Mohon tunggu...
Tjatur Wiharyo
Tjatur Wiharyo Mohon Tunggu... Lainnya - Bapak Tiga Anak

Smile at the Storm

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Bagaimana Pengelolaan Fasilitas Umum di Perumnas Depok I?

15 Desember 2021   15:54 Diperbarui: 19 Desember 2021   20:42 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak berbaju batik,  yang mengaku sebagai pegawai Disrumkim Kota Depok, menyampaikan soal peraturan perbaikan jalan, Kamis (16/12/2021). 

Update:

Per Kamis (16/12/2021) pagi, perwakilan LPM, perangkat rukun, dan saya berdiskusi. Hasilnya, kami bersepakat bahwa bagian tanah di depan pagar rumah saya akan diberi ruang resapan seukuran konblok dan sisanya akan diaspal. 

Namun, ketika perbaikan jalan dieksekusi pada Kamis (16/2/2021) sekitar pukul 18:21, kesepakatan itu dilanggar. Bagian yang saya minta untuk dikonblok ternyata tetap ditutup dengan aspal tanpa terlebih dulu bicara dengan saya. Pada pengaspalan ini, hadir juga perwakilan LPM Kelurahan Depok Jaya dan perwakilan dari Disrumkim Kota Depok. 

Atas kebaikan Bapak dan Ibu, saya ucapkan terima kasih. Selalu sehat dan sejahtera untuk Bapak dan Ibu.

Melalui tulisan ini, saya sungguh-sungguh bertanya kepada Bapak dan Ibu. Mohon koreksi jika  ada kesalahan dan hal yang kurang berkenan. Terima kasih banyak atas kebaikan Bapak dan Ibu. 

  1. Bagaimana undang-undang, regulasi, peraturan, hak-kewajiban, atau apa pun berkaitan dengan fasilitas umum yang berada di lingkungan kompleks perumahan, dalam hal ini Perumnas Depok I, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas? 

  2. Bagaimana warga seperti saya menyampaikan aspirasi atau bahkan mengajukan keberatan ketika saya menilai pembangunan yang dilakukan tidak memperhatikan aspek lain yang juga merupakan kepentingan umum?

Nah, berikut ini adalah latar belakang munculnya dua pertanyaan itu... 

Saya sudah tinggal di Perumnas Depok I, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas,  sejak 1979. Menurut saya, ini adalah perumahan yang pembangunannya direncanakan dengan sangat baik. 

Semua kebutuhan dan fasilitas dasar bisa dijangkau dengan berjalan kaki (setidaknya ketika saya kecil), mulai dari pasar, rumah ibadah, sekolah mulai dari SD sampai SMA, dan lapangan-lapangan untuk bermain anak dan berolahraga.

Begitu juga dengan infrastruktur berupa jalan, terutama yang berada di dalam gang. Bagian jalan di gang tempat saya tinggal, misalnya, terbagi menjadi dua bagian...

Dari lebar sekitar 2,6 meter, setengahnya berupa semen untuk jalan dan setengahnya berupa tanah untuk resapan air. Di sisi luar bagian tanah dan semen itu terdapat saluran selokan. 

Pada bagian jalan dan tanah itu juga, warga menempatkan tempat sampah supaya pengangkutan sampah bisa lebih mudah. Orang-orang yang lewat juga bisa membuang sampah pada tempatnya dengan leluasa karena tempat sampah itu terhitung milik umum karena berada di lahan fasilitas umum.

Dalam perjalanannya, seingat saya, masyarakat secara swadaya menutup bagian tanah di depan rumah mereka dengan semen sehingga jalan semakin lebar. 

Sebagai konsekuensinya, bagian resapan dan tempat-tempat sampah di luar pagar berkurang dan ada juga yang hilang. 

Jalan di depan rumah saya juga dilebarkan, tetapi tidak sampai habis. Orang tua saya yang meminta supaya pelebaran tidak sampai menghabiskan bagian tanah karena untuk resapan dan supaya juga ada tempat sampah di luar pagar. 

Oleh orang tua saya, bagian tanah itu ditanami sekadar untuk penghijauan. Pada bagian dalam pagar juga ada lahan terbuka yang bagian tanahnya ditutup konblok. 

Dalam 2-3 tahun terakhir, saya mendengar bahwa ada warga mengeluhkan soal tanah dan tanaman di luar pagar rumah saya. Saya tidak merespons karena selain saya jarang di rumah, juga karena tidak ada yang mengajak saya bicara secara langsung. 

Kemudian, pada September 2021, dua bapak perangkat rukun lingkungan saya tinggal mengukur-ukur jalan di depan rumah saya. Istri saya yang kebetulan berada di teras kemudian memanggil saya. 

Singkat cerita, dua bapak itu menyampaikan bahwa akan ada perbaikan jalan dan itu termasuk menghilangkan bagian tanah di depan rumah saya. 

Kepada mereka saya menyampaikan usulan, yaitu bagaimana jika bagian tanah diambil setengahnya atau bagaimana jika bagian tanah ditutup dengan konblok sehingga masih ada lahan resapan air?

Karena dua usulan saya ditolak, saya menanyakan siapa yang memiliki program perbaikan jalan. Jika program berasal dari pemerintah, saya minta surat edarannya. Jika program berasal dari warga, saya tidak pernah diajak bicara. Akhirnya, diskusi berhenti tanpa kesimpulan dan tentu saja ada ganjalan. 

Saya sudah meminta maaf atas sikap saya kepada satu dari dua bapak itu dan menjelaskan alasan saya keberatan jika seluruh permukaan tanah ditutup dengan aspal, hotmix, beton, semen atau apa pun yang menghilangkan resapan air.

Setelahnya, tidak pernah ada lagi pembicaraan soal jalan dan tanah di depan rumah saya hingga dalam 1-2 pekan terakhir, saya mendengar ada perbaikan jalan di beberapa gang di lingkungan tempat saya tinggal. Perbaikan itu termasuk menutup bagian fasum berupa tanah resapan di salah satu gang. 

Saya juga dengar, bahwa gang di depan rumah saja akan diperbaiki dalam waktu dekat. Bagi saya, tidak masalah jika perbaikan jalan tidak sampai menutup bagian tanah di depan rumah saya. 

Namun, saya akan menyampaikan keberatan jika sampai bagian tanah di depan rumah saya hilang pertama-tama karena di gang tempat saya tinggal, hanya tinggal itu fasilitas umum "warisan" proyek Perumnas KPR-BTN yang berfungsi sebagai resapan air.

Catatan:

  1. Di lingkungan tempat saya tinggal, ada beberapa orang yang keberatan jika bagian tanah pada bahu jalan gang itu ditiadakan. Namun, mereka memilih diam dan mengalah karena tidak mau ramai dan lelah dengan omongan tetangga. 

  2. Kemudian, di beberapa jalan yang sudah diperbaiki menggunakan beton, permukaan jalan menjadi lebih tinggi dari teras rumah. Akibatnya, pintu pagar mereka tidak bisa dibuka dan ketika hujan, air masuk ke teras mereka. Terhadap masalah ini, tidak ada yang bertanggung jawab sehingga warga mengatasi persoalan dengan tenaga atau uang mereka sendiri. 

  3. Sepanjang pengalaman saya, kalau ada apa pun yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, ada sosialisasi, surat edaran, pemberitahuan, diskusi, rapat dan lainnya untuk mempertimbangkan baik dan buruk, penting tidak penting, dan tingkat urgenitas. Ketika ada rencana pemasangan gas alam PGN pada 2019, misalnya, warga dimintai pendapat satu-satu melalui angket. Namun, untuk proyek perbaikan jalan kali ini, sama sekali tidak ada pemberitahuan resmi, dengar-pendapat, dan hal-hal semacam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun