Mohon tunggu...
R. Widyatama Putri
R. Widyatama Putri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

ARCHITECT OF HUMANITY

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Aku Menulis Puisi

22 Juni 2011   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ketika aku menulis puisi

tak terpikir untuk apa aku menulis

untuk siapa aku rangkaikan

ahh, aku sedang galau

aku memasuki fase dimana aku berfikir aku tidak bisa berdiri

bahkan aku akui aku tidak bisa mengingat namaku sendiri

hingga siluetmu (orang yang kucinta) memedar pudar di balik mentari

tolonglah, aku tidak mau terbiasa hidup tanpa ada dirimu

bukan karena aku ingin diiba

tapi sungguh, aku bagai seonggok kelopak bunga kering tanpa kamu yang menopangnya

aku tidak ingin tergantung pada siapa pun

tapi jauh di dasar hatiku, aku tidak mau munafik pada dunia

dengan bangga aku teriakkan

SUNGGUH AKU MEMANG BUTUH KAMU

dan, lengkung indah yang terbentuk dari senyum di bibirmu,

ketika kamu nyatakan sayang

seakan ingin ku kecup tak kulepas

dan...

saat itu pula ku genggam jemari lentikmu

aku tak akan melepaskanmu

sekali lagi, bukan untuk mengiba atau fanatik,

karena saat kutatap bola mata tulusmu,

tak sedikit pun ragu terbaca oleh mataku

apa aku buta?

apa aku telah termakan pesonamu?

entahlah, aku nikmati itu

menikmati rasa dimana aku SEAKAN bisa hidup dalam impian masa depanku yang indah,

ya, indah bersamamu, denganmu di sisiku

ketika aku menulis puisi

air hangat sedikit asin mengalir dari mataku

seakan semua memori bergantian terpresentasi dalam layar di depanku

ada aku, kamu, dia, mereka

sungguh, aku TIDAK BOHONG, AKU MENANGIS

bayang-bayang tentang kehilanganmu pun tak pernah terlintas

mungkin karena aku terlalu takut kehilangan

hingga aku enggan berpikir cara lain untuk hidup,

ketika aku kehilangan

AKU TIDAK MAU

rasanya saat ini (ini jujur, bukan hanya puisi)

aku berlari dari jarak 20 km ke tempatmu

bukan untuk memohon

tapi untuk memastikan, kamu masih milikku, sayang

ketika aku menulis puisi

setiap detail detik-detikku bersamamu terangkum jelas

Tuhan, aku sayang dia

kuteteskan air mata lagi

kali ini tanpa bahu seorang teman

aku menangis ketika menulis puisi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun