Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ternyata, RUU Ketahanan Keluarga Merugikan Kaum Lelaki Lho!

29 Februari 2020   05:11 Diperbarui: 1 Maret 2020   05:17 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah ini gambaran keluarga bahagia? Sumber: behance.net

"Family is a group of experience of love and support."

-Marianne Williamson-

Keluarga bahagia dengan suami, istri dan dua orang anak yang tinggal di sebuah rumah indah adalah mimpi ideal yang dijejalkan pada kita sejak kecil. Meskipun kenyataan menunjukkan bahwa setiap keluarga memiliki bentuk, dinamika dan nasib berbeda. Terlebih kini sejumlah pihak melakukan 'glorifikasi' poligami alias lelaki dengan istri lebih dari satu dengan asalan menjalankan tuntutan agama (Islam). 

Bentuk keluarga yang lain seperti orangtua tunggal (hanya ayah atau hanya ibu) tidak mendapat apresiasi, meskipun kita paham bahwa relasi pernikahan bukan tidaklah mudah dijalankan, sehingga sebagian orang memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah berpisah dengan pasangannya. 

Dalam banyak sekali masalah kehidupan yang harus kita hadapi, lalu muncul keributan tentang Rancangan Undang-Undang tentang Ketahanan Keluarga (RUU KK). Tapi, sebelum aku melanjutkan pembahasan untuk hal spesifik bahwa RUU Ini berpotensi merugikan kaum lelaki, sebaiknya aku membagi cara mengakses draft RUU KK. 

Pertama, kita harus masuk ke website DRP di www.dpr.go.id, kemudian cari pages/halaman 'Legislasi' yang didalamnya mengandung dua jenis informasi turunan yaitu, 'Prolegnas 2020-2025' dan 'Prolegnas Prioritas'. 

UU KK ada di Prolegnas Prioritas dengan nomor urut 35, dan pengusul RUU ini adalah DPR. Adapun pengusul RUU ini di DPR adalah perseorang dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). 

Nama-nama pengusul RUU Ketahanan Keluarga
Nama-nama pengusul RUU Ketahanan Keluarga
Kedua, kita bisa mengakses dokumen RUU KK dan mempelajarinya biar nggak dibuat bingung dengan banyak informasi yang beredar. 

Diantara para pengusul, ada 3 anggota DPR yang merupakan perempuan, dan 2 orang lainnya lelaki. Salah satunya yaitu Netty Prasetiyani yang merupakan istri dari mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. 

Netty merupakan lulusan program doktoral Kajian Wanita Universitas Indonesia. Hm, kok bisa lulusan Kajian Wanita UI menjadi pihak yang membuat RUU KK, yang sesunggungnya kontradiktif dengan konsep kesetaraan gender itu sendiri? Apakah pembaca pesarana? 

Bagaimana, pembaca sudah mengunduh dokumen Draft RUU KK dan dokumen lainnya sebagai bahan belajar? Kita akan memulai proses belajar dengan mengetahui makna ketahanan keluarga berbasis RUU KK ini, yaitu: 

"Ketahanan Keluarga adalah kondisi dinamik keluarga dalam mengelola sumber daya fisik maupun non fisik dan mengelola masalah yang dihadapi, untuk mencapai tujuan yaitu keluarga berkualitas dan tangguh sebagai pondasi utama dalam mewujudkan Ketahanan Nasional." 

Melalui definisi tersebut, kita menemukan paket penting: Ketahanan Keluarga untuk Ketahanan Nasional. 

Lalu, ketahanan nasional itu apa? 

"Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis bangsa yang meliputi seluruh kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, untuk menjamin identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional." 

Sampai disini aku mulai pusing. Ketahanan keluarga dimaksukan untuk mewujudkan ketahanan nasional, dan ketahanan nasional bertujuan untuk mencapai tujuan nasional. Lantas, tujuan nasional kita apa? Tidak ada penjelasan lain dalam Bab Ketentuan Umum ini. I mean, siapa sih  behind the scene yang nge-draft RUU yang definisinya aja njlimet begini? 

Lalu, aku terus membaca dan menemukan sejumlah hal menarik, yaitu: 

  1. Bab II pasal 2 poin k: Ketahanan Keluarga brasaskan non diskriminatif (catet nih!)
  2. Bab III: untuk mewujudkan Ketahanan Keluarga diperlukan Rencana Induk Ketahanan Keluarga
  3. Rencana Induk Ketahanan Keluarga disusun jangka tahunan (1 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka panjang (25 tahun) 
  4. Rencana Induk Ketahanan keluarga disusun oleh Badan Ketahanan Keluarga
  5. Bab IV pasal 15 ayat 1 poin c menyebutkan bahwa Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga bertujuan untuk: "melindungi Keluarga dan masyarakat di lingkungannya dari bahaya pornografi, pergaulan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya." (Hm, apakah keluarga nggak dilindungi dari KDRT nih?)
  6. Pasal 25 ayat 2 dan 3 tentang kewajiban suami istri (bikin aku pusing!)
  7. Pasal 31 soal larangan donor sperma dan ovum (oke, aku setuju)
  8. Pasal 32 tentang surogasi atau sewa rahim (aku setuju)
  9. Pasal 33 ayat 1 tentang pemenuhan sandang, pangan, papan dan jaminan kesehatan
  10. Pasal 33 ayat 2 tentang tempat tinggal (horeee, kita dilarang punya rumah jelek dan kumuh!)
  11. Pasal 45 berkaitan dengan keharmonisan keluarga sama sekali nggak membahas soal perlindungan terhadap anak-anak dari praktek perwakinan pada usia anak (dibawah 19 tahun)
  12. Pasal 55 (kehidupan kita akan dipenuhi kampanye berupa Gerakan Nasional Ketahanan Keluarga, Pendidikan Ketahanan Keluarga, Pelatihan Ketahanan Keluarga dan Konsultasi Ketahanan Keluarga)


Aih aihhhhhh aku pusing ah membaca draft RUU KK ini. Ngapain sih anggota DPR bikin kebijakan kayak gini? 

MERUMAHKAN PEREMPUAN = MERUGIKAN LELAKI
Sebelum bangsa Indonesia berdiri pada Agustus 1945, bangsa-bangsa kecil di kepulauan nusantara ini telah menjalani kehidupan dan berbagi tugas antara lelaki dan perempuan. Nah, karena kehidupan manusia itu dinamis, maka tugas antara manusia di setiap keluarga dan masyarakat juga bermacam-macam. 

Kalau di keluarga bangsawan tugas para istri mungkin hanya melayani suami untuk urusan seksual, mengasuh dan mendidik anak, serta merawat diri agar selalu cantik. Maka lain lagi perempuan di keluarga petani yang harus turun ke sawah atau kebun, berpanas-panas dibawah sinar matahari, berkalang lumpur dan tanah, dan kadang-kadang bekerja dibawah guyuran hujan demi membuat lahan pertanian produktif dan menghasilkan panen melimpah. 

Nah, lain pula dengan perempuan di keluarga nelayan yang bisa jadi ikut ke laut mencari ikan, membenahi jaring, menyelam ke laut demi mengumpulkan aneka jenis kerang, dan bergumul di pasar menjual hasil tangkapan. 

Lalu, lain pula jika perempuan merupakan keluarga pedagang yang setiap hari harus berjualan di pasar agar keluarganya berpenghasilan, dapur ngepul, dan terbebas dari kemiskinan serta kelaparan. 

Mengapa para perempuan ini bekerja? Jelas karena nggak semua perempuan punya pelindung finansial, atau bisa jadi karena cara perempuan menghasilkan uang lebih canggih dari lelaki yang merupakan ayah atau suaminya. Perempuan-perempuan ini yang merupakan nenek moyang kita merupakan manusia pekerja keras yang tidak menunggu kaum lelakinya memberi mereka makan. 

Oleh karena itu, wajar jika kita saksikan bahwa hingga saat ini perempuan Indonesia merupakan pekerja keras yang bisa mengerjakan apapun demi mendapatkan rezeki halal untuk diri dan keluarganya. 

Bayangkan, jika RUU KK ini menjadi UU KK dan seluruh warga negara harus tunduk patuh pada kehendak mendomestikasi perempuan, maka bukan saja perekonomian bangsa bisa hancur dalam waktu singkat. Melainkan kaum lelaki akan melakukan pekerjaan super berat untuk mendukung kaum perempuan yang pengangguran. 

Sebenarnya, asyik-aysik aja lho bagi perempuan tinggal di rumah, leha-leha, luluran, rebahan, nonton drakor, nggak kerja keras, nggak pake mikir, nggak panas-panasan, trus kerjaan di rumah juga kan serba mesin mulai dari mencuci, memasak, mencuci piring, ngepel, setrika sekarang semua ada mesinnya, tinggal klik dan semua beres.

Sementara perempuan berleha-leha, kaum lelaki empot-empotan sebab harus mengisi semua pos yang perempuan tinggalkan dengan segala keahlian mereka yang belum tentu dimiliki lelaki. Apa nggak gempor kaum lelaki dipaksa bekerja berkali-kali lipat begitu? 

Trus ya bayangin aja, dengan adanya Rencana Induk Ketahanan Keluarga seluruh keluarga di Indonesia akan dimonitor aktivitasnya agar sesuai dengan tujuan dokumen tersebut. Semua gerak-gerik dan aktivitas anggota keluarga dimonitor oleh Badan Ketahanan Keluarga. 

Masa iya kita harus sebentar-sebentar melaporkan urusan keluarga ke badan semacam itu. Yang ada tu badan akan terlalu banyak tahu 'isian' keluarga Indonesia. Dengan mereka tahu 'isian' masing-masing keluarga, apa nggak akan jadi beban tuh buat kaum lelaki buat memenuhi seluruh persyaratakan agar dinilai sesuai dokumen Rencana Induk Ketahanan Keluarga? Serem kan? 

Soalnya kita paham lah, nggak semua lelaki punya kapasitas macam anggota DPR yang kaya raya, berpendidikan, berpengetahuan luas dan jelas bisa punya istri lebih dari 1 orang. Kalau aturan semacam itu diterapkan kepada tukang siomay yang istrinya pengangguran, bisa gila orang-orang. 

LALU, APA YANG HARUS KITA LAKUKAN? 

RUU KK ini menurutku serupa CCTV yang dipasang negara di rumah setiap warganya, mulai dari dapur, ruang tamu, ruang keluarga, hingga kamar tidur. Kebijakan ini too much, annoying dan masuk terlalu jauh ke ranah pribadi keluarga Indonesia. Bayangkan, urusan seks suami istri aja diatur sedemikain rupa seperti adanya larangan melakukan BDSM. 

Kita pikir aja dengan logika, masa suami istri harus lapor kepada negara melalui Badan Ketahanan Keluarga soal metode dan posisi seks yang akan mereka lakukan. Kenapa sih negara ngurusin soal ini alih-alih fokus pada upaya mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang didalamnya bisa terdapat kekerasan seksual suami pada istri, atau istri pada suami, atau orangtua pada anak, atau anak pada orangtua.

Kita para jomblo mau nikah aja ribet belum punya pasangan, belum lagi memikirkan masalah kemantapan finansial dan pekerjaan. Trus, nanti kalau sudah nikah makin ribet harus lapor ini itu pada negara. RUU KK ini secara halus melarang kita hidup miskin, dan generasi sekarang kebanyakan susah beli rumah karena harga properti mahalnya gila-gilaan. 

Kalau pas nikah masih ngontrak di rumah bedengan, nanti malah melawan kebijakan negara kan? Mau ambil KPR katanya riba dan bisa masuk neraka. Lalu, karena perempuan nggak boleh kerja, maka lelaki harus kerja keras 10 kali lipat.

Lha, kalau lelakinya hanya tukang sapu jalan atau buruh panggul, 100 tahun kerja juga nggak akan bisa punya rumah layak sebagaimana milik anggota dewan yang mengusulkan RUU KK ini, ang gajinya nyaris Rp. 100 juta per bulan.

Udah lah, RUU KK ini dihapus aja! Hidup warga negara Indonesia ini udah berat, janganlah semakin dipersulit.

Tulisan ini juga dimuat di blog pribadi di: www.wijatnikaika.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun