Pada awalnya, divonis gagal ginjal membuatku merasa mendapat hukuman serius dari Tuhan. Aku merasa memasuki sebuah kurungan waktu yang akan memeras diriku menjadi calon mayat. Aku merasa direnggut dari hak asasi manusia bernama kebebasan menjalani hidup.Â
Bagaimanapun, hidupku setelah ini ditentukan oleh jadwal cuci darah. Aku harus selektif soal apapun mulai dari makan minum, berkegiatan sosial hingga memilih pekerjaan.Â
Namun demikian, teman-teman memberiku semangat bahwa menjadi pasien cuci darah bukan akhir dari segalanya, melainkan awal hidup baru yang lebih tertata, dan bisa jadi lebih baik.Â
Mereka bilang, bisa jadi ini cara Tuhan menunjukkan cintaNya padaku agar hidupku lebih bermakna dan berkualitas dari tahun-tahun yang telah kujalani. Mereka memelukku dalam harapan dan doa.Â
Mereka meminta aku sembuh agar tetap bisa membaca tulisan-tulisanku. Bahkan, ada diantara mereka yang mengirimkan obat herbal khas suatu daerah agar aku sembuh.Â
Hari ini aku keluar RS dan terapiku dilanjutkan dengan rawat jalan. Inilah awal baru hidupku sebagai penyintas covid19 yang divonis gagal ginjal. Kumulai lembaran baru hidupku dengan semangat dan diet ketat. Kumulai jalan bau ini dengan harapan dan semangat, agar hidupku kedepan bukan hanya tertata, juga produktif dan bahagia.Â
Pembaca, doakan aku agar tabah dan sabar menjalani sakit ini, bukan sebagai hukuman melainkan tugas baru agar hidupku lebih baik lagi. Doa pembaca sangat berarti bagiku dalam mengetuk pintu Tuhan dan meminta tanganNya membelaiku dengan kasihNya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H