II.1 Thomas Hobbes (bellum omnium contra omnes)Â
 Dari penjelasan Fukuyuma dapat disimpulkan bahwa disrupsi adalah salah satu faktor merosotnya peradaban. Dalam kalimatnya bellum omnium contra omnes atau perang melawan semua, Thomas Hobbes menjelaskan bahwa adalah kecenderungan manusia untuk mempertahankan diri. Hal ini membuatnya mampu membuatnya destruktif terhadap yang lain.Â
Karenanya Hobbes menolak pandangan bahwa manusia sejak semula bersifat sosial. Â Sesamanya dilihat sebagai saingan dan ancaman potensial bagi ruang gerak, pemenuhan kebutuhan dan juga kelangsungan kehidupannya. Manusia harus bersikap sebagai "serigala bagi sesamana" (homo homnis lupus).
[11]Â Keadaan inilah yang mendorong terjadinya bellum omnium contra omnes. Demikianlah gejala disruptif yang terjadi pada era ini. Ilmu pengetahuan pun berusaha menjawab keadaan semacam ini. Hobbes menekankan pentingnya pertimbangan akal budi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Ilmu pengetahuan yang dikondisikan oleh rasio manusia dapat menjadi jalan keluar dari kemelut era disrupsi.Â
Dengan akal budinya manusia mampu mencitapkan sebuah inovasi yang disrupsi, yang bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari sini kita kemudian dapat mengerti apa yang dikatakan oleh John Locke (1632-1704) bahwa sumber pengetahuan tidak lain adalah pengalaman manusia itu sendiri.
[12] Pengalaman bergumul di era dirupsi akan membuka gerbang pada ilmu pengetahuan yang lebih relevan dengan situasi dan perkembangan itu sendiri.
II.2 Francis Bacon: "Pengetahuan adalah Kekuasaan"
Francis Bacon (1561-1626) Â memberikan pendasaran filosofis bagai induksi sebagai metode penalaran ilmiah , ilmu pengetahuan mendapat energi secara tidak terbendung. Bacon nampaknya sudah menyadari akan adanya gejala yang disruptif sejak masanya. Ia kemudian menyadari bahwa diperlukan ilmu pengetahuan yang mampu menjawab perubahan tersebut. Ia bertanya: "bagaimana ilmu pengetahuan dapat diperbaharui?".
[13] Bacon secara nyata menyadari perkembangan memukau pada zamanya yakni penemuan mesin cetak, mesiu dan kompas. Bacon merasa perlu adanya perubahan metode untuk semua ilmu pengetahuan. Dan metode itu adalah induksi. Induksi adalah penalaran di mana kesimpulan-kesimpulan ditarik dari data-data hasil pengamatan.Â
Dalam ungkapaan "knowledge is power"Â ia mengatakan bahwa hanya dengan pengetahuan ilmiah maka alam dapat dikuasai. Di sinilah corak fungsional dari ilmu pengetahuan. Karenanya Bacon lantas dijuluki sebagai Bapa perintis metode ilmiah modern. Peristiwa disruptif yang melanda pada masanya adalah perisitwa diruptif yang lebih menyerupai sebuah inovasi yang membawa perkembangan luar biasa hingga masa kini. Tapi Bacon menyadari pentingnya tanggapan ilmu pengetahuan sehingga perubahan tersebut dapat selaras dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Â
Dengan berangkat dari pengalaman yang sudah diolah, Bacon optimis bahwa guncangan disruptif tak akan menghancurkan manusia asalkan diladeni dengan ilmu pengetahuan yang menggunakan metode induksi.