Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Devi", Potret Neraka Kekerasan Seksual di India

22 September 2020   10:22 Diperbarui: 22 September 2020   21:40 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah rumah, tepatnya di ruang keluarga, sejumlah perempuan berkumpul. Di ruangan itu ada sebuah televisi jadul berwarna perak, sebuah sofa, sebuah kursi goyan, satu meja tempat bersantai, meja makan lengkap dengan 6 kursi, sebuah tempat khusus beribadah ala orang Hindu, lampu-lampu, tempat lilin, kipas angin, kasur duduk, dan sebuah lemari buku.

Ruangan itu terasa familiar sebab begitulah suasana ruang keluarga banyak rumah tangga di dunia, khususnya India.

Meski demikian, ruangan itu tidak terang. Seluruh lampu menyala, seakan hari sudah malam, namun ada sedikit cahaya dari luar.

Di ruangan itu seorang remaja bisu dengan rambut dikepang dua sibuk dengan remote televisi yang sepertinya rusak; seorang perempuan cantik berpakaian seksi yang memperhatikan si remaja dan televisinya; seorang perempuan mengenakan jas termenung dengan pandangan mata kosong sembari menikmati hari diatas kursi goyang; dan sejumlah perempuan yang tertidur.

Ada juga seorang perempuan yang sibuk beribadah ala agama Hindu dan berkeliling ruangan menebarkan berkat kepada sesamanya; seorang perempuan muda yang sibuk belajar di meja makan, seorang perempuan berpakaian serba hitam yang sibuk melakukan waxing pada bulu-bulu di kakinya; 

seorang perempuan tua yang sedang memotong sayuran; dua orang perempuan tua yang sibuk main kartu; serta sejumlah perempuan lain yang menyandarkan punggung mereka ke dinding dan melamun. Semua orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Hingga kemudian, televisi menyala dan seorang reporter lelaki mengabarkan bahwa terjadi suatu protes pertanda kemarahan masyarakat melanda negeri selama beberapa waktu karena negara tidak memperjuangkan keadilan bagi korban kasus-kasus brutal. Kasus-kasus mengerikan itu seringkali menguap begitu saja bagai embun.

"We are talking about a case..."
"That has truly shaken up the conscience of the country..."
"It's only has been 2 days old..."
"But public outrage has spread like wildfire across the country..."
"As we speak, we are here at the outside of victim's home..."
"We have not been allowed to enter..."
"The nation has too many questions regarding this case..."
"Why do such crime take place with such regularity?"
"Why do the accused find protection from politicians?"
"Year after year why is there no improvement in safety methods?"
"The entire nation is......"

Laporan si reporter belumlah selesai saat televisi tiba-tiba ngadat kembali dan terdengar suara aneh. Semua orang di dalam ruangan saling berpandangan satu sama lain.

Mereka kebingungan dan ketakutan. Mereka tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Lalu terdengar suara bel berbunyi, pertanda seseorang datang ke rumah itu. Ternyata bunyi bell adalah pertanda seseorang yang baru akan datang dan menjadi penghuni rumah itu.

Peraturan di rumah itu adalah, jika seseorang yang baru datang maka satu orang lama harus keluar. Suasana di rumah itu sudah tidak kondusif dan nggak mampu lagi mendukung kesehatan mental seluruh orang. Mereka berdebat tentang siapa yang harus keluar, agar si orang baru bisa masuk.

Seorang perempuan (yang diperankan oleh Kajol akhirnya memutuskan membuka pintu. Saat ia masuk, semua orang tercengang sebab orang yang baru masuk ke rumah itu ternyata anak perempuan kecil. Anak perempuan itu berkepang dua dan memakai gaun terusan ala anak kecil pada umumnya.

Kehadiran anak itu membuat semua orang berkaca-kaca karena kesedihan yang ditanggung bersama. Kemudian, sang anak sepertinya mengenali seseorang diantara mereka dan berlari memeluknya. Film ditutup dengan data tentang kekerasan seksual di India.

INDIA: NERAKA KEKERASAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN

Devi adalah sebutan bagi dewi-dewi di India. Atau Goddess dalam bahasa Inggris.

Film 'DEVI' ini sebenarnya menggambarkan kisah sejumlah perempuan yang berkumpul di sebuah rumah setelah kematian mereka.

Nah, mereka semua mati setelah menjadi korban kekerasan seksual. Rumah itu anggap saja sebagai shelter atau rumah aman bagi para korban kekerasan seksual.

Rumah itu digambarkan berupa ruang keluarga dengan sofa, meja, televisi, meja makan hingga tempat memuja dewa-dewi.

Ini merupakan gambaran bahwa di ruangan semacam itulah sebagian besar perempuan India menghabiskan waktunya saat mereka telah menikah.

Suasana ini juga hendak menunjukkan bahwa para perempuan itu menjadi korban kekerasan seksual oleh orang di rumah itu dan mati ditangan orang di dalam rumah itu yang bisa jadi kakek, ayah, suami, paman, hingga saudara lelaki.

Bahkan seorang perempuan yang rajin beribadah pun (yang diperankan Kajol) tidak luput dari menjadi korban kekerasan seksual dan mati di tangan pelaku kekerasan seksual.

Judul 'Devi' sebenarnya merupakan sebuah sindiran kepada masyarakat India yang banyak memuja para dewi tapi toh kekerasan seksual terhadap perempuan tetap terjadi. Masuk akal atau enggak kejadian ini, tapi nyata adanya di India dan seluruh dunia.

Film 'DEVI' hanya berdurasi 13.01 menit. Sangat singkat untuk sebuah film pendek.

Meski demikian, film pendek ini mampu membuat dunia menangis. Pesan yang padat di dalamnya berkabar tentang betapa India telah menjadi neraka bagi para perempuan.

Kekerasan seksual yang mereka alami bahkan menyebabkan kematian. Kekerasan seksual juga terjadi pada siapa saja.

Hal ini tergambar dari identitas tokoh yang ditampilkan dalam film, sebagai representasi kenyataan di lapangan.

Ada kelompok perempuan tua memakai saree atau pakaian tradisional India untuk perempuan. Di kening mereka ada tanda berbentuk bulat, yang bermakna bahwa mereka perempuan bersuami.

Mereka adalah kelompok perempuan yang dinikahkan pada usia 12 tahun, tidak berpendidikan, bahkan tidak bisa membaca.

Meski setelah menikah mereka menghabiskan sepanjang sisa hidupnya di rumah suaminya, tetap saja mereka mengalami kekerasan seksual hingga pembunuhan.

Kelompok ini digambarkan paling banyak. Sebagian merupakan perempuan yang berani bersuara, sementara lainnya merupakan perempuan yang bahkan bersuara atas nama dirinya sendiri nggak mampu.

Lalu ada perempuan muda yang cantik dan rajin beribadah (diperankan oleh Kajol). Meski dia terkesan canti, sensual, bijak, rajin beribadah, dan berpakaian sopan tetap saja menjadi korban.

Ada juga perempuan yang memakai pakaian serba hitam dan burqa dengan banyak perhiasan di telinga, pergelangan tangan dan jarinya yang menandakan dia perempuan Muslim dari keluarga kaya-raya, ternyata jadi korban kekerasan seksual dan pembunuhan juga.

Ada juga seorang perempuan muda berpakaian sopan dan seperti mengenakan jas putih laboratorium yang sibuk belajar; ternyata dia juga korban kekerasan seksual dan pembunuhan.

Ada juga perempuan modern berpakain seksi yang selalu minum alkohol, juga korban kekerasan seksual dan pembunuhan.

Ada juga perempuan berwajah maskulin yang berpakaian ala orang kantoran yang sepertinya mengalami kekerasan seksual di tempat kerja dan mati dibunuh.

Ada juga perempuan muda yang polos, bisu, berpakaian biasa saja dengan rambut dikepang dua, sebagai representasi dari kalangan miskin lagi penyandang disabilitas.

Seluruh tokoh dengan identitas dalam diri mereka seperti usia, make up, perhiasan, pakaian, cara berbicara, bahasa yang digunakan saat berbicara, atau sikap diam seribu bahasa adalah sebuah petunjuk.

Semua petunjuk itu hendak menyatakan bahwa korban kekerasan seksual dan pembunuhan terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia, level pendidikan, sudah menikah atau masih lajang, berpakaian terbuka atau tertutup, bahkan menimpa mereka yang merupakan penyandang disabilitas.

Lalu, identitas yang paling mengejutkan adalah saat sang bocah perempuan datang, sebagai gambaran bahwa anak-anak telah menjadi korban kekerasan seksual.

Pelakunya bisa saja orang yang sama yang melakukan kekerasan seksual kepada nenek atau ibu si anak, yang kebal hukum. Semua identitas yang ada pada para perempuan itu adalah WARNING bahwa dunia telah menjadi neraka dan para penjahat tidak tersentuh hukum, bahkan dilindungi politisi.

Aktivitas di rumah itu ditutup dengan semua orang kembali menghadapkan wajahnya ke televisi yang menyala sembari menyeka air mata.

Seorang reporter melaporkan bahwa: "In India, every 22 minutes a woman is raped. In 2018...." mendengar laporan itu semua perempuan terdiam, menundukkan kepala, bersedih, dan menyeka air mata.

Film ditutup dengan data: "Indian court have a backlog of more than 100.00 pending rape cases. Each day to close to 90 rapes are reported in India. The conviction rate in rape cases just 32%. It is ironic that crime rates against women are higher in a nation where nearly 80% of the population worship Goddesses."

India merupakan penduduk yang 80% beragama Hindu, yang menyembah banyak dewa dan dewi.

Namun, di negara yang begitu setia menyembah para dewi justru kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi 90 kali setiap harinya.

Meski demikian, kasus kekerasan seksual yang bahkan berujung kematian nggak ditangani dengan baik.

Pengadilan India masih menangguhkan 100.000 kasus pemerkosaan. Penanganan hukum atas kasus pemerkosaan di India hanya 32%.

Tentu saja ini bertolak belakang dengan betapa setianya penduduk India dalam menyembah pada dewi.

Film super pendek ini mengguncang dunia, membuat marah dan terluka. Sejak kemunculan pertamanya di Youtube pada Maret 2020, telah ditonton lebih dari 16 juta kali.

Film ini merupakan satu dari banyak sekali upaya para sineas dan aktivis berjuang menyuarakan isu kekerasan seksual terhadap perempuan di India, yang juga terjadi di seluruh dunia.

Meskipun ada percakapan dan data yang membuat dunia seakan helpless alias putus asa bagaimana memperjuangkan keadilan, namun film ini juga menunjukkan bahwa kuasa Tuhan akan berlaku.

Itu sebabnya, di saat semua orang nggak lagi percaya kepada atau menyembah Tuhan, masih ada yang tetap percaya bahwa pertolongan Tuhan akan datang.

Bagiku, ini semacam dorongan dan harapan bahwa seburuk dan semarah apapun kondisi ini, kita harus tetap teguh berjuang.

Sebab, berjuang adalah pertanda bahwa kita sedang menjahit pertolongan Tuhan yang datang tanpa kita sadari.

Persaudaraan antar perempuan, dukung mendukung antar perempuan, saling menguatkan antar perempuan, menguatkan mental penyintas, melakukan advokasi, memberikan dukungan dana, hingga menyediakan rumah aman merupakan bagian dari upaya kita dalam menerima pertolongan Tuhan.

Gerakan-gerakan kecil yang kita bangun, diskusi-diskusi kecil yang kita terus jalankan, suara-suara yang kita lantangkan, tulisan-tulisan yang kita rajut, instalasi seni yang kita pamerkan, puisi dan nyanyian yang kita lantunkan; jika semuanya adalah untuk mendukung gerakan #MeToo dan #WomenSupportingWomen maka kita menjadi bagian yang melawan kekerasan seksual terhadap perempuan, demi dunia yang lebih baik.

Sudahkah Anda mendukung Gerakan melawan kekerasan seksual terhadap perempuan? Jika belum, mulai sekarang. Sebab di rumahmu juga ada anggota keluarga perempuan yang berkemungkinan jadi korban.

Tulisan ini juga diterbitkan di blog pribadi: www.wijatnikaika.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun