"Alexa dijual ke Bali!" bisik perempuan berbaju biru Dongker ke perempuan berbaju merah.
Seraya menunjuk jarinya ke mulut, dan berusaha agar berita ini jangan sampai terdengar siapapun.Â
              *******
Menjadi seorang Pelacur tak lantas akan hidup enak, bergelimang harta, juga dijamin akan memiliki tahta. Tidak! Jelas itu salah. Di dalam dunia prostitusi jika anak tersebut sudah nampak tidak laku dijual, atau tidak lagi menjadi aset untuk para Germo (sebutan seorang mucikari) mereka akan menjual ke pada Mucikari lainnya.Â
Tidak segan-segan dengan harga fantastis. Lalu uang itu ke mana? Jelas akan jatuh ke Mucikari tersebut, dan si Pelacur itulah yang akan lelah-lelah bekerja tanpa digaji untuk membayar uang yang sudah diberikan ke Mucikari yang pertama.Â
Sudah dipastikan betapa sangat menderitanya mereka. Jika kamu ingin segera mendapatkan gaji; maka mereka akan mentargetkan kamu untuk melayani lelaki hidung belang lebih dari lima orang.
Kali ini Alexa harus merasakan pahitnya dijual, dan dipasrahkan begitu saja. Alexa memiliki banyak beban dalam hidupnya. Dia harus kehilangan Ayahnya secara bersamaan dengan kecelakaan yang di alami adiknya, hingga merenggut nyawa sang adik. Belum usai kesedihan duka dalam kehilangan yang di alami, rumah Alexa habis dilalap si jago merah.Â
Dia kalut, setengah stres. Hutangnya bahkan sudah sampai 50 juta rupiah. Dengan kondisi yang tidak stabil ini akhirnya Alexa menjadi malas untuk bekerja. Hingga suatu hari Mucikari yang Alexa ikuti menjual dia pada seorang Mucikari di BAR, Bali. Dengan harga 30 juta, Alexa dilepaskan begitu saja pada Mucikari lain.Â
Beban hidupnya belum juga selesai, kini dia harus menanggung beban hutangnya menjadi 80 juta rupiah. Bayangkan betapa sengsaranya kehidupan mereka?Â
                 *******
Sambil terus ku tuang sisa-sisa minuman di dalam botol; aku menjadi teringat dulu. Saat aku harus menyaksikan seorang perempuan yang sudah lelah melayani, terus diseret dan dituntut melayani seorang tamu luar negeri. Karena tak tahan perempuan tersebut akhirnya memilih izin untuk pulang. Namun sesampainya di rumah justru sang Mucikari sudah menunggu dia di depan pintu.Â