"Bukan Keabadiaan yang membuatku hidup dalam kematian abadi. Ketiada tujuan dan maknalah , yang membuat jiwaku merana, tak berdaya. Hampa dalam jurang tanpa dasar."
"Dalam keangkuhan Dewa yang hanya menghukum manusia, jiwaku mendakwa tanpa pembela, dan kasusku hanyalah kumpulan debu tak berarti di pelupuk mata mereka yang buta !"
Sisypus yang kecerdasan (baca : kelicikannya) sering mengelabui para dewa
Bila kita berpegang pada fakta permitosan , Sisypus yang kecerdikannya jauh di atas marmut, tentu akan sulit membayangkan dia akan bersikap selugu “marmut”.
Mungkin dia bisa saja terkapar dalam kepasrahan yang mengeliat marah , tanpa bisa melawan, macam kebanyakan manusia saat ini.
Tapi masakan Sisypus yang dijuluki yang terlicik di antara semua yang licik, tercerdik diantara semua kaum cerdik , tunduk dan pasrah begitu saja, rasanya tak masuk logika.
Dia sebulus musang, selicin ular, dan kadang bulu dombanya mampu mengecoh para Dewa. Saat Zeus memerintahkan Thanatos merantai Sisypus, dia malah tertipu dan terantai dengan rantainya sendiri. Ares , Dewa perangpun dibuatnya marah tak kepalang. Apa gunanya, berperang, bila lawan hanya sekarat tanpa bisa dimusnakan dalam kematian. Dewa kematian sudah dirantai oleh siapa lagi , kalau bukan Sisypus yang dengan licik berhasil mengelabuinya. Lalu mengapa Sisypus tidak mencari lagi ratusan cara , agar dia bisa terbebas dari hukuman sang Dewa ?
Psst ini adalah rahasia yang hanya kamu dan aku saja yang tahu
Sisypus, seperti kita ketahui adalah seorang raja. Dan Raja tak mungkin bokek bukan, pastilah dia punya banyak harta, minimal seperti raja raja kecil di negeri kita.
Menjalani hukuman dewa dengan mengelindingakan batu ke puncak, untuk jatuh dan jatuh lagi ?
“Lu pikir gue marmut, mau aja lu suruh gelindingin batu kesana kemari, tak tentu arah tujuan, tak juga tahu apa untungnya buat gua.