Begitu juga dengan infrastruktur berupa jalan, terutama yang berada di dalam gang. Bagian jalan di gang tempat saya tinggal, misalnya, terbagi menjadi dua bagian...
Dari lebar sekitar 2,6 meter, setengahnya berupa semen untuk jalan dan setengahnya berupa tanah untuk resapan air. Di sisi luar bagian tanah dan semen itu terdapat saluran selokan.Â
Pada bagian jalan dan tanah itu juga, warga menempatkan tempat sampah supaya pengangkutan sampah bisa lebih mudah. Orang-orang yang lewat juga bisa membuang sampah pada tempatnya dengan leluasa karena tempat sampah itu terhitung milik umum karena berada di lahan fasilitas umum.
Dalam perjalanannya, seingat saya, masyarakat secara swadaya menutup bagian tanah di depan rumah mereka dengan semen sehingga jalan semakin lebar.Â
Sebagai konsekuensinya, bagian resapan dan tempat-tempat sampah di luar pagar berkurang dan ada juga yang hilang.Â
Jalan di depan rumah saya juga dilebarkan, tetapi tidak sampai habis. Orang tua saya yang meminta supaya pelebaran tidak sampai menghabiskan bagian tanah karena untuk resapan dan supaya juga ada tempat sampah di luar pagar.Â
Oleh orang tua saya, bagian tanah itu ditanami sekadar untuk penghijauan. Pada bagian dalam pagar juga ada lahan terbuka yang bagian tanahnya ditutup konblok.Â
Dalam 2-3 tahun terakhir, saya mendengar bahwa ada warga mengeluhkan soal tanah dan tanaman di luar pagar rumah saya. Saya tidak merespons karena selain saya jarang di rumah, juga karena tidak ada yang mengajak saya bicara secara langsung.Â
Kemudian, pada September 2021, dua bapak perangkat rukun lingkungan saya tinggal mengukur-ukur jalan di depan rumah saya. Istri saya yang kebetulan berada di teras kemudian memanggil saya.Â
Singkat cerita, dua bapak itu menyampaikan bahwa akan ada perbaikan jalan dan itu termasuk menghilangkan bagian tanah di depan rumah saya.Â
Kepada mereka saya menyampaikan usulan, yaitu bagaimana jika bagian tanah diambil setengahnya atau bagaimana jika bagian tanah ditutup dengan konblok sehingga masih ada lahan resapan air?