Mohon tunggu...
Wiji Pasiani
Wiji Pasiani Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang Belajar Menulis

Alhamdulillah atas segala nikmat yang Allah berikan, i'm alive.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kurang Lebih Pukul 10.40 Malam

21 Juli 2022   22:35 Diperbarui: 21 Juli 2022   22:41 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat aku sedang menyapu pekarangan yang penuh dengan daun-daun ketapang yang berserakan di samping rumah, aku melihat ada sebuah mobil pick-up berhenti persis di depan rumah Pakde Parjio. Ya...saat itu hari Rabu jam 8.30 pagi.

Seiring perkembangan teknologi yang menghasilkan beragam alat transportasi, tidak sulit bagi yang empunya hajatan perihal berbelanja. 

Hanya dengan datang ke toko mengemukakan bahan-bahan yang hendak dibeli, menghitung jumlah total belanjaan dan meminta yang si pemiliku toko untuk mengantar belanjaan ke rumah. Simpel bukan?

Terdengar suara riuh ibu-ibu, ada yang mengupas bawang merah, ada yang sibuk menggoreng rempeyek, sebagian sedang memarut kelapa sementara asap tebal mengepul dari dapur. Di luar terdengar canda tawa anak-anak kecil yang sedang asyik  bermain.

Begitulah suasana rumah orang yang mempunyai hajat di dusun Tangkilan.

Sesuai dengan rencana Pakde Parjio, bahwa genduri akan dilaksanakan pada hari Kamis Wage setelah waktu sholat Ashar. Ketika itu aku melihat beberapa orang termasuk Mbah Darto sibuk menyembelih kambing Jowo warna hitam sedikit terlihat warna putih pada bagian ekor, serta ada 2 tanduk seukuran sejengkal tangan dewasa. 

Bagi yang punya hajatan, menyembelih seekor kambing Jowo diniatkan untuk menjamu tamu undangan yaitu orang-orang yang genduri di samping untuk makan bersama ibu-ibu yang rewang.

Terdengar suara adzan pertanda waktu sholat Dzuhur tiba. Tak berapa lama, seorang pemuda kurang lebih umur 20-an tahun datang ke rumah, menemui Bapak ku memintanya untuk turut hadir genduri di rumah Pakde Parjio.

Alunan doa yang ditujukan kepada para leluhur Pakde Parjio mulai bergema. Diawali dari bacaan Surat Al-Fatihah hingga Tahlil. Sungguh, suaranya nyaman di dengar. Tidak ada suara yang sangat indah kecuali dari ayat-ayat Al Qur'an.

Hampir menjelang Maghrib mereka selesai. Giliran Bapak ku yang mendapat tugas memberikan berkat kepada yang sengaja tidak diundang mengingat emperan rumah Pakde Parjio yang berukuran sedang sehingga tidak mampu untuk menampung banyak orang.

Ketika itu Bapak ku mendapat 3 besek (: yaitu anyaman dari bamboo berbentuk kotak untuk wadah berkat). Ternyata genduri mentah, besek berisi bahan-bahan pangan mentah seperti beras 1 kg, gula pasir 1/5 kg, 1 bungkus mie instant, 1 biji tempe, setakir nasi gurih, sebungkus jajanan ringan, dan 1 biji pisang raja tak lupa ada amplop warna putih berisi uang rp 5.000.00 yang disebut "wajib".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun