesungguhnya berbeda-beda, sehingga dibutuhkan cara pandang yang berbeda-berbeda  untuk mempelajarinya. Itulah mengapa dibutuhkan ilmu pengetahuan khusus. Ia kemudian membagi enam ilmu pengetahuan dasar yakni matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, kimia, biologi dan sosiologi.
[15] Dalam urutannya ia melihat bahwa ilmu sosiologi adalah ilmu yang paling tinggi dan positif, karena mempelajari mengenai perilaku manusia sebagai fakta lahiriah yang dapat diamati. Dari sini nampak bahwa kesinambungan antara Bacon dan Comte, yakni penegasan bagwa ciri yang paling mendasar dari ilmu pengetahuan adalah kesetian pada fakta yang dialami.
[16] Namun demikian, seperti yang diungkapkan oleh Michael Polanyi, ilmu pengetahuan hanya menjelaskan apa yang dimiliki manusia. Artinya pengetahuan dapat bersifat terbatas dan keterbatas tersebut berarti dapat keliru. Menghadapi era disruption, maka dituntut kekokohan ilmu pengetahuan untuk menggiring perubahan pada jalur yang benar.Â
Seperti contoh yang berikan oleh Chritensen mengenai HBS, pengetahuan butuh inovasi yang disruptif demi menanggapi era ini. Jika tatanan sosial rusak atau terguncang karena peradaban yang merosot, yang mana semua berawal dari keluarga sebagai lembaga primer pembentu karakter, maka inovasi yang disrupif harus diadakan.Â
Memang pengalaman adalah sumber pengetahuan yang paling positif, tetapi di satu pihak dibutuhkan integrasi moral, bukan sekedar upaya memenuhi standarisasi akademik. Fenomena tersebut justru yang paling marak. Demi mendapat akreditas A misalnya, perguruan tinggi atau sekolah menengah akan berusaha meningkatkan prestasi dan administrasi yang modern dan profesional. Tapi kebanyakan mengabaikan integrasi moral. Demikian bahwa apa yang disaksikan oleh Fukuyuma dapat menjadi semakin parah pada masa sekarang.
Iv. Refleksi
"Tak ada yang bisa diubah sebelum dihadapi motivasi saja tidak cukup".  Sub judul buku Disruption karya Rhenald Kasali ini merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa era disrupsi bukanlah sebuah bencana yang harus dihindari. Disrubtion dalam konteks ini memang lebih merupakan sebuah inovasi. Ya, inovasi yang menggantikan seluruh sistem lama dengan cara baru.Â
"Inovasi memang sejatinya destruktif sekaligus kreatif". Tak jeli membaca peluang akan membuat kita terjebak dalam bayangan ketakutan akan hilangnya apa yang kita anggap paling utama dan berharga. Ilmu pengetahuan adalah salah satu sarana yang amat penting. Kekokohan ilmu pengetahuan di era disrupsi sudah marak digerogoti dengan fenomena ijazah palsu, menggunakan jasa pembuat karya tulis dan lain-lain. Akhirnya pendidikan hanya merupakan formalitas untuk memperoleh nilai dan mendapatkan bukti kelulusan.Â