Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penuhi Hak Anak dengan Melawan Perkawinan Usia Anak

27 November 2020   04:58 Diperbarui: 27 November 2020   05:17 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
egara-negara dengan prevalensi perkawinan anak tertinggi. Lihat juga Indonesia.

Buat para ukhti dan akhi baru hijrah, yang mungkin secara ekonomi boleh dibilang masuk ke kalangan kelas menengah ke atas, persoalan perkawinan usia anak ini harus mampu dilihat dalam kacamata yang lebih luas. Kalian mungkin bisa berbangga diri bahwa menikah usia anak seakan-akan bisa menguatkan komunitas Muslim. Tapi pernahkan kalian bertanya: jika kalian mengalami masalah kesehatan, gizi buruk, sanitasi, dll apakah kalian akan datang ke Masjid dan lembaga-lembaga agama? Tidak! Kalian akan datang ke lembaga-lembaga negara semacam puskesmas, rumah sakit, kantor desa hingga kantor gubernur. 

Jika kalian dengan pede berkampanye melakukan perkawinan usia anak sebagai bagian dari dakwah Islam, lantas bagaimana kalian bertanggung jawab atas rendahnya kualitas sumber daya manusia yang akan memimpin bangsa ini puluhan tahun mendatang? Udahlah, nggak usah melakukan glorifikasi dan romantisasi perkawinan usia anak atas nama Islam, sebab kalian melakukannya atas nama ketertarikan fisik semata, bukan?

Kalau kalian mau berdakwan atas nama Islam, contohlah Nabi Muhammad yang menikah pada usia 25 tahun. Itulah ketetapan Allah yang harus kita teladani dari panutan umat Islam. Sebab, glorofikasi dan romantisasi perkawinan usia anak (dibawah 19 tahun) tidak akan pernah memajukan kualitas umat Islam, melainkan membuatnya mundur jauh, tertinggal dengan bangsa-bangsa lain yang semakin aware dengan hak anak-anak hingga mereka berusia 18 tahun.

Mungkin kalian akan bilang bahwa perkawinan usia anak akan menyelamatkan generasi muda dari perzinahan dan kehamilan diluar pernikahan. Jika demikian alasan kalian, silakan jawab pertanyaan ini: mengapa mereka yang telah menikah dan memiliki pasangan sah berzina dengan selingkuhannya atau bahkan menggunakan jasa PSK? 

Mengapa mereka yang telah memiliki pasangan sah bahkan tertular penyakit HIV/AIDS karena jajan seks pada perempuan/lelaki yang bukan pasangan sah? mengapa pernikahan nggak membuat perzinahan manusia dewasa berhenti dan bisnis prostitusi masih eksis? mengapa orang-orang dewasa bahkan membeli perempuan-perempuan belasan tahun untuk menjadi budak seks sehingga bisnis perdagangan orang untuk industri seks masih berlangsung? 

Jika pernikahan dapat menyelamatkan urusan seks seseorang, mengapa isu perselingkuhan menjadi salah satu penyebab tingginya angka perceraian bahkan pada pasangan yang menikah dibawah 5 tahun? Well, jangan pernah menjadikan perkawinan usia anak sebagai jawaban untuk seluruh masalah sosial, sebab masalah sosial justru banyak timbul dari keluarga-keluarga dengan pernikahan berantakan.

Kenyataan ini boleh jadi bahan refleksi kita bersama: saat anak-anak remaja di berbagai belahan dunia memimpin berbagai gerakan sosial baik di isu pendidikan, lingkungan, teknologi, komunikasi hingga dunia hiburan sekalipun; lha ini remaja Muslim menjadikan perkawinan usia anak sebagai salah satu cara memajukan komunitas Muslim? 

Mengapa bisa sih remaja dari kalangan Muslim hobi banget berpikir bahwa segala permasalahan sosial bisa diselesaikan secara ajaib dengan menjalani perkawinan usia anak trus punya anak pada usia anak?

NB: Tulisan ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi di www.wijatnikaika.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun