Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dr. Jekyll dan Mr. Hyde di Misa Pembukaan Tahun Yubileum

2 Januari 2025   06:28 Diperbarui: 3 Januari 2025   13:44 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Harapan

Setelah pulang misa, karakter Mr. Hyde sedikit bisa saya sembunyikan. Akhirnya, saya kembali mengikuti misa lewat tayangan youtube. Misa yang sama, tetapi dengan mood yang berbeda.

Ada lima harapan yang didaraskan saat awal misa. Harapan 1 adalah Harapan Keselamatan. Harapan 2 adalah Harapan Kehidupan. Harapan berikutnya adalah Harapan Dalam Roh, Harapan Penyembuhan, serta Harapan 5 adalah Harapan Dalam Persekutuan.

Secara pribadi saya punya harapan yang keenam yaitu harapan jangan gila lagi, paling tidak jangan mudah gila karena hal-hal sepele. Sebelum misa, saya sudah memperoleh dua kebaikan, selayaknya saya juga menebar kebaikan. Bukan kejahatan seperti Mr. Hyde dalam diri saya.

Jika pada misa yang sama, umat belajar dari Keluarga Kudus Nasaret, saya justru belajar dari istri dan anak saya. Saya belum dapat memberikan contoh yang baik untuk istri dan anak saya. Memang dunia absurd dan irasional untuk saya.

Mudah-mudahan karakter Mr. Hyde dalam diri saya bisa membaik. Saya memang masih terus menjadi peziarah pengharapan.

Pelajaran yang Dapat Saya Petik

Berkaca dari pengalaman pribadi, saya berpendapat bahwa apapun agamanya, sejak kecil anak harus dibimbing untuk menjalankan ajaran agama dan ritualnya dengan baik. Semakin intens perjumpaan anak sejak kecil dengan Tuhannya, akan semakin kuat benteng bagi si anak sampai ke dewasanya dalam menghadapi segala masalah dan paparan atau bacaan yang menggoyahkan imannya.

Pelajaran kedua bagi saya, setelah melihat pengalaman saya ini, adalah seharusnya dulu saya memiliki pembimbing spiritual yang dapat saya tanya dan mendampingi saya dalam arus informasi dan pergaulan yang kompleks. Seandainya saja saya punya pembimbing spiritual, saya bisa berdiskusi tentang Nietzsche, Camus dan bacaan sejenis, sehingga saya tidak hilang arah.

Sejak kecil juga akan lebih baik jika anak belajar tentang suara hati dan selalu mengasahnya. Suara hati menunjukkan 'manunggaling kawula lan gusti' atau dalam bahasa agama Katolik, bahwa manusia juga merupakan citra Allah. Manusia diciptakan manurut gambar dan rupa Allah. Jika diasah dengan baik, suara hati dapat menjadi kesadaran moral bagi saya dalam mengambil keputusan dan berperilaku positif. Mengaku dosa dalam ajaran Katolik adalah salah satu cara untuk mengasah suara hati. Saya yakin di agama yang lain juga ada cara dan mekanismenya sendiri.

Pelajaran yang lain adalah bahwa sejak kecil sebaiknya anak diajarkan membaca kitab suci dengan baik. Saya tahu tentang perikop jauh setelah saya dewasa. Tanpa pengetahuan membaca kitab suci dengan baik dan bagaimana menginterpretasikannya, saya bisa menggunakan ayat hanya sepenggal-sepenggal untuk membenarkan perilaku saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun