c. Penyingkiran Narasi Alternatif
Selain itu, pendidikan sering kali mengabaikan atau menyingkirkan narasi alternatif yang berpotensi menantang hegemoni. Pengetahuan lokal atau perspektif minoritas, misalnya, cenderung dimarjinalkan dalam kurikulum formal. Hal ini menunjukkan bagaimana pendidikan dapat menjadi instrumen eksklusi yang memperkuat kekuasaan dominan.
Sebagai tambahan, kurikulum yang homogen dapat mengurangi ruang untuk kreativitas dan kritisisme. Ketika peserta didik tidak diberi kesempatan untuk mengeksplorasi narasi yang berbeda, mereka kehilangan peluang untuk memahami kompleksitas dunia dan menjadi agen perubahan.
Pendidikan sebagai Media Perlawanan
a. Pendidikan Kritis
Pendidikan kritis, sebagaimana dikembangkan oleh Paulo Freire, menawarkan pendekatan untuk melawan dominasi melalui pembelajaran dialogis. Pendidikan jenis ini berfokus pada kesadaran kritis (critical consciousness) yang memungkinkan individu untuk memahami dan menantang struktur sosial yang menindas. Freire (1970) mengusulkan metode dialog yang memperlakukan peserta didik sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran.
Pendidikan kritis membuka ruang bagi peserta didik untuk mempertanyakan narasi dominan dan menciptakan solusi alternatif. Melalui pendekatan ini, pendidikan tidak hanya menjadi tempat transfer pengetahuan tetapi juga laboratorium ide yang dapat menginspirasi perubahan sosial.
b. Transformasi Sosial
Melalui pendidikan yang memberdayakan, peserta didik dapat menjadi agen perubahan sosial. Pendidikan kritis memberikan alat analitis untuk mengidentifikasi ketimpangan sosial dan memobilisasi aksi kolektif. Contoh nyata dapat ditemukan dalam gerakan pendidikan komunitas yang bertujuan untuk memberdayakan kelompok marjinal.
Sebagai contoh, program-program pendidikan berbasis komunitas di negara-negara berkembang sering kali dirancang untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat lokal. Dengan memahami struktur dominasi yang mereka hadapi, komunitas ini dapat memobilisasi diri untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
c. Pengakuan Narasi Lokal