Saya berbincang dengan Ibu Farha Ciciek, direktur Tanoker dan sesudah acara kami beberapa kali masih berkontak via pesan WA. Kebetulan juga, beliau adalah penganut pola makan food combining, sama dengan saya.
Kesadaran untuk mengangkat kebanggaan akan pangan lokal yang lebih sehat, sebenarnya bermula dari keprihatinan akan makanan populer zaman now. Sebut saja: makanan berbahan gluten, makanan berlelehan gula, minuman penuh bahan aditif, dan masih banyak lagi makanan minuman yang minim gizi. Sebenarnya saya hampir tega mengatakan kosong gizi, tapi sebenarnya demikanlah kenyataannya. Lalu sel macam apa yang dibentuk oleh makanan demikian? Otot semacam apa? Otak seperti apakah yang dibangun dari bahan baku demikian?
Aneka Makanan Lokal Diolah Tangan Kreatif Warga Desa
Usai pembukaan digelarlah rehat kopi. Berbagai hidangan lokal disajikan kepada kami. Karena saya menganut food combining, dan masih kurang siang untuk menyantapnya, maka aneka kudapan itu baru saya santap setelah agak siang.
Ada puding buah naga, lalu rengginang yang diolah dari tepung mocaf (terbuat dari singkong) juga yang menjadi favorit saya, yakni ketan yang diolah bersama jagung manis dan dibungkus seperti lemper. Hmmm…. Gurih dan manis! Saya suka!
Sebulan sekali, di minggu terakhir, datanglah ke Ledokombo. Ada kegembiraan besar yang ditawarkan kawan-kawan Tanoker yang diberi nama Pasar Lumpur. Jika Anda suka keseruan, turutlah bergabung dalam permainan-permainan berlokasi di lapangan lumpur. Usai bermain, ketika perut Anda menagih penawar lapar, santaplah aneka pangan olahan warga desa yang diolah secara kreatif dari bahan-bahan lokal yang tersedia. Sebut saja:
- Tape ketan daun awar-awar (Foto paling atas dari tulisan ini)
- Kue Srabi Buah Naga
- Lemper Ketan Hitam
- Lemet Pisang
Itu hanya sebagian dari pangan lokal yang tercipta dari tangan kreatif warga desa Ledokombo bersama Tanoker. Setiap bulannya, di Pasar Lumpur, Anda akan temui jenis makanan yang berbeda-beda. Luar biasa kreatif dan sungguh-sungguhnya mereka dalam mengolah pangan lokal menjadi sajian yang sehat dan mengundang selera.
Tanoker bukan hanya menguarkan keriaan bermain lumpur. Namun, Tanoker juga giat mengajak warga belajar mengolah aneka pangan lokal. Bukan Cuma ibu-ibu, lo yang belajar. Anak-anak juga ada kegiatan memasak. Bahkan ada juga sekolah yang disebut sekolah Eyang. Soal pangan sehat memang menjadi perhatian Tanoker.
Â
Indonesia Sebenarnya Tak Sendirian
Keprihatinan akan kualitas makanan manusia modern saat ini, sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Hwang Sung Joo, seorang dokter Korea selatan, dalam bukunya menyebutkan mirisnya kondisi nutrisi masyarakat dunia termasuk di negaranya sendiri.
- 8 dari 10 anak di Korea Selatan mengalami kekurangan vitamin juga serat
- Lebih dari 69 persen anak di Korea Selatan mengkonsumsi mie instan dan minuman berkarbonasi lebih dari 2 kali dalam seminggu
- Bahkan 1 dari 10 anak Korea makan mie instan lebih dari sekali dalam dua hari.