Â
"Bagong merupakan anak bungsu Ki Semar. Penampilan Bagong kerap ditunggu karena selalu lucu."
Syahdan, wilayah Karangkadempel didatangi sekawanan makhluk gaib. Para makhluk gaib ini didatangkan oleh Batari Durga yang iri dengan kemasyhuran Kiai Semar yang tak lain adalah jelmaan dari Batara Ismaya.
Sontak kehadiran makhluk gaib ini mengganggu ketenangan di Karangkadempel. Antasena lantas ditugaskan untuk mengusir para makhluk gaib yang setiap harinya menakut-nakuti penduduk setempat.
Meski dibekali kesaktian, nyatanya Antasena tak bisa berbuat banyak untuk mengusir makhluk gaib yang wujudnya aneh-aneh itu. Antasena lantas meminta bantuan Petruk dan Bagong yang selama ini mendampinginya.
"Petruk, mintalah doa kepada Kiai Semar. Doa khusus untuk mengusir para mahluk halus ini," ujar Antasena.
"Memangnya Kiai Semar bisa?" tanya Petruk.
"Kiai Semar itu orang tua. Dia pasti bisa. Mintalah doa jaya kawijayan," tegas Antasena.
Dengan segera, Petruk dan Bagong menemui Kiai Semar. Semar dengan sigap mengajarkan doa khusus kepada kedua anaknya. Bunyi doanya adalah teguh yuwono slamet, slamet kersaning gusti.
Saat doa itu diajarkan Semar, rupanya Bagong merasa kesulitan menghafal. Guna memudahkan merapal doa, Petruk sampai harus mengajarkan doa ini berkali-kali kepada Bagong.
"Teguh yuwono slamet, slamet kancane teguh. Teguh yuwono slamet, slamet kersaning yuwono," ujar Bagong mencoba menghafalkan doa.
"Teguh yuwono slamet, slamet kersaning gusti!" itu yang benar teriak Petruk.
Setelah dirasa hafal, Petruk dan Bagong segera kembali ke Karangkadempel. Di sana, makhluk halus hilir mudik mengganggu warga setempat. Petruk segera merapal doa. Begitu melihat ada makhluk halus, doa dibacakan. Dengan segera makhluk halus lemas dan pergi.
Lain halnya dengan Bagong. Upaya Bagong mengusir makhluk halus sia-sia. Doa yang dirapalnya kerap kali salah. Alhasil, makhluk halus ini dengan santainya tetap leluasa mengganggu warga. Beruntung Petruk datang dan mengoreksi bacaan doa dari Bagong.
Merasa gagal, Bagong lantas meminta waktu bertemu ayahandanya Semar. Bagong meminta doa versi baru yang lebih ringkas.
"Ucapkan begini, radadi kajate, radadi kajate, radadi kajate sampai demitnya lemas dan pergi," paparnya kepada Bagong.
Bagong girang. Doa ringkas ini ingin segera dipraktikkan. Pas kembali ke Karangkadempel, doa dirapal. Beberapa demit terlihat lemas dan pergi setelah mendapatkan doa dari Bagong.
Saat hampir semua demit sudah ditumpas, tampak seekor macan berdiri tegak di depan Antasena, Petruk, dan Bagong. Terjadilah percakapan singkat di situ.
"Saya Antasena. Kamu ini siapa?" tanyanya kepada si macan.
"Aku Matenggo Seto," jawab si macan.
"Ketahuilah. Kamu tidak perlu ikut campur dalam urusan ini. Kiai Semar punya maksud baik selama berada di Karangkadempel. Ki Semar ingin mendamaikan Pandawa dan Kurawa serta Kerajaan Amarta. Kamu lebih baik kembali ke wujud aslimu dan bergabung dengan Pandawa," ujar Antasena.
"Kalau aku tidak mau, lantas bagaimana?" tanya Matenggo Seto.
"Kalau kamu memaksakan diri untuk mengamuk dan mengikuti kemauan Betari Durga, jelas-jelas kamu akan menanggung malu. Pikirkan baik-baik. Jangan sampai tindakanmu untuk mengamuk di Karangkadempel justru membuahkan rasa malu," papar Antasena.
Petruk dan Bagong yang melihat percakapan itu rupanya tidak sabar. Petruk lantas berdiri di depan Matenggo Seto dan merapal doa.
"Teguh yuwono slamet, slamet kersaning gusti. Loh kok tetap kuat," ujar Petruk keheranan.
Giliran Bagong maju. Dirapalnya doa versi ringkas. Matenggo Seto tetap berdiri kokoh. Beberapa saat kemudian wujud Matenggo Seto hilang. Setelah itu, tampaklah ksatria Janaka berdiri tegak di depan Antasena, Petruk, dan Bagong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H